PROFIL : NURDIN RAZAK, Penggiat Ekowisata di Taman Nasional Baluran




Kecintaannya pada Taman Nasional Baluran, sudah dalam tahap ‘keras kepala’ dan tak masuk akal. Betapa tidak, meski bukan petugas baluran, ia tak pernah berhenti mempromosikan dan ikut mengembangkan ekowisata di taman nasional itu. Yang mencengangkan, semuanya dilakukan tanpa pernah minta imbalan.

Ketika berdiri di atas menara pandang dengan latar belakang hamparan padang savana luas kawasan Taman Nasional Baluran, Banyuputih, Situbondo, Jawa Timur, tangan Nurdin sudah fasih menunjuk ke berbagai sudut di mana masing-masing satwa berada. Ia juga begitu hafal kebiasaan satwa yang ada di taman nasional seluas 25 hektar itu. Mulai dari perilaku burung-burung indah, rusa dan banteng yang berkoloni, sampai di mana dan jam berapa biasanya macan tutul terlihat di Baluran. Walau bukan petugas di taman nasional itu, tapi sudah sejak tahun 2003 Nurdin kerap blusukan di sana. Jadi, ia memang tahu kehidupan fauna sampai sosial masyarakat yang ada di sekitar Baluran. Nurdin menyebut dirinya adalah seorang penggiat ekowisata sekaligus fotografer wild life (kehidupan liar) yang begitu mencintai dan perhatian pada Baluran.



Ketertarikan Nurdin Razak untuk terjun ke habitat alam liar di Baluran memang memiliki cerita yang sangat panjang. Ia pertama kali mengenal hutan setelah menjadi dosen pariwisata di Universitas Airlangga, Surabaya tahun 1996. Ketika memegang mata kuliah ekowisata, ia mengajak 75 orang mahasiswanya masuk ke kawasan Taman Nasional Alas Purwo yang berada di wilayah Kabupaten Banyuwangi. Itu adalah pengalaman pertamanya masuk ke hutan. Baginya sederhana saja, karena lokasi wisata di Indonesia itu tidak hanya di Bali saja yang memang indah dan dilengkapi dengan hotel-hotel mewah. Tapi hutan juga bisa dieksplore sebagai tujuan wisata yang menarik. Kala itu, mahasiswanya diajak menjelajah hutan. Ketika berkumpul di penginapan sederhana milik Perhutani, mereka melakukan diskusi dan membuat laporan. Aktivitas di tengah hutan dilakukan selama seminggu penuh. Nurdin selalu melakukan kegiatan tersebut setiap semester, dan baginya hal itu sangat menyenangkan. Apalagi kawasan Alas Purwo merupakan hutan tropis, yang suasana alamnya lebat sekali.

Namun, pada tahun kedua atau kunjungan keempat, ada sebuah peristiwa yang membuat Nurdin harus hengkang dari sana. Salah satu mahasiswanya tiba-tiba kesurupan dan berbicara tak karuan. Roh halus yang masuk ke tubuh mahasiswa itu mengaku bernama Mustofa dan telah berusia 400 tahun. Nurdin menjelaskan, memang dalam dunia mistik nama Alas Purwo sudah tidak asing lagi. Akibat kejadian itu, pada tahun ketiga, ia bersama 75 mahasiswamya pindah dengan mengambil lokasi kuliah lapangan di kawasan Taman Nasional Meru Betiri, yang bersebelahan dengan Alas Purwo. Meru Betiri alamnya juga tak kalah eksotis dan menjadi jujugan pelancong karena di sana ada lokasi tempat penyu bertelur. Namun di Meru Betiri Nurdin cuma bertahan setahun, karena lokasinya terlalu jauh untuk dijangkau.

Barulah pada kuliah lapangan di taun 2003, Nurdin beralih ke Taman Nasional Baluran. Salah satu pertimbangannya, Baluran letaknya berada di pinggir jalan raya Situbondo – Banyuwangi. Maka mahasiswa pun akan jauh lebih enak karena lokasinya mudah dijangkau. Nurdin mengisahkan, pada tahun-tahun awal di Baluran, ia bersama mahasiswa datang hanya tiap semester. Mereka menginap di home stay dengan harga murah, milik warga di desa Wonorejo yang letaknya bersebelahan dengan taman nasional. Lama kelamaan kecintaan Nurdin pada Baluran kian mendalam.




