Hasil lelang
jabatan lurah yang diadakan Pemprov DKI Jakarta tahun 2013, telah menelurkan
267 lurah, sekitar seperenamnya adalah perempuan. Tiga lurah perempuan berikut
ini, mau menceritakan sedikit pengalaman mereka setelah menjabat sebagai lurah. Simak yuk :
SUSAN JASMINE ZULKIFLI, S.Sos
Lurah Lenteng
Agung, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Lelang jabatan lurah yang diadakan di wilayah Pemprov DKI Jakarta, pada April 2013, menjadi babak baru bagi Susan Jasmine Zulkifli, S.Sos. Didorong oleh sang suami dan tertarik pada program yang ditawarkan pemerintahan Joko Widodo/Jokowi (Gubernur DKI Jakarta) dan Basuki Tjahaya Purnama/Ahok (Wakil Gubernur DKI Jakarta) ini, membuatnya ikut mendaftar. Setelah mengikuti serangkaian tahapan tes, perempuan yang mengawali karier sebagai staf di BKKBN Provinsi Sulawesi Selatan, tahun 1990 ini ternyata berhasil lolos. Puncaknya, di tanggal 27 Juni 2013, ia pun dilantik bersama lurah lainnya, yang sama-sama lolos lelang jabatan.
Sebelum menjabat sebagai lurah, Susan sempat menjadi Kepala Seksi Sarana dan Prasarana di Kelurahan Senen, Jakarta Pusat. Baru delapan bulan ia memegang jabatan itu, Pemprov DKI Jakarta membuka pelelangan jabatan lurah. Susan yang semasa kecil bercita-cita jadi guru atau pramugari ini merasa punya ketertarikan untuk membenahi wilayahnya. Baginya, pekerjaan ini memiliki tantangan tersendiri. Setelah melalui proses lelang, ia pun akhirnya dipercaya untuk menjadi lurah di wilayah Lenteng Agung, Jakarta Selatan.
Menjadi pamong, menurut Susan sangat menarik, karena tak ada batas jam kerjanya alias harus siap 24 jam sehari. Pernah, ia mendapat keluhan dari warga lewat pesan singkat (SMS) pukul 01.30. Meski sudah setengah mengantuk, Susan pun segera membalasnya. Susan sadar, tugas lurah memang berat karena harus siap bekerja keras dan cepat tanggap terhadap aspirasi warga, atas apa yang terjadi di wilayahnya.
Susan biasa berangkat kerja pukul 06.00 dari rumahnya di Gondangdia, Jakarta Pusat, dan baru meninggalkan kantor setelah malam. Sampai di kantor, biasanya Susan langsung menyapa warga yang mengurus KTP di lantai dasar dan mengecek pelayanan di ruang pelayanan berkas di lantai dua. Lalu, ia memeriksa surat-surat di mejanya. Jika tak ada rapat atau kegiatan di luar, ia memilih blusukan ke warganya. Dari situlah, ia tahu ada warganya yang punya usaha sol sepatu skala rumahan dengan modal terbatas. Perempuan berdarah Padang-Manado ini pun berhasil mencarikan bantuan pelatihan untuk pengembangan produk.
Berbagai tantangan pun kerap menghadang Susan selama memegang jabatan sebagai lurah, terutama keluhan dari warganya. Ada juga warga yang masih menolak keberadaannya. Namun atas hal itu Susan tidak mau ambil pusing. Ia tetap bekerja seperti biasa, karena keberadaannya sebagai lurah di wilayah itu sudah merupakan intruksi Gubernur. Namun ia tetap menerima semua aspirasi warga, asalkan disampaikan sesuai peraturan.
Ibu dari seorang anak remaja yang sudah SMA ini tergolong keras pada peraturan. Pernah, seorang pria meminta surat pengantar untuk menikah lagi dengan alasan istrinya sudah meninggal. Namun ketika ia meminta menunjukkan surat kematian istrinya, pria itu tidak bisa menunjukkan dengan alasan sedang terburu-buru karena akan segera melangsungkan pernikahan. Susan pun tak bergeming sama sekali, baginya selama pria itu tidak bisa menunjukkan surat yang ia pinta, ia pun tak akan mengeluarkan surat pengantar. Ia memang harus hati-hati mengeluarkan surat seperti itu, agar jangan sampai begitu surat sudah ia keluarkan, ternyata sang istri dari pria itu masih hidup, dan ia yang paling bersalah atas hal itu.
