SEDEKAH ROMBONGAN, Membantu Kaum Dhuafa Melalui Media Sosial




Keajaiban bersedekah dengan dampaknya yang luar biasa, bisa jadi sudah dirasakan banyak orang. Hal ini pula yang sudah dibuktikan oleh Saptuari Sugiharto, pria asal Yogyakarta yang sukses melahirkan gerakan Sedekah Rombongan.

Saptuari atau akrab disapa Saptu berkisah, pasca Gunung Merapi meletus di tahun 2011, dirinya mengalami kesialan. Dari mulai kaca mobilnya yang dipecahkan orang tak bertanggung jawab, kehilangan perangkat gadget, serta kantornya yang dibobol maling. Selain itu ia juga mengalami kerugian pada sebuah investasi yang nominalnya sampai Rp 350 juta. Dari kesialan yang terjadi secara beruntun itu, ia pun merenung, apakah sedekah yang selama ini ia lakukan ada yang kurang atau salah ?

Pada Juni 2011, saat berada di kantornya, timbul niat dari dalam dirinya untuk mengunjungi bayi-bayi terlantar di Yayasan Sayap Ibu, Yogyakarta. Pemilik bisnis merchandise ini pun segera mengajak istrinya, Sita, ke yayasan itu. Saat tiba di sana, mereka berdua langsung disambut oleh seorang resepsionis wanita yayasan itu, yang ternyata kondisinya cacat, sudah tidak mempunyai kedua tangan lagi. Saat itu Saptu dan istrinya sempat kaget. Terlebih setelah mengetahui, resepsionis itu ternyata mampu menyelesaikan pendidikannya hingga SMA.

Cerita tentang si resepsionis yang bernama Herlina itu, lalu ia tuangkan dalam blog-nya, Saptuari.com. Tak disangka, banyak teman di dunia maya yang tidak pernah bertemu dengannya, mengaku membaca kisah Herlina sambil menangis dan ada yang menitipkan amanah berupa uang untuk diberikan ke Yayasan Sayap Ibu. Dalam tempo seminggu, terkumpul dana sebesar Rp 18 juta, yang semua itu langsung diserahkannya ke Yayasan Sayap Ibu. Foto-foto penyerahan uang itu pun tak lupa ia posting dalam blog.

Sukses membantu Herlina, membuat Saptu kecanduan mencari panti asuhan dan kaum duafa lain yang perlu dibantu. Selanjutnya, ia pun rajin memposting lagi di blog pribadinya. Begitu bantuan uang kembali terkumpul dari para donatur, ia salurkan lagi ke panti yang ia datangi.

Suatu hari, terbetik di benak Saptu untuk mencari tim agar usahanya menolong kaum dhuafa bisa menjadi sebuah gerakan besar, sehingga bisa menolong kaum dhuafa lebih banyak lagi. Saat itu juga Saptu menemukan ide, sebuah gerakan yang ia namai Sedekah Rombongan. Konsep Sedekah Rombongan mengacu pada karakter semut, hewan kecil yang selalu bekerja sama untuk mengangkat sesuatu yang berat, seperti roti.

Awalnya, tim kecil yang dibentuknya terkumpul 8 orang termasuk ia dan istrinya. Tiap orang di tim itu punya tugas yang berlainan. Saptu bertugas mencari dana lewat media sosial, Sita,-istrinya, mengatur keluar masuknya dana, dan teman lain ada yang bertugas menangani dan mengevakuasi kaum dhuafa yang akan dibantu. Tim yang dinamakan ‘kurir’ ini siap bekerja tanpa imbalan apa pun. Ia memang sengaja memakai nama ‘kurir’, bukan ‘relawan’. Karena pengertian relawan sering disalah artikan.

Publikasi gerakan ini semakin mudah, ketika pada November 2011, ia bertemu Luthfi, ssesama blogger dan penulis buku Cara Mudah Bikin Website. Pria asal Sidoarjo itu lalu menawarkan diri membuatkan website www.SedekahRombongan.com dan sekaligus menanganinya. Luthfi berkomitmen untuk menyedekahkan waktu dan tenaganya untuk Sedekah Rombongan.  Sejak itu, Saptu pun tak mengaktifkan kembali blog-nya dan hanya konsentrasi mencari dana.

Sejak website Sedekah Rombongan aktif, dibarengi dengan aktifnya di sosial media lain, seperti Twitter, Blackberry, dan milis, kegiatan Sedekah Rombongan makin eksis dan aktif mem-posting kaum dhuafa sakit yang memerlukan bantuan. Dana pun masuk dengan cepat bahkan jumlahnya cukup mencengangkan.