Setiap bulan bahkan kurang, Nurdin selalu datang sendiri ke taman nasional yang berjarak 250 km arah timur dari Surabaya tersebut. Untuk menuju ke sana, ia rela naik sepeda motor. Di sana ia tak hanya satu atau dua hari menginap, tapi bahkan bisa sampai lebih 10 hari. Di dalam taman nasional itu, dia harus tidur di pos penjagaan milik polisi hutan. Nurdin bercerita, terkadang sang istri sampai marah karena ia tidak kunjung pulang. Nurdin menyukai Baluran karena memiliki keaneka ragaman fauna yang sangat lengkap. Selain itu, taman nasional yang ditemukan oleh seorang pemburu Belanda pada tahun 1929 ini adalah satu-satunya taman nasional di Asia Tenggara yang memiliki padang savana alami. Nama Baluran sendiri diambil dari nama kapal dagang Belanda jurusan Batavia – Nederlands bernama Baloeran. Nurdin pun sampai saat ini masih berusaha mencari data mengapa nama Belanda itu bisa dijadikan nama taman nasional.

Banyak hal yang dilakukan Nurdin ketika di dalam Baluran. Karena memiliki talenta di bidang fotografi, ia berusaha memotret wild life aneka fauna beserta landscape-nya. Yang lebih mulia lagi, ia menyediakan dirinya menjadi pemandu wisata secara gratis. Kalau ada wisatawan asing yang datang ke Baluran, dengan suka rela Nurdin akan mengantar dan menunjukkan tempat hewan-hewan tertentu berada. Dan ia memang tidak pernah mau dibayar. Nurdin punya pengalaman yang sangat berkesan ketika memandu wisata. Suatu ketika, ada satu keluarga dari Polandia datang ke Baluran. Nurdin yang kebetulan memiliki kemampuan bahasa Inggris yang sangat bagus, menawarkan diri untuk memandu mengantarkan ke titik-titik mana saja habitat hewan tertentu berada. Tentu saja tawaran Nurdin itu disambut dengan senang hati.



Tak sekedar membantu, ia juga mau meminjamkan kameranya kepada anak-anak dari keluarga itu, untuk memotret seekor rusa yang tengah birahi. Rusa yang menggaruk-garukkan tanduknya ke rumput kering itu merupakan obyek yang sangat indah. Kekaguman sang turis kepadanya makin tinggi ketika Nurdin menolak untuk diberi honor. Begitu terkesannya dengan Nurdin, setiba di negaranya sang turis mengirim e-mail. Ia mengatakan, selama bersama keluarganya berpetualang di berbagai taman nasional yang ada di berbagai belahan dunia, baru di Baluran ia mendapat pengalaman paling mengesankan dari seorang pemandu wisata. Saking gembiranya dengan apa yang telah Nurdin lakukan, Nurdin pun ditawari untuk datang ke negaranya. Dan mereka yang akan menanggung biaya akomodasi selama di sana. 

Pengalaman mengesankan lain yang tak pernah dilupakan seumur hidupnya adalah ketika pada Februari 2012 atau selama sembilan tahun di Baluran, Nurdin berhasil memotret macan tutul. Potret hasil karyanya itu merupakan karya foto dokumentasi sejak 30 tahun terakhir yang dimiliki oleh Balai Taman Nasional Baluran. Selama ini para polisi hutan atau pengunjung sering tanpa sengaja bertemu dengan si binatang buas tersebut tetapi tidak pernah ada yang mendokumentasikan. Cerita Nurdin mendapatkan foto eksklusif tersebut itu juga sangat menarik. Ketika hari mulai senja, Nurdin berada di pos. Ia mendapatkan informasi dari polisi hutan yang mengabarkan baru saja melihat seekor rusa berlari dengan kondisi bagian ekor berdarah-darah dengan luka tercabik-cabik. Nalurinya sebagai seorang fotografer alam liar langsung muncul. Ia kemudian mengeluarkan kamera dari dalam tas dan masuk ke semak-semak tidak jauh dari tempat rusa berlari. Saat itu ia dibantu oleh seorang polisi hutan yang mengarahkan lampu ke arah depan.