Meski selalu pulang larut malam, di tengah keluarganya Susan masih selalu menyempatkan untuk mengobrol dengan anak semata wayangnya, Claudia Gabriel, mulai dari kegiatan hari itu hingga soal sekolah. Ia tetap menginginkan setiap hari ada komunikasi dengan buah hatinya. Ia pun juga berusaha menyelami apa yang anaknya suka, misalnya soal musik. Maka tak heran bila akhirnya, kini Susan pun jadi turut menyukai musik dari Rihanna dan Beyonce. Sementara, sang suami, R. Daniel K, BS yang mulanya suka protes soal waktu pulang kerjanya, akhirnya kini sudah bisa memahami setelah ia jelaskan.
Di hari Sabtu dan Minggu pun Susan tetap masuk kerja meskipun waktunya hanya sebentar. Ia pun pernah mengajak anak dan suaminya, agar mereka tahu pekerjaannya. Termasuk mengungkapkan fakta bahwa masih ada warga yang menolaknya sebagai lurah. Ia berusaha meyakini suaminya agar tidak khawatir, karena dalam bekerja, ia selalu dikawal penjaga, dan pekerjaan yang dipegangnya pun membawa nama pemerintah.
Seperti lurah lainnya, perempuan yang selalu menyetir sendiri kendaraan dinasnya ke mana-mana ini pun, turut memajang laporan anggaran dan pengeluaran kelurahan di papan bagian depan gedung kelurahan untuk transparansi, serta membuat ruang pelayanan publik di lantai bawah menjadi pelayanan satu atap.
SULASTRI, SE
Lurah Menteng,
Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat.
Rasa deg-degan berkali-kali menghampiri Sulastri seteklah ikut mendaftar pelelangan jabatan lurah. Sebetulnya, meski punya keinginan, ia setengah ragu apakah bisa lolos dalam pelelangan itu. Namun dorongan dari rekan-rekannya di lingkungan kantor Walikota Jakarta Timur tempatnya mengabdi sebagai bendahara selama ini menguatkan niatnya. Menurut rekan-rekannya, ia dikenal cukup tegas dalam bersikap. Setelah lolos tahap pertama yaitu tes potensi akademik, ia harus ikut tes di Mabes Polri.
Sebetulnya, saat itu ia nyaris tak lolos lantaran tak ada pemberitahuan untuknya bahwa jadwal tes dimajukan satu hari. Setengah pasrah, ia berharap masih punya kesempatan. Beruntung, sore hari setelah tes dilaksanakan, staf Badan Kepegawaian Daerah (BKD) meneleponnya dan menjadwalkan ulang tes untuknya. Ia yakin, tim dari BKD akan bekerja dengan baik. Tak mungkin Gubernur akan membuang uang sia-sia untuk membiayai program pelelangan ini dengan mensia-siakan peserta yang lolos tes awal.
Setelah lolos tes tahap dua, ia pun juga lolos tes tahap akhir. Namun ketika teman-temannya sudah kasak-kusuk soal pemenang lelang dan diminta ikut tes kesehatan pada dua hari menjelang pelantikan, ia tak kunjung dihubungi pihak BKD. Isunya waktu itu, yang dilantik adalah yang sempat mengikuti public hearing, sementara Sulastri tidak mengikutinya. Tapi lagi-lagi Sulastri punya keyakinan seperti sebelumnya. Ia yakin akan dapat panggilan karena nilai yang diperolehnya pada saat mengikuti tes memenuhi syarat.
Suaminya, Candra Wijaya,SE, M.Si, yang sejak awal mendukungnya, sempat berbalik setengah pesimis, karena menurut pendapat sang suami, tidak ada sejarahnya seorang staf diangkat menjadi lurah. Namun rezeki memang tak kemana. Saat sedang berada di Puncak, Bogor, Jawa Barat untuk urusan pekerjaan, menjelang Manghrib sebelum pelantikan, ia dihubungi BKD yang menyatakan dirinya akan dilantik esok paginya.
Lantaran tak punya seragam, malam itu juga ia menyetir mobilnya pulang ke Jakarta, ditemani seorang teman perempuan. Ia lega lantaran seragam dan aksesori dari ujung rambut sampai ujung kaki berhasil ia pinjam dari temannya yang mantan lurah. Namun kendala masih ditemuinya lantaran rok yang dipinjamnya tak muat dipakai di tubuhnya. Sampai akhirnya, malam itu juga ia menelepon tukang permak langganan, agar tidak tidur dulu sebelum ia datang. Untungnya rok itu masih bisa ‘dibedah’ karena sisa kain di dalamnya masih lebar. Urusan pakaian seragam itu pun baru kelar pukul 00.30 WIB.