Dana yang dikumpulkan Saptu melalui gerakan Sedekah Rombongan ini pernah mencapai Rp 8,1 Miliar. Angka yang menurutnya sangat fantastis, karena gerakan yang ia lakukan ini hanya gerakan sedekah ‘jalanan’. Ia tak mempunyai kantor khusus, serta tak memiliki sistem birokrasi yang rumit. Pertemuan dengan anggota tim atau  para donatur pun bisa dilakukan di mana saja. Bisa melalui sosial media, bisa juga di mal atau angkringan. Walau tidak pernah memasang iklan, tapi uang bisa datang dengan sendirinya. Menurut Saptu, peran Allah lah yang telah membukakan hati dan menggerakkan para donatur untuk mengirimkan uangnya melalui Sedekah Rombongan.



Saptu menegaskan, Sedekah Rombongan bukanlah lembaga amil zakat atau lembaga sosial. Oleh karena itu, uang titipan donatur tak satu sen pun dipotong Sedekah Rombongan. Sedekah Rombongan memang mengusung pesan utama, “Di sini 100 persen sedekah kamu kami sampaikan”. Jadi Saptu dan teman-temannya benar-benar tidak mengambil satu sen pun uang sedekah untuk keperluan pengurus. Bahkan Saptu mengaku, ia cukup sering menombok biaya untuk makan atau membeli BBM saat menjemput pasien dari rumahnya ke rumah sakit.

Bermodalkan kepercayaan masyarakat yang sedemikian besar, Sedekah Rombongan mengedepankan konsep TTW (Trust, Twitter, dan Web). Melalui gerakan sosial media ini, Sedekah Rombongan sudah bisa membantu 2.200 kaum dhuafa sakit, anak yatim di panti asuhan, dan janda dhuafa. Sebagian dibantu secara total sampai penyakitnya sembuh. Tapi ada juga yang dibantu lepas. Masing-masing dilihat per kasusnya.



Dana yang masuk ke Sedekah Rombongan juga dipergunakan untuk mengontrak rumah singgah bagi pasien dari luar Yogyakarta. Tujuannya, untuk membuat nyaman sebelum atau sesudah pasien operasi atau kemoterapi. Saat ini, di rumah singgah yang terletak tak jauh dari Pasar Bentengan itu, selalu penuh dengan pasien kaum dhuafa dengan penyakit berat seperti kanker, tumor, dan lainnya. Usianya mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Sebelum memiliki rumah singgah, Sedekah Rombongan selalu menyewa banyak kamar hotel. Akhirnya demi efisiensi biaya, diputuskan mengontrak rumah di belakang Rumah Makan Ayam Remet Mas Kingkong milik Saptu

Keberhasilan Sedekah Rombongan membantu dhuafa sakit, didukung pula oleh banyaknya Kurir Bayangan yang bekerja di lapangan. Di bawah kurir inti yang berjumlah 8 orang, memang ada pula Kurir Bayangan yang masing-masing memiliki lagi puluhan kurir bayangan lain di bawahnya. Lalu ada pula tim pendamping di lapangan, yang bertugas mengantar jemput pasien dari dan ke rumah sakit. Semua kurir, baik yang tersebar di Yogyakarta, Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi itu tidak ada yang digaji. Semuanya sejak awal sudah diedukasi tentang hal itu. Mereka hanya berharap gaji datang langsung dari Allah saja, atau istilahnya sekedar ‘mencari wajah diri’ di hadapan Allah, kelak.

Cara mudah mendapatkan bantuan dari Sedekah Rombongan, cukup klik www.sedekahrombongan.com. Lalu si pencari bantuan tinggal mem-posting foto pasien dan datanya. Petugas di lapangan pun akan segera menindak lanjuti. Kurir terdekat di lapangan akan segera menjemput ke rumah. Tak peduli apakah itu di daerah terpencil sekali pun, atau di atas gunung, tetap akan dijemput oleh armada yang dimiliki tim Sedekah Rombongan.

Saat ini, di Jakarta saja terdapat kurir yang ikhlas menyumbangkan 9 mobil untuk dijadikan sarana ambulans antar-jemput pasien. Sementara di Yogyakarta ada tiga mobil, sumbangan pengusaha asal Jakarta. Selain itu Sedekah Rombongan juga memiliki fasilitas motor trail untuk menjemput pasien yang tinggal di bukit atau daerah terpencil yang sulit dijangkau ambulans.




Meski kaum dhuafa yang dibantu tersebar dari berbagai kota di Indonesia, tapi urusan keuangan tetap satu pintu. Soal keuangan mereka selalu transparan. Berapa uang yang masuk dan keluar bisa dilihat di website. Mereka juga menyediakan drop box di beberapa lokasi yang bisa diakses para donatur.

Nama donatur sengaja tak diekspose. Namun siapa penerimanya, berapa besaran bantuan yang diberikan, semuanya ada di web Sedekah Rombongan. Nomor rekening penampung sumbangan hingga saat ini masih menggunakan nama pribadi Saptu. Namun, dalam waktu dekat Sedekah Rombongan diusahakan sudah membuka rekening khusus.


Komentar