Bentuk dan ukurannya tak jauh beda dari wayang kulit. Wayang ini terbuat dari anyaman rumput, yang bernama rumput kasuran. Rumput kasuran adalah jenis rumput yang biasa dijadikan makanan kuda. Rumput ini hanya tumbuh satu tahun sekali di daerah Purbalingga, Jawa Tengah. Sebenarnya bisa juga membuat wayang ini dengan memakai jenis rumput yang lain. Namun hasilnya tidak bagus dan tidak tahan lama.
Badriyanto,
warga Dukuh Kemangunan, Desa Wlahar, Kecamatan Rembang, Purbalingga ini adalah
salah satu dari orang yang memiliki keahlian membuat wayang suket. Memang tidak
banyak orang yang punya keterampilan seperti Badri. Wayang buatan lelaki yang
sehari-hari berprofesi sebagai tukang batu ini sudah dikoleksi banyak orang di
bebagai kota dan beberapa di luar negeri. Sudah pula menjadi koleksi Rumah
Topeng dan Wayang Setia Darma di Gianyar, Bali. Dan pernah dipamerkan di
California, AS, pada National Day of Puppetry.
Badriyanto belajar membuat wayang suket dari kakeknya yang bernama Kasan Wikrama. Konon, Kasan yang disapa akrab Mbah Gepluk-lah yang menciptakan wayang suket di Purbalingga. Sudah sejak usia 13 tahunan, Badri memperhatikan sang kakek membuat wayang rumput. Yakni, saat sang kakek menggembala kambing. Pada saat itu, Mbah Geouk kerap menganyam rumput menjadi beragam bentuk tokoh pewayangan.
Tak cuma itu, kakeknya pun juga memperkenalkan tokoh-tokoh dan cerita dunia pewayangan dengan penuh semangat layaknya seorang dalang di hadapan penontonnya. Nama Kasan Wikrama sendiri dikenal sebagai pembuat wayang rumput pada 1990-an. Kasang pernah berpameran pada 1995 di Yogtakarta. Badri pun sering diajak serta. Ia ingat, kala itu ada orang yang menanyakan penerus keterampilan membuat wayang rumput.
Badri yang kala itu masih remaja di Rembang, Purbalingga, akhirnya memutuskan diri menjadi penerus sang kakek. Alhasil, saa titu Eyang Gepuk hanya memiliki satu orang penerus di antara lima orang cucunya saat ia masih hidup. Karena sudah sering melihat kakeknya menganyam wayang, saat memutuskan belajar Badri cukup membutuhkan waktu satu minggu. Ia belajar setelah pulang sekolah.
Caranya, Eyang Gepuk menganyam rumput, Badri melihat dan menirunya. Selanjutnya, Badri belajar sendiri, menyempurnakan keterampilannya. Butuh dua tahun bagi Badri untuk belajar membuat wayang suket yang sempurna.
Bagaimana cara membuat wayang suket ? Badri harus menyiapkan bahan baku yang yang tersedia setiap waktu. Batang rumput kasuran, bahan baku wayang itu, sebelum digunakan harus direndam dalam air hingga layu. Baru setelah layu bisa dianyam dengan bentuk sesuai tokoh wayang.
Untuk membuat sosok wayang, semula Badriyanto mengandalkan pengamatan ada gambar tokoh wayang. Ada juga tokoh sudah terekam dalam benaknya karena ia pernah melihat gambarnya. Untuk satu tokoh wayang, ia mampu merampungkannya dalam waktu lima hari.
Tak semua bagian wayang ia buat dengan anyaman yang sama. Wajah dan kain sang tokoh ia buat berbeda. Karena wayang rumputnya tak berwarna maka tampak indah tekstur rumput dengan teknik anyam yang berbeda itu. Butuh keahlian ekstra untuk dapat menganyam rumput tersebut hingga berbentuk wayang.
Untuk membuat satu tokoh wayang, membutuhkan sekitar 200-500 batang rumput kasuran. Badri hanya membuat wayang sesuai pesanan, namun ia juga menyiapkan stok. Karena rumput kasuran hanya tumbuh pada bulan Sura, ia menanam rumput yang biasa untuk makanan kuda itu di kebunnya. Dengan begitu, ia bisa memenuhi pesanan sewaktu-waktu.
Proses pembuatan wayang sendiri bervariasi, antara tiga hari hingga satu minggu untuk satu tokoh wayang tergantung tingkat detail wayang. Namun untuk tokoh-tokoh yang sederhana bisa selesai pembuatannya dalam waktu tiga hari. Untuk satu buah wayang suket, Badriyanto menghargainya sebesar Rp 450 ribu. Satu set tokoh Pandawa Lima dijual seharga Rp 1,5 juta. Hingga saat ini, sudah cukup banyak seniman dalam dan luar negeri yang memesan wayang suket kepada Badriyanto.
SEKILAS SEJARAH WAYANG SUKET
Wayang Suket berkembang di pedesaan di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Wayang suket adalah wayang yang terbuat dari rumput. Wayang suket biasanya digunakan sebagai mainan anak-anak dan juga peraga pewayangan bagi anak-anak di desa. Konon dulu wayang ini berkembang pesat di daerah Mataraman, seperti Bojonegoro, Tulungagung, Kediri, dan Blitar.
Wayang suket ini berbentuk sederhana, biasanya dibuat oleh anak gembala. Sambil menggembalakan ternaknya, mereka menghibur diri dengan menganyam wayang dan memainkannya.
Cara membuat wayang suket para gembala ini cukup mudah. Beberapa helai rerumputan dijalin lalu dirangkai, dilipat, diikat membentuk figure serupa wayang kulit. Wayang suket ini tak tahan lama karena bahan dasarnya rumput yang tak diolah lebih dulu.
Kini dikenal ada dua jenis wayang suket. Pertama, jenis wayang suket yang berbentuk sederhana yang biasa digunakan sebagai mainan anak-anak. Wayang sederhana ini dipopulerkan ke tingkat nasional sebagai pertunjukan panggung oleh dalang Slamet Gundono, yang telah meningga dunia di awal tahun 2014. Kedua, bentuk wayang berukuran besar yang lebih mirip wayang kulit, menggunakan teknik anyam yang lebih rumit. Bahan rumputnya pun diolah sehingga bisa tahan lama.
Komentar
Posting Komentar