CULINARY NIGHT KOTA BANDUNG : Pesta Ragam Kuliner dan Pertunjukan Seni Budaya




Datanglah ke Bandung di malam Minggu. Di beberapa lokasi yang telah ditentukan, anda bisa menemukan beragam kuliner khas dan pertunjukan seni budaya di kota yang penuh kreativitas ini.

Ya, kota Bandung memang seakan tak pernah kehabisan ide kreatif. Beragam cara ditemukan dan dilakukan urang Bandung secara kreatif untuk meningkatkan perekonomian mereka. Bukan hanya dari kalangan masyarakat, melainkan juga pemerintah kota Bandung. Dari sederet program pemerintah kota, salah satu yang menarik adalah Culinary Night yang digelar setiap malam Minggu. Sesuai namanya, yang ditawarkan dalam acara ini adalah ragam kuliner. Ratusan stan berjajar di beberapa titik lokasi. Ada beberapa penjual yang menawarkan jenis makanan yang senada, tapi terkadang ada pula yang berbeda varian rasa.  Salah satu tempat yang sering dipakai untuk menggelar Culinary Night adalah di Jalan Pasundan yang masuk dalam wilayah Kecamatan Rengkol. Di acara yang digelar di ruas jalan antara Jalan Pungkur dan Jalan Sasak Gantung itu, terlihat berderet stan kuliner di sepanjang jalan. Mayoritas stan menjajakan  camilan atau minuman ringan. Hanya 1-2 yang menjajakan menu ‘berat’ seperti nasi.



Salah satu yang menarik perhatian sebut saja makanan tradisional seperti awug dan ulen yang dikemas secara modern dalam kotak kardus berukuran kecil. Ulen ditawarkan dalam aneka rasa yang mewakili citarasa kekinian, antara lain rasa green tea. Makanan lain yang banyak dijumpai di Jalan Pasundan adalah sosis bakar dan goreng dalam beragam ukuran yang jarang dijumpai di kota lain. Mulai dari ukuran biasa sampai sepanjang 30 cm per potong. Ada pula pizza, salad buah, kentang goreng yang dijual dalam bentuk ulir sangat panjang, hotdog, yogurt, crepes, bahkan sushi. Semua makanan yang disajikan secara apik tersebut terasa menggoda untuk dicicipi.

Anda juga bisa menemui es lilin Likliki aneka warna dalam freezer yang dibawa langsung ke stan pinggir jalan itu. Es lilin yang diklaim memiliki tekstur dan rasa seperti es krim ini menawarkan beragam varian rasa. Sebut saja rasa durian, kelapa, melon, coklat, stroberi, mangga, hingga kopi. Sungguh menyegarkan di malam yang terasa panas dan agak sesak karena penuhnya pengunjung. Selanjutnya, di pintu masuk halaman Puskesmas Pasundan, akan anda lihat freezer yang memajang ratusan mochi es krim, salah satu makanan yang kini tengah naik daun di Bandung. Di dalam mochi bermerek O Mochi itu, terdapat es krim hasil buatan sendiri. Yang menarik, mochi O Mochi yang dijajakan itu memiliki beragam warna pastel yang mencuri perhatian.



Ternyata, rasanya pun banyak yang unik. Selain rasa matcha, ada juga rasa sakura yang berwarna pink, terbuat dari sari bunga sakura asli. Si pembuatnya, Rahmat, khusus mengimpornya dari Jepang, jadi tidak ada yang menyamai. Membuka usaha mochi sendiri baru satu tahun belakangan ini di tekuni Rahmat yang dibantu istrinya. Rahmat mengaku menangguk untung cukup besar dari keikutsertaannya dalam Culinary Night. Tiap kali mengikuti Culinary Night, minimal dagangannya laku sebanyak 200 buah, bahkan kalau ia mengikuti acara yang sama di Jalan Dago, bisa laku minimal 600 buah. Rahmat menjual mochinya seharga Rp 6000 per buah.

Yang menarik, suasana yang seru dan asyik akan terlihat di depan stan Rahmat. Di situ digelar pertunjukan lagu-lagu tradisional dari kelompok kesenian lokal. Sambil memainkan alat musik di tangan masing-masing, kelompok yang semuanya ibu-ibu ini menyanyikan lagu dalam bahasa Sunda sambil melawak, membuat para penonton yang menyaksikan sambil berdiri tertawa terpingkal-pingkal.

