EDUCATION : SAFARI TIGA PONDOK PESANTREN DI JAWA TIMUR, LAHIRKAN GENERASI BERAKHLAK MULIA


LIRBOYO





Pondok Pesantren yang berlokasi di desa Lirboyo-Kediri, ini didirikan oleh KH. Abdul Karim di tahun 1910. Beliau adalah warga Magelang yang juga rekan seperguruan KH. Hasyim Asy’ari (pendiri Pondok Pesantren Tebu Ireng) di pondok pesantren asukah KH. Kholis, Bangkalan. Tercatat Pondok Pesantren Lirboyo telah memiliki total 13 ribu santri dan santriwati. Mereka berasal dari Kalimantan, Jawa, Aceh, juga Malaysia da Thailand. Saat ini, generasi ketiga pengurus pondok pesantren adalah KH. A. Idris Marzuqi, KH. Moh. Anwar Manshur, DAN KH. Abdullah Kafabihi Mahrus.

Pondok pesantren ini berdiri di lahan seluas 30 hektar, dengan 400 kamar, dan 90 ruang untuk berbagai kegiatan akademis. Semua pelajaran berbasis kitab berbahasa Arab atau kitab kuning. Pondok Pesantren Lirboyo sendiri memfokuskan mengelola madrasah diniyah. Adapun madrasah aliyah di salah satu unit Pondok Pesantren Lirboyo sudah disetarakan dengan SMA sehingga para santri bisa melanjutkan kuliah tanpa perlu ikut ujian kejar paket. Di luar pendidikan wajib berbahasa Arab, santri dan santriwati juga diajarkan ilmu administrasi, matematika (di kelas dasar), dan sebagainya.




Di pondok pesantren induk memang tidak ada pendidikan formal, namun ada unit-unit yang menyelenggarakan, seperti 13 madrasah setingkat SMP sampai SMA. Semuanya disesuaikan dengan metode salaf dan berkitab bahasa Arab. Pondok Pesantren Lirboyo memang masih konsisten dengan sistem klasik yang mengkaji kitab kuning karangan ulama abad pertengahan. Hal ini diutujukan agar lulusan Lirboyo memahami agama Islam dari sumber asli ulama yang di zaman Rasulullah SAW.
Di Pondok Pesantren Lirboyo juga terdapat sekolah terpadu yang setiap tahunnya mengirim siswanya ke luar negeri, yakni ke Amerika Serikat, Inggris, dan Jerman. Ada pula pelajaran bahasa Mandarin dengan native speaker. Sekolah ini diberi nama Pondok Pesantren Salafi Terpadu Ar-Risalah. Setiap tahun hanya 2 kelas dibuka untuk Pondok Pesantren Terpadu. Karena biayanya juga tidak murah. Uang pangkalnya saja sekitar Rp 25 juta da per bulan dikenakan sekitar Rp 3 juta. Tapi, sekolah ini memang khusus mengedepankan sisi ilmiah.


Pondok Pesantren Lirboyo juga menyelenggarakan Pondok Pesantren Putri Hidayatul Mubtadi-aat yang saat ini memiliki 996 santriwati. Unit ini telah berulang kali memenangkan lomba keterampilan keputrian tingkat kota dan pernah juara I MTQ tahun 2011. Menariknya, salah satu ekstrakurikuler di Lirboyo adalah menyelenggarakan metode menghitung penanggalan dengan Ilmu Falak. Di samping juga menyelenggarakan kursus lain seperti juranlistik, komputer, kepribadian, dan sebagainya. 


Banyak tokoh yang telah dihasilkan Pondok Pesantren Lirboyo seperti Said Aqil Siradj (Ketua PBNU), Gus Mus atau Mustofa Bisri (ulama yang juga budayawan), KH. Wahid Hasyim (ayahanda Gus Dur), ahli syariah MUI juga Dewan Syariah BNI Bapak Hasadudin, KH. Maimum Zubair (Ketua Dewan Syariah PPP). Rata-rata alumnus Lirboyo juga menjadi ulama dan kiai. Lulusan Pondok Pesantren Lirboyo juga sering diminta menjadi tenaga pengajar dari berbagai daerah sampai ke luar negeri. Diharapkan para lulusan itu dapat membawa nilai Islam ke masyarakat sesuai ajaran yang didakwakan Wali Songo yakni Islam yang ramah dan menghormati perbedaan.

TEBU IRENG





Pondok pesantren di bawah kepemimpinan KH. Solahuddin Wahid ini telah memiliki unit pendidikan hingga setingkat universitas. Tak seperti pondok pesantren lainnya, Pondok Pesantren Tebu Ireng memiliki tampilan fisik lebih modern. Terletak di akses jalan utama Jombang menuju Pare-Kediri, Pondok Pesantren Tebu Ireng merupakan salah satu pondok pesantren legendaris di Jawa Timur. Banyak kiai dan ulama di penjuru negeri berasal dari sini. Alumnus Pondok Pesantren Putri Tebu Ireng juga ada yang menjadi anggota DPD Jawa Timur 2014 dan Kepala Pengadilan Agama di Palu.