Sulastri mengawali karier Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai staf di Kantor Wilayah Departemen Penerangan DKI pada 1995. Sulastri mengaku senang dan bangga menjadi Lurah Menteng, karena ia mendapatkan jabatan itu bukan dari hasil meminta-minta, melainkan berkompetisi. Ia senang bisa membuktikan bahwa dirinya bisa lolos seleksi. Sebab, banyak lurah pada masa sebelumnya yang tidak lolos lelang.
Menurut Sulastri, menjadi Lurah Menteng yang baru kali ini dijabat perempuan, membuatnya harus bekerja ekstra cepat. Siang usai pelantikan, ia langsung mendapat arahan dari Walikota Jakara Pusat. Besoknya ia langsung bekerja. Minim pengalaman tak membuatnya gengsi bertanya kepada wakil lurah, atasan, atau yang lain. Sekitar sehari setelah pelantikan, pukul 22.30 ia ditelepon staf walikota, ada pohon tumbang di wilayahnya.
Yang membuatnya ‘lemas’, staf itu mengatakan, wilayah Sulastri adalah Ring 1, hingga penyelesaian masalah tidak boleh ditunda agar tidak sampai mencuat ke pemerintah pusat. Saat itu sudah tengah malam, bahkan kantor kelurahannya di sebelah mana saja Sulastri belum tahu, karena siangnya dia ada kegiatan di luar. Apalagi ia juga belum pernah bertemu wakil lurahnya, yang ia tahu hanya nomor teleponnya. Untungnya, waktu ia hubungi, wakil lurah itu mau membantu dengan menghubungi Sudin Pertamanan. Andai saja tidak dibantu, bagaimana mungkin Sulastri mampu menyingkirkan pohon tumbang itu tengah malam ?
Di wilayah kerja ibu dua anak ini, terdapat rumah dinas wakil presiden, rumah dinas gubernur, rumah mantan-mantan pejabat tinggi, serta 55 rumah dinas duta besar. Ia pun sadar bahwa seorang lurah memang tidak bisa bekerja sendiri, harus mampu berkoordinasi dengan dinas-dinas terkait yang membantunya. Apalagi daerah Jakarta Pusat adalah daerah yang sama sekali tidak ia kenali karena selama ini Sulastri berdinas di Jakarta Timur. Awalnya, ia pun sempat mengira akan di tempatkan di wilayah Jakarta Timur.
Berbagai cara pun dilakukan Sulastri yang tiap hari berangkat pukul 05.00 dari rumahnya di Cibubur, untuk cepat beradaptasi dan diterima warganya. Selain mengadakan tarawih keliling pada bulan Ramadhan di lingkungan warga, ia juga dengan nada luwes dan lembut mengajak ibu-ibu di wilayah yang dikunjungi untuk menjaga anak-anaknya agar tidak terlibat tawuran dan corat-coret.
Kelurahan Menteng sendiri memang terdiri dari beberapa Rukun Warga (RW) yang penduduknya dari kalangan elite, hingga ekonomi sulit. Di lingkungan yang termasuk ekonomi sulit lah, di mana jumlah penduduknya sangat padat dan jalan-jalan lingkungan yang kecil hingga hanya mampu dilintasi motor, rawan sekali terjadi tawuran dan penggunaan narkoba.
Dalam bekerja, Sulastri selalu ingat pesan atasannya untuk tidak mudah mengeluh dan sabar. Itu sebabnya, perempuan asli Palembang ini selalu menegur stafnya dengan lembut ketika melihat ada yang melayani warga dengan nada ketus. Ia berusaha mendidik pegawai di kelurahan tempatnya bekerja sebagai pelayan masyarakat yang santun, termasuk saat harus menghadapi warga yang ngotot.
MARINI SRI
INDASWARI, S.STP, MA
Lurah Cikini,
Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat.
Di antara lurah-lurah se-Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, usia Marini paling muda. Meski demikian, perempuan asli Betawi kelahiran Jakarta, 13 April 1980 ini tak gentar memimpin kelurahan yang terdiri dari lima Rukun Warga (RW) ini. Bayangan menjadi lurah, entah kapan waktunya, sudah ada dalam benak Marini sejak kuliah. Maklum, ibu dua anak ini mengambil studi S1 di STPDN Jatinangor, Sumedang.