Selain di Jalan Pasudnan, Culinary Night juga digelar di beberapa lokasi lain, di antaranya Sukajadi dan Jalan Lengkong Kecil. Di Jalan Lengkong Kecil yang lebar itu, puluhan stan di sepanjang kanan dan kiri jalan bisa dikunjungi sembari menonton pertunjukan musik dari grup band dan juga pertunjukan kesenian. Sama halnya dengan Culinary Night di Jalan Pasundan, di lokasi ini tak sedikit penjual yang menawarkan makanan yang sama di antara stan-stan yang ada. Selain itu, kebanyakan juga menawarkan makanan dan minuman ringan. Antara lain, mochi, teh ala Thailand alias thai tea, dan yogurt. Kebanyakan makanan dan minuman yang ditawarkan memang yang kini tengah digandrungi anak muda, yang notabene menjadi pengunjung mayoritas Culinary Night di semua lokasi.

Salah satu yang menarik pada Culinary Night yang ada di Lengkong Kecil ini adalah stan Tutut Batu Itam milik Nung. Ia hanya menjual keong sawah berwarna cokelat gelap yang dimasak dengan bumbu Manado dan tambahan daun kemangi. Setiap mengikuti Culinary Night, Nung selalu membawa 100 kg tutut yang selalu habis terjual. Seporsi tutut ia hargai Rp 8000.




Yang juga menarik di Culinary Night Lengkong Kecil adalah adanya stan kue kering dan nastar berkarakter yang ditata dalam toples plastik kecil. Pembeli bisa memesan kue kering atau nastar dengan karakter sesuai yang mereka mau, bisa Doraemon, Mickey Mouse, dan sebagainya. Untuk ukuran toples kecil, harganya Rp 13.000, ukuran sedang Rp 20.000, dan besar Rp 30.000. Umumnya, para penjual di sini mengemas makanan yang mereka tawarkan secara sederhana, antara lain dengan plastik. Namun, banyak pula yang punya kemasan khusus untuk produknya.



Kebanyakan produk yang ditawarkan di Culinary Night memang sudah memiliki merek dan logo sendiri. Bahkan pemasarannya pun tak hanya di acara ini saja, melainkan juga lewat sosial media, antara lain Twitter dan Facebook. Selain memajang akun sosial medianya, di banner yang mereka pajang di depan meja stan juga menyertakan nomor ponsel dan kalimat “Menerima Pesanan.” Rata-rata, peserta Culinary Night memang dari kalangan UMKM. Ada yang baru mulai, ada pula yang sudah lama mendulang sukses dalam bisnisnya. Es lilin Likliki, misalnya, sudah memiliki puluhan outlet yang tersebar di berbagai kota di Jawa Barat, Tangerang, dan Jakarta. Rupanya, peluang yang dibuka Pemerintah Kota Bandung bagi pengusaha kuliner untuk menjajakan produk mereka disambut penuh antusias untuk meningkatkan omzet dan mengenalkan produk mereka secara luas.

Bukan hanya mengenalkan produk di kalangan masyarakat Bandung saja tapi juga turis dari luar kota, bahkan mancanegara. Di sela-sela stan makanan, terselip pula stan non kuliner seperti stan Pegadaian, operator seluler, dan kaus C59 di Culinary Night Jalan Pasundan. Harga sewa stan yang bervariasi besaran nominalnya pun tak masalah bagi mereka. Ada yang membayar Rp 300 ribu untuk satu stan, ada pula yang hanya membayar Rp 250.000. Jalanan yang sempit tak jadi soal, toh di jalanan yang menjadi lokasi Culinary Night memang ditutup total untuk kendaraan sejak pagi atau siang hingga malam. Pengunjung pun tampak rela berdesak-desakan. Meski begitu, mereka tak lupa pula untuk ber-selfie di bawah gerbang Culinary Night. Sungguh momen yang tepat untuk melepas penat. Kapan lagi bisa duduk di tengah jalanan beramai-ramai bersama teman atau keluarga, untuk menonton pertunjukan musik gratis yang digelar di panggung di tengah jalan ?

