KOMUNITAS RHESUS NEGATIF INDONESIA, 'Darahmu Menyelamatkan Sesama'




Komunitas Rhesus Negatif Indonesia berdiri pada 12 November 2011, dengan membawa visi ‘Darahmu Menyelamatkan Sesama’. Menurut data Badan Pusat Statistik tahun 2010, orang dengan darah rhesus negatif berjumlah kurang dari satu persen dari total penduduk Indonesia, atau hanya sekitar 1,2 juta orang saja. Meskipun begitu, darah dengan rhesus negatif bukanlah suatu kelainan atau penyakit, melainkan disebabkan genetik.

Pemilik golongan darah langka ini harus berhati-hati saat melakukan transfusi darah. Selain harus memperhatikan kesamaan golongan darah dengan sistem ABO (A,B, AB, dan O), mereka juga harus menyamakan rhesus. Jika darah rhesus positif bercampur dengan darah rhesus negatif, akan menyebabkan penggumpalan darah.

Yang paling berdampak dengan memiliki darah rhesus negatif adalah perempuan. Jika pada kehamilan pertama sang ibu tak tahu rhesusnya negatif sedangkan janin yang dikandungnya positif, kemungkinkan bayi itu lahir selamat masih besar. Tetapi, karena darah ibu dan janin bercampur, darah itu akan membentuk antibodi pada diri si ibu. Jika antibodi sudah terbentuk, maka pada kehamilan kedua dan seterusnya, janin akan dianggap sebagai benda asing. Efeknya, bayi tak dapat lahir selamat dan ibu akan terus mengalami keguguran di kehamilan berikutnya. Namun, kini masalah tersebut bisa diantisipasi jika antibodi itu belum terbentuk di dalam tubuh si ibu dengan rhesus negatif dalam darahnya.

Bagi perempuan memang sangat perlu untuk mengetahui rhesus darahnya sendiri, jadi bisa mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan saat hamil. Isu itulah yang juga terus disosialisasikan ke masyarakat oleh Komunitas Rhesus Negatif Indonesia. Untuk mengedukasi dan sosialisasi ke masyarakat, organisasi non profit ini menggunakan grup facebook dan twitter, selain melalui website resmi mereka. Di website mereka membuka forum konsultasi yang ditangani dokter. Kebetulan mereka mempunyai 10 dokter yang darahnya juga rhesus negatif. Jadi materi untuk edukasi, para dokter inilah yang mengkaji di divisi penelitian dan pengembangan.

Tak hanya melalui dunia maya, mereka juga aktif bersosialisasi ke berbagai acara donor darah. Di acara itu biasanya mereka sekalian menyebarkan leaflet komunitas mereka.
  
  
 




Komentar