Seolah tak cukup, pada tahun 2011, mantan Sekretaris Kelurahan Baru, Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur ini meneruskan kuliah S2 di bidang Administrasi dan Kebijakan Publik di Universitas Indonesia, lewat jalur beasiswa seperti kuliah sebelumnya. Jadi, karier Marini saat ini boleh dibilang sudah sesuai dengan jalur pendidikannya. Di tambah lagi, cukup banyak senior di kampusnya yang kini telah menjadi lurah dan camat. Oleh karena itulah, meski baru tiga bulan lulus S2 dan kembali menjadi staf di Kelurahan Baru, Marini mantap untuk ikut mendaftar lelang jabatan lurah pada April 2013, hingga akhirnya ia bisa lolos.
Meski
bayangannya menjadi kenyataan, rasa deg-degan sempat menghampiri Marini pada
awal masa tugasnya yang dimulai 1 Agustus 2013. Sebab dalam kurun waktu satu
bulan terjadi dua kebakaran di wilayahnya, yaitu di RS PG Cikini, dan Taman
Ismail Marzuki (TIM). Walau sudah ada dinas lain yang menangani, tapi tetap
saja sebagai lurah ia harus ikut terjun memantau lokasi. Anggapan bahwa lurah
hasil lelang memang layak menjabat benar-benar berusaha dibuktikan ibu dari dua
anak ini. Ketika diberitahu adanya kebakaran di TIM, saat itu padahal ia tinggal
beberapa puluh meter lagi sampai di rumahnya di kawasan Condet, Jakarta Timur. Terpaksa
ia pun harus kembali lagi ke kantornya.
Mengawasi pengecatan trotoar tengah malam pun pernah dilakukannya. Awalnya, sang suami, Bambang Eko Prabowo, S.STP, M.Si, sering menemaninya bila ia harus bekerja sampai larut malam di lapangan. Tapi lama-kelamaan, ia tidak tega juga melihat suaminya harus ikut menanggung letih, dengan pekerjaan yang dipegangnya. Suaminya, yang juga seangkatan semasa kuliah S1 dengannya, saat ini cukup memberikan dukungan penuh terhadap pekerjaannya. Jangan sampai orang malah menganggap lurah hasil lelang berkinerja buruk karena datang terlambat tapi pulang cepat.
Oleh karena itu, ia dan suaminya kemudian pindah ke rumah dinas Lurah Cikini, yang terletak di daerah Kebon Sirih. Begitu pula dengan sekolah anaknya yang juga ikut pindah. Jadi, Marini yang berangkat kerja selalu mengendarai motor sendiri ini, sekarang hanya butuh waktu lima menit saja untuk sampai ke kantornya.
Kelurahan Cikini yang dipimpin Marini relatif kondusif. Hanya saja, kesadaran warga untuk membuang sampah pada tempatnya, terutama di RW yang padat penduduk masih perlu ditingkatkan. Namun ia cukup senang melihat kawasan padat penduduk di beberapa RW yang saat ini sudah tertata dengan baik, tidak kumuh, dan saluran gotnya lancar. Walaupun rumah mereka berukuran kecil, tapi mereka sudah memiliki hidran di setiap Rukun Tetangga (RT) untuk mengantisipasi kebakaran. Karena rumah mereka tidak punya kamar mandi, kini setiap RT juga sudah memiliki sarana MCK umum.
Dengan menjadi lurah, Marini ingin mengangkat suku Betawi yang selama ini dianggap pemalas. Padahal, tidak semua orang Betawi seperti itu. Di keluarganya, kakak-kakaknya ada yang sukses menjadi tentara berpangkat mayor, menjadi Kapolres di Tanjung Perak, Surabaya, dan guru. Melihat keberhasilan para kakaknya, Marini pun bekeinginan juga bisa bekerja dengan menggunakan seragam kebanggaan. Dan cita-cita itu terwujud dengan berhasilnya ia menjadi lurah.
Ia ingin memberi contoh pada keluarga dan tetangganya, walaupun ia perempuan tapi bisa berhasil mendapatkan beasiswa, bersekolah tinggi, bahkan punya pangkat tinggi. Dengan demikian, ia berharap bisa memacu mereka untuk ikut maju.
Komentar
Posting Komentar