DI BALIK KESUKSESAN ACARA CULINARY NIGHT BANDUNG


Culinary Night yang digelar Dinas Pariwisatak Bandung dibuat untuk kian memantapkan julukan kota Bandung sebagai kota kuliner yang beragam. Ide membuat Culinary Night muncul setelah diadakannya Braga Festival. Acara yang dikunjungi ribuan orang itu menawarkan beragam produk, namun belum ada kulinernya. Warga pun menyarankan agar diadakannya stan kuliner. Saran itu lalu ditangkap dan direalisasikan oleh Walikota Bandung, Ridwan Kamil, dengan menggelar festival khusus kuliner yang kemudian disebut Culinary Night setiap malam Minggu di Jalan Braga, mulai sore hingga pukul 23.00. Pertama diadakan pada Februari 2014 silam, pengunjungnya ternyata membludak. Dan selalu terulang kembali setiap acara ini digelar bulan-bulan berikutnya. Lalu, Ridwan Kamil pun berinisiatif untuk mengadakannya di setiap kecamatan. Apalagi, memang ada pertanyaan dari warga, mengapa hanya digelar di Jalan Braga saja ?




Ridwan pun menginstruksikan agar Culinary Night diadakan di tiap kecamatan. Dan kini setiap malam Minggu, Culinary Night digelar di beberapa tempat, bahkan bisa lima kecamatan sekaligus. Setiap lokasi selalu ramai dan padat pengunjung, bisa mencapai lebih dari 10 ribu orang yang datang. Bahkan saat acara diadakan bertepatan dengan ulang tahun kota Bandung, pengunjungnya tercatat sampai 30 ribu orang.  Acara Culinary Night pun sukses sebagai ajang silaturahmi dan ajang pemberdayaan masyarakat yang mengisi tenant. Ini telah menjadi program pemerintah untuk masyarakat Bandung, agar tetap bisa bertahan bukan hanya dari sisi kulinernya, melainkan juga kreativitasnya. Semua forum event organizer yang ada di Bandung diajak untuk membuat hal-hal baru yang sifatnya kreatif, agar pengunjung tidak jenuh. Misalnya, tempat pertunjukan dibuat tanpa panggung yang tinggi.


Acara ini juga dibuat dengan kreasi budaya dan kuliner agar terasa romantis. Penyelenggara bersyukur, sejak pertama kali diadakan, tidak pernah ada keributan atau perilaku ugal-ugalan dari pengunjung. Lokasi acara Culinary Night sendiri setiap minggunya diumumkan lewat Twitter dan radio. Menariknya, yang menjadi panitia Culinary Night di setiap lokasi adalah warga setempat, sedangkan pemerintah hanya memfasilitasi dan mengawasi jalannya acara. Di ujung-ujung jalan yang menjadi lokasi Culinary Night memang selalu tampak beberapa polisi berjaga. Secara swadaya, pemerintah juga mengajak pengusaha-pengusaha lokal untuk ikut berkontribusi, misalnya untuk membayar seniman yang tampil.


Untuk mengakomodir warga sekitar, panitia menggratiskan biaya sewa stan mereka yang berjumlah sekitar 50-60 persen dari seluruh stan. Sisanya diisi tenant dari luar yang membayar sewa secara bervariasi, antara Rp 250 ribu – Rp 400 ribu. Para tenant pun juga menangguk untung. Ada yang dalam waktu setengah jam dagangannya dibuka langsung habis. Ada yang meraup untung Rp 2 juta – Rp 10 juta setiap kali ikut acara ini. Culinary Night juga menjadi cara pemerintah kota Bandung untuk meningkatkan indeks kebahagiaan warganya, karena di sini juga ada sajian pertunjukan seni budaya. Setiap kecamatan yang menggelar Culinary Night punya ciri khas sendiri. Di Braga, misalnya, ada payung di atas gerbang selamat datang. Yang sekaligus memberikan kesempatan masyarakat berfoto selfie di situ.


Kesuksesan Culinary Night rupanya juga menarik perhatian media untuk meliput, bahkan termasuk stasiun teve di Inggris dan Tiongkok yang kagum dengan antusiasme pengunjung. Ternyata, kabar tentang Culinary Night sudah mulai mendunia.

Komentar