Tak disangka, tampak seekor macan tutul berjarak sekitar 7 meter di depannya terlihat terkejut akibat sorotan lampu yang dibawanya. Seketika itu juga ia langsung mengarahkan kamera dan mengambil foto berkali-kali. Selang beberapa detik kemudian, si macan yang dalam kajian ilmiah jumlahnya di dunia diperkirakan hanya sekitar 200 ekor itu menghilang ke dalam rerimbunan hutan. Begitu macan itu menghilang, justru jantung Nurdin berdebar kencang karena baru menyadari mendapatkan obyek yang langka. Keberuntungan Nurdin ternyata belum berakhir. Setahun kemudian ia bertemu kembali dengan macan tutul lain di tempat yang berbeda. Pertemuan kedua kembali dia abadikan dengan komposisi yang sangat bagus. Foto macan tutul tersebut kemudian ia jadikan sampul buku kumpulan foto-foto wild life terbaiknya yang diberinya judul Amazing Baluran.

Rencananya, Nurdin akan menjual buku foto eksklusif tersebut kepada siapa pun yang berminat. Dananya akan ia jadikan modal untuk melakukan riset sekaligus memotret fauna alam liar lokasi taman nasional yang berbeda. Untuk pengembangan ekowisata, Nurdin pun berusaha melakukan edukasi ke berbagai pihak. Ia memberikan pelatihan massal secara cuma-cuma kepada petugas Taman Nasional Baluran tentang ekowisata, termasuk bagaimana memandu wisata. Menurutnya, di dalam dunia ekowisata, seorang guide saat memandu soal rute yang akan dilalui tidak boleh sembarangan. Misalnya saja, saat melewati rumput yang sudah rebah karena banyak terinjak kaki, maka ia harus mencari rute yang lain. Sebab, hakikat ekowisata memang harus menjaga kelestarian alam.



Tak hanya polisi hutan dan pemandu wisata. Nurdin juga mendidik warga Desa Wonorejo, yang bersebelahan dengan Baluran. Mulai dari pemilik home stay yang banyak bertebaran di sana sampai para tukang ojek yang biasa mengantar turis masuk ke dalam taman nasional. Ia berikan ilmunya bagaimana caranya memberikan pelayanan yang baik sehingga wisatawan suka ke sana. Kalau wisatawan senang datang, tentu akan memberi pemasukan secara ekonomi kepada mereka. Nurdin menjelaskan, daerah Situbondo dan Banyuwangi memiliki potensi yang luar biasa yang harus di kelola dengan baik.

Ilmu tentang wisata yang berwawasan lingkungan juga ia ajarkan kepada anak-anaknya. Sesekali keluarganya yang ada di Surabaya diajaknya datang ke Baluran untuk berpetualang masuk ke hutan. Bahkan anak sulungnya, Fairuza Hanun Razak sudah memiliki bakat seperti dirinya. Hanun yang juga sudah fasih bahasa Inggris itu, mulai belajar memandu turis asing. Si anak juga mempelajari rute-rute di mana fauna berkoloni. Menurut Nurdin, memang sangat penting seseorang dikenalkan dengan alam mengingat alam merupakan sumber ilmu pengetahuan.

Untuk melengkapi obsesinya mengembangkan ekowisata di Baluran, Nurdin telah membeli sebuah rumah bersuasana asri di Desa Wonorejo. Rumah yang berdiri di atas tanah seluas 900 meter persegi itu diberi nama Baloeran Ecolodge. Arti dari ecolodge adalah rumah yang ramah lingkungan. Oleh karena itu, di rumah pribadi yang juga ia sewakan ini, tidak ada televisi, AC, maupun radio. Tamu-tamu dari Eropa yang mengunjungi Baluran sering singgah di rumahnya ini.



Masih banyak lagi yang dilakukan Nurdin. Ia juga kerap menjadi pembicara di berbagai seminar tentang ekowisata. Bahkan ia pernah diundang diskusi oleh anggota Wantimpres (Dewan Pertimbangan Presiden) Prof. Dr. Muthia Hatta. Ya, Nurdin memang sudah banyak berbuat untuk Baluran. Negeri yang kaya dengan tempat wisata ini, sesungguhnya memang butuh banyak lagi sosok-sosok seperti Nurdin.

Komentar