INDONESIAN PEOPLE : KIPRAH TIGA PENELITI PEREMPUAN INDONESIA



Tiga perempuan peneliti muda Indonesia ini, tak hanya berprestasi dalam dunia penelitian, tapi mereka juga sukses membuktikan bahwa para perempuan peneliti bisa ikut berkontribusi demi kehidupan yang lebih baik.

Dr. NANIK PURWANTI




Dr. Nanik Purwanti, yang akrab dipanggil Nanik, memiliki hasrat yang besar untuk menjadi seorang peneliti. Bahkan saat bekerja di swasta, Nanik selalu tertarik untuk mengajar. Gayung bersambut, di tahun 2005, ketika ada tawaran untuk mengajar di almamaternya IPB, Nanik dengan semangat langsung menerima. Ia sangat menikmati mengajar mahasiswa, membimbing mereka penelitian, dan membuat penelitiannya sendiri. Di sini Nanik semakin menyadari, ternyata bidang ini adalah passion-nya. Walaupun ia termasuk orang yang tidak sabaran, tapi lewat profesi inilah ia bisa berubah menjadi lebih sabar.


Nanik yang berkonsentrasi terhadap ilmu Tekni Pangan ingin terus mencari solusi diversifikasi bahan pangan yang bermanfaat bagi masyarakat Indonesia. Tak heran proposal penelitiannya yang berjudul Mengembangkan Mikrokapsul dengan Protein Nanofbirils Menggunakan Proses Absorbs Layer by Layer untuk Diterapkan Sebagai Perangkat Pelepasan Terkendali mencuri perhatian juri kompetisi For Women In Science L’Oreal 2014 dan membuatnya menjadi pemenang.


Sejak awal, Nanik mengaku penelitian ini ditujukan agar dapat mencari solusi diversifikasi untuk membuat mikrokapsul terhadap bahan pangan yang berpotensi. Nanik pun ingin menggali terus potensinya. Ia kembali sekolah meneruskan program master dan doktor di Belanda selama kurang lebih 6,5 tahun. Kemudian ia melanjutkan dengan mengambil postdoctoral di Jepang.


Istri dari Anton Ady Susanto ini mengaku, untuk menjadi perempuan peneliti membutuhkan passion dan kerja keras. Ia menceritakan, suka dukanya menjadi peneliti cukup banyak. Salah satunya, harus berpisah dengan suami dan keluarga saat harus studi di luar negeri. Beruntungnya, sang suami selalu men-support dan keluarga juga terus mendukung hingga semuanya dapat berjalan dengan lancar.


Dr. Rer.nat WITRI WAHYU LESTARI Ssi, MSc




Pupus harapan karena tak bisa mewujudkan cita-citanya menjadi dokter tidak membuat Dr. Rer.nat Witri Wahyu Lestari Sssi, MSc menyerah. Pilihan keduanya untuk menekuni bidang kimia di UNS ternyata tak salah. Dari bidang inilah ia semakin sukses menjadi akademisi dan peneliti yang terus berprestasi. Rupanya Tuhan memang telah punya skenario lain untuknya. Meskipun pilihan kedua, Witri memang tertarik juga dengan ilmu kimia. Ia tidak merasa terpaksa menekuninya. Ternyata semasa kuliah, nilai-nilainya pun selalu bagus dan membuat ia semakin menyukainya.


Perjalanan kariernya semakin mulus saat Witri lulus dengan nilai cum laude dan diterima mengajar di almamaternya. Padahal waktu itu ijazah belum ia terima dan posisi yang kosong juga hanya satu, ditambah ia harus bersaing pula dengan master dari Universitas Gajah Mada dan Universitas Diponegoro. Selama setahun mengajar, istri Edy Suparmanto ini, pun terus mencari beasiswa untuk melanjutkan studi di Jerman. Gayung bersambut, lewat DAD program pertukaran pelajar, Witri pun dapat meneruskan master di Universitas Leipzig yang terkenal di Jerman. Dan setelah menimba ilmu di tempat yang jauh dari keluarga selama 2 tahun, ia pun berhasil mendapat gelar master. Witri mendapat sintetik material yang sangat bagus dan spektakuler untuk penelitian. Hingga, profesor pembimbingnya pun sangat senang. Akhirnya, sebelum lulus ia ditawarkan untuk mengambil gelar Phd. Kesempatan ini pun dianggap ibu satu anak ini sebagai rezeki yang sangat besar dari Tuhan.


