Selain membenahi perkampungan kumuh di ibukota Jakarta dengan program kampung deret, Pemprov DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Gubernur Jokowi juga fokus membenahi pasar tradisional yang dikonsepkan sebagai etalase ekonomi kerakyatan. Puluhan pasar tradisional yang ada di semua wilayah dilakukan renovasi hingga bisa menjadi tempat berjualan yang nyaman bagi pedagang. Beberapa pasar yang telah selesai direnovasi itu antara lain, Pasar Jembatan Dua, Pasar Cijantung, Pasar Makassar, Pasar Ciplak, dan Pasar Pos Pengumben.
Pasar Pos
Pengumben, salah satu dari pasar yang telah direnovasi itu, sekarang
tampilannya tampak berseri. Suasana di dalam pasar seluas lebih dari 900 meter
persegi itu juga tertata rapih. Ada pembagian zona jualan. Di bagian bawah ada
pedagang buah, sayur, dan sembako. Di bagian lain pasar, pedagang ikan dan
daging dikelompokkan dalam satu zona. Selanjutnya di lantai dua untuk pedagang
pakaian, HP, dan mainan. Dulunya, pasar ini hanya satu lantai, dengan tempat
dagangan yang dicampur jadi satu.
Menurut beberapa pedagang yang sudah berjualan lama di pasar itu, kondisi pasar sebelum direnovasi memang sangat memprihatinkan. Kalau hujan, banyak tempat yang bocor, sehingga para pedagang kerap bingung untuk menyelamatkan barang dagangannya. Selain itu lantai pasar juga becek dan bau tak sedap. Keinginan para pedagang agar pasar itu segera direnovasi, akhirnya baru terealisasi ketika masuk kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo. Proses renovasi pasar sendiri butuh waktu setahun lebih. Selama pembangunan, para pedagang ditaruh di tempat penampungan yang sudah disediakan. Dan peresmian pasar setelah rampung pun langsung dilakukan oleh Jokowi.
Saat ini pasar yang baru sanggup menampung 250-an pedagang lama. Bahkan, sekitar 50 pedagang kaki lima yang dulu berjualan di emperan depan pasar, juga tertampung masuk ke dalam pasar. Kondisi pasar yang sudah menjadi tempat yang nyaman untuk berjualan pun berhasil menarik minat banyak pembeli untuk datang, sehingga pasar jadi ramai. Omzet pedagang pun bertambah. Orang yang dulunya malas ke pasar, karena bangunannya kumuh dan takut ambruk, kini tak ragu lagi berlama-lama di dalam pasar.
Memang sempat ada kendala, ketika pedagang yang ditempatkan di lantai dua mengeluh, karena takut dagangannya tidak dilirik pengunjung yang datang. Tapi itu tak berlangsung lama, karena pengunjung pasar pun juga tidak malas untuk naik ke lantai dua. Toh, barang yang dijual di lantai bawah dan atas juga berbeda. Pedagang sendiri hanya dibebankan biaya kebersihan dan listrik yang besarnya kurang dari Rp 5 ribu per hari. Untuk los, biaya sewa Rp 3.500, kios Rp 4000, dan listrik untuk satu los Rp 1000. Kini pedagang merasa optimis ke depannya pasar bakal lebih ramai, dan tidak kalah dengan suasana di dalam mal.
Komentar
Posting Komentar