Saat berdiri di tahun 1899, pondok pesantren ini memang semata memberikan pendidikan agama. Namun, sekarang sudah mempelajari berbagai ilmu seperti bahasa Indonesia, berhitung, dan ilmu bumi. Menginjak kawasan sekolah para santri ini, gedung-gedung operasional sekolah yang megah dan resik langsung terlihat. Wajar saja, di bawah kepemimpinan Gus Solah, banyak pemimpin negeri yang dirangkul untuk memajukan pendidikan di sini.

Pondok Pesantren Tebu Ireng memang menyadari kebutuhan pendidikan formal. Oleh karena itu sejak tahun 1951, Pondok Pesantren Tebu Ireng mendirikan Madrasah Tsanawiyah diikuti sekolah formal lain. Sejak kepemimpinan Gus Solah pula, di trahun 2006 pondok pesantren ini bertekad kembali menekankan ilmu agama. Seperti di Madrasah Mualimin dan Ma’had ‘Aly, mereka menekankan ilmu tata bahasa Arab (nahwu dan shorof), fiqih, tafsir, dan hadis. Keistimewaan lain yang dimiliki pondok pesantren ini adalah fasilitas yang lengkap dan suasana yang nyaman. Banyaknya gedung penunjang sekolah memungkinkan santri dan santriwati untuk belajar pengetauan di pagi hari dan mengaji di sore hari. Salah satu unit yang dibuat tahun 1998 bagi pengembangan wanita adalah Pondok Pesantren Putri Tebu Ireng, yang sampai saat ini sudah mencatat memiliki 400 santriwati. Setiap angkatannya ada sekitar 120-140 santriwati. Bahkan, karena keterbatasan ruang, 800 calon santriwati terpaksa ditolak.





Selain itu, demi menumbuhkan kewirausahaan para santri dan santriwati, pondok pesantren juga mengelola toko dan koperasi sebagai tempat praktik mahasiswa. Di salah satu program dari Universitas Hasyim Asy’ari ada 12 SKS wajib mahasiswa untuk belajar wirausaha. Dan hasilnya, banyak almuni yang akhirnya membuka usaha seperti jual-beli, bengkel las, perikanan, dan lain-lain. Uniknya, tahun 2014 Pondok Pesantren Tebu Ireng membuka unit baru yakni Trensains (pesantren sains) yang berlokasi sekitar 12 kilometer dari pusat Pondok Pesantren Tebu Ireng. Di sekolah ini, para santri belajar sains dan tehnik dengan membuktikan dan meneliti ayat-ayat kauniyah yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis. Untuk mengikuti sekolah inim cukup dengan biaya sekitar Rp 5 jutaan (termasuk biaya pondok).

Di luar sekolah sains Pondok Pesantren Tebu Ireng, sudah banyak alumnus santri maupun santriwati yang mendapat beasiswa dari Kemendikbud dan melanjutkan kuliah ke Perguruan Tinggi Negeri ternama di Indonesia dan luar negeri. Pada intinya, mereka ingin mewujudkan visi pendiri Pondok Pesantren Tebu ireng, KH. Hasyim Asy’ari, di mana beliau menekankan agar santri menjadi orang terbaik yang memberi manfaat pada orang lain, jujur, dan mau menolong.

AL-ISHLAHIYAH





Pondok Pesantren Putri Al-Ishlahiyah di Jl. Kramat no.46, Singosari, Malang, ini memilii sistem pendidikan yang mengadaptasi kebutuhan zaman dan mencetak wanita-wanita hebat. Kendari baru resmi berdiri sebagai pondok pesantren tahun 1955, Pondok Pesantren Al Ishlahiyah sudah menghasilkan alumni yang berkecimpung di berbagai bidang. Ada yang menjadi Kepala Pengadilan Agama Kepanjen-Malang, hakim, anggota DPR, pebisnis, akademisi, hingga menjadi ustazah terkenal di Jawa Timur, Hj Uci.

Pondok pesantren pertama di Singosari ini dirintis KH. M. Thohir, lalu diteruskan cucunya KH. Mahfudz Kholil pada tahun 1953. Dan, dari awalnya hanya beberapa santriwati akhirnya terkumpul ratusan santriwati pada tahun 1983. Santriwati pun terus berdatangan dari penjuru daerah, seperti Malang, Surabaya, Sidoarjo, Riau, dan Nusa Tenggara Timur. Keistimewaan yang dimiliki pondok pesantren ini, tak hanya menerapkan madrasah diniyah. Kebanyakan santriwati Al-Ishlahiyah juga bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah Yayasan Al-Ma’arif. Tak heran, alumni Pondok Pesantren Al Ishlahiyah banyak yang melanjutkan kuliah ke berbagai Perguruan Tinggi Negeri di Jawa Timur.

Dan saat ini, mereka pun juga sedang merintis SMK dengan jurusan Multimedia, Tata Busana, Kimia Industri, Office Automation, dan Programming dengan kurikulum plus pesantren sehingga siswa SMA juga mendapat pendidikan diniyah meski tidak penuh seperti di pesantren. Dalam mengelola pondok pesantren, para pengasuh tidak ingin orangtua hanya menaruh anaknya saja di sini. Mereka mewajibkan agar para orangtua aktif berkomunikasi dan melaporkan perkembangan anak saat di rumah. Dan kepada para santriwati, juga dipesankan agar setelah lulus tetap menjadi wanita yang bermanfaat dan aktif berorganisasi.

Komentar