TANGGAMUS, Negerinya Kopi Robusta




Masyarakat Tanggamus sudah mengenal kopi sejak lama. Mungkin sejak zaman Belanda masyarakat Lampung sudah mengenal kopi. Tanggamus adalah salah satu kabupaten penghasil kopi utama dari Provinsi Lampung. Nama daerah ini sendiri diambil dari nama Gunung Tanggamus (2.100 mdpl) tempat kabupaten ini berada. Perkebunan kopi memenuhi kaki hingga lereng gunung yang memiliki hutan lumut di puncaknya itu.

Memerlukan waktu sekitar tiga hingga empat jam perjalanan darat untuk menuju kawasan Tanggamus. Bahkan, bisa lebih dari waktu itu jika menggunakan angkutan umum. Kondisi jalan rusak juga ikut andil membuat perjalanan bertambah lama.

Tanggamus memberikan kontribusi 40 persen dari total hasil kopi di Lampung. Seluruh perkebunan kopi ini dikelola oleh petani kopi yang sebagian besar merupakan perantau dari tanah Jawa. Kopi robusta adalah kopi utama yang ditanam di gunung yang menjadi gavorit para pendaki di Lampung ini.

Robusta Tanggamus memiliki ciri khas dibandingkan kopi di wilayah lain. Pasalnya, ini sangat bergantung pada kesuburan tanah di Tanggamus dan pengelolaannya yang menggunakan pupuk alami. Letak geografisjuga memberi pengaruh pada ciri khas kopi Tanggamus.

Kopi robusta dapat ditanam di atas ketinggian 600 meter di atas permukaan laut (mdpl), kalau di ketinggian pada 100 mdpl hingga 200 mdpl rasanya akan sangat hambar. Meskipun terkenal dengan kopi robusta, Lampung juga memiliki jenis kopi arabika, meski jumlahnya sangat sedikit. Sejauh ini, kopi arabika tak begitu berhasil dibudidayakan di Lampung.

Tanaman kopi robusta (coffea canephora) merupakan spesies kopi yang pohonnya bisa mencapai 12 meter. Tanaman ini lebih tahan terhadap cuaca dan hama penyakit, serta lebih mudah untuk pemeliharaannya.
Kopi ini bertekstur kasar, pahit, dan mengandung kafein yang tinggi. Banyak penikmat kopi yang kurang berminat mengkonsumsi kopi robusta karena kandungan kafeinnya tinggi. Itulah yang menyebabkan pangsa pasarnya sedikit.



Di Indonesia, kopi robusta masuk belakangan pada 1900-an. Yakni, saat arabika habis diserang penyakit pada 1878. Robusta menjadi pilihan alternative dengan sifatnya lebih tahan penyakit untuk perkebunan di dataran rendah. Kopi jenis ini segera menyebar ke daerah lain, khususnya Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, dan Aceh.

Penyebaran itu begitu cepat, hingga kini selain dikenal sabagai ‘negeri’ Gajah, Provinsi Lampung merupakan salah satu penghasil kopi robusta terbaik. Kopi robusta dihasilkan di wilayah Lampung Timur, Lampung Barat, dan Tanggamus. Lampung memiliki 160 ribu hectare perkebunan kopi yang menghasilkan sekitar 144.516 ton biji kopi kering per tahun. Siapa sangka daerah yang dominan gersang ini mampu menghasilkan ratusan ribu ton kopi sebagai hasil ekspornya ?

Sebenarnya arabikanisasi pernah terjadi di Lampung pada tahun 1992. Saat itu, sebanyak 300 ribu benin arabika ditebar di Lampung. Sayangnya, seluruh benih arabika yang ditanam itu gagal panen.  Akhirnya, petani Lampung kembali ke kodratnya sebagai penghasil kopi robusta.

Selain diolah secara organic, kopi Lampung juga menggunakan teknologi modern dalam prosesnya, terutama pengeringan. Untuk bisa dijual, kopi harus dijemur agar kadar airnya turun menjadi 12 persen, sesuai standar kopi berkualitas baik. Sementara penjemuran alami hanya dapat menurunkan kadar air hingga 17 persen saja.

Sayangnya, pohon kopi yang saat ini ada di Lampung sudah tergolong tua. Rata-rata usia pohonnya adalah 20-30 tahun, sehingga tingkat produktivitasnya rendah. Per hectare hanya menghasilkan kurang dari 1 ton saja.

Sementara itu , kurangnya teknologi budi daya juga menjadi kendala bagi pengembangan kopi di Lampung. Beda dengan perkebunan kopi yang ada di Negara lain, seperti Vietnam dan Brazil, di mana budi daya kopi di sana telah menggunakan siste irigasi, seperti sawah.

Selain teknologi budi daya, kopi Lampung juga memiliki tantanga invstasi. Petani kopi di Lampung jarang yang memiliki kebun di atas 2 hektare. Hal ini membuat petani kesulitan mendapatkan pendanaan dari perbankan. Meski sudah memiliki bibit unggul, ragam varietasnya perlu ditambah dan perlu juga adanya peremajaan pohon yang sudah berusia tua.

Komentar