Di jantung kota Yogyakarta, tepat di pinggir jalan AM Sangaji, sebelah utara Tugu, Bu Hadi sibuk dengan jualannya, gatot dan tiwul. Pembeli gatot-tiwul buatannya berasal dari beragam kalangan, mulai masyarakat biasa sampai Ngarsadalem (keluarga keraton). Bahkan ia juga sering mendapat pesanan dari berbagai instansi untuk acara rapat. Selain itu, artis ibu kota yang sedang menyambangi Yogya pun juga kerap mencicipi gatot dan tiwul buatannya, antara lain Eddies Adelia, Tina Toon, Didi Petet, dan lainnya.
Bu Hadi
mengaku berjualan gatot-tiwul mengikuti jejak neneknya. Sejak tahun 1975, kala
masih remaja, ia sudah ikut membantu neneknya. Kemudian usaha neneknya itu
sempat dilanjutkan ibunya, baru kemudian diteruskan kembali olehnya. Lokasi
yang ia pakai berjualan adalah tempat yang sama dengan yang dipakai neneknya.
Ia cukup nyaman berjualan di pinggir trotoar selebar kurang lebih 1,5 m x 3 m
itu.
Dagangan yang
dijajakan sejak pukul 17.00 itu selalu laris luar biasa. Hanya dalam waktu dua
jam, dagangannya sudah habis. Larisnya gatot-tiwul olahan ibu 7 anak ini sudah
terkenal di Yogyakarta. Olahan gatot-tiwul itu pun masih sama seperti zaman
neneknya. Tanpa ada rahasia, Bu Hadi mengaku, rasa manisnya terbuat dari gula
merah asli.
Hidup
berkecukupan dari gatot dan tiwul juga dirasakan oleh Martini, yang berjualan
di Pasar Ringin, Bugisan. Dari hasil berjualan gatot-tiwul ia berhasil
mengantarkan tujuh anaknya mengenyam pendidikan tinggi. Bahkan ada anaknya yang
kini menjadi anggota TNI Angkatan Udara, dan ada pula yang berhasil meraih
gelar sarjana. Kini Martini pun bisa merasakan hidup yang layak. Ia bisa
membeli rumah dan mobil.
Tak cuma pandai
memasak gatot-tiwul yang enak, Martini juga terampil membuat lopis, cenil,
serta ketan bubuk kukus. Jualannya pun bervariasi. Berkat tiwul pula, Martini
mengaku sudah beberapa kali masuk tayangan televisi.
Komentar
Posting Komentar