Witri lalu segera mengambil doktor di universitas yang sama. Satu tahun kemudian ia mengajukan lagi beasiswa dari Slumberger Oil Company yang memang memiliki program Foundation for Women in Science Enginering, yakni program khusus Phd dan postdoctoral. Semasa tinggal di Jerman, Witri pun semakin cinta pada dunia riset. Ia merasakan update ilmu pengetahuan di Jerman begitu cepat, seperti saling berkejaran untuk membuat penelitian yang bagus. Maret 2014, Witri pulang ke tanah air. Saat kembali mengajar, ia bertekad untuk terus menularkan semangat meneliti, termasuk saat sedang menguji skripsi dan membimbing mahasiswa. Menurutnya, dunia riset juga perlu ada inovasi. Paling tidak bisa menumbuhkan ide-ide yang baru. Dan tugas peneliti adalah mencarikan solusinya.


Witri pun membuat penelitian mengenai produksi green diesel dari minyak kelapa sawit menggunakan katalis zeolit alam termodifikasi. Minatnya ini dilatar belakangi keprihatinannya melihat bahan bakar bersubsidi yang terus menjadi polemik. Maka ia ingin meneliti potensi bahan bakar minyak pengganti lewat kelapa sawit yang produknya ramah lingkungan. Menurut Witri, Indonesia masih butuh lebih banyak orang-orang pintar. Ditambahkan Witri, perempuan punya energi yang luar biasa apabila menjadi seorang peneliti, selain itu sifat perempuan juga bisa multitasking dan lebih teliti, rajin, serta ide-idenya juga lebih brilian. Perempuan peneliti Indonesia sebenarnya banyak, tapi hanya kurang terpublikasi dan tersosialiasi dengan baik. Oleh karena itu Witri merasa perlu menyampaikan, bahwa menjadi peneliti itu sungguh mulia. Karena peneliti juga bisa beramal lewat ilmu.


Witri juga berpendapat, perempuan harus cerdas. Karena ibu yang cerdas, dapat mendidik anak-anaknya tumbuh menjadi anak yang juga cerdas. Agar bisa jadi cerdas juga banyak medianya, Mulai dari membaca buku, koran, atau bacaan yang berkualitas, sampai menjaga hubungan keluarga. Karena bagi perempuan yang sudah menikah, rido orangtua dan suami itu juga perlu menjadi prioritas.


Drh. FITRIYA NUR ANNISA DEWI, PhD




Sejak kuliah, Drh. Fitriya Nur Annisa Dewi, Ph.D sudah memiliki passion menjadi peneliti. Tak heran kesukaannya itu membawa kesuksesan. Penelitiannya mengenai pengaruh kaempferol dari daun katuk untuk potensi pencegahan kanker pada sel epitel kelenjar susu, sukses membawanya menjadi salah satu pemenang For Women In Science L’Oreal 2014. Sebagai perempuan Fitriya sangat peduli terhadap semua masalah kesehatan yang dialami wanita. Ia pun fokus melalukan penelitian untuk mencegah kanker payudara. Karena kanker payudara masih menjadi momok perempuan di Indonesia, terlebih masuk nomor dua tertinggi setelah kanker serviks. Kanker payudara juga menjadi penyebab kematian tertinggi kaum wanita. Dan lewat bidang yang dikuasainya inilah, Fitriya ingin berbuat sesuatu, apa yang bisa dicegah atau bisa dikontribusikan.


Fitriya semakin tertaik saat studi literatur dan melihat statistik bahwa kanker payudara di negara-negara di Asia jauh lebih rendah dari negara Barat, tapi trend-nya sudah mulai meningkat. Bila trend-nya sudah meningkat, lalu apa yang bisa dilakukan untuk mencegah ? Maka, harus melakukan sesuatu. Namun Fitriya menegaskan, latar belakang penelitiannya ini tak berhubungan sama sekali dengan pengalaman pribadi ataupun keluarganya. Istri dari Fajar Solihin ini juga tak pernah protes bahwa profesi yang digelutinya sekarang jauh dari publikasi dan masih dipandang sebelah mata. Perempuan peneliti muda Indonesia, menurut Fitriya sudah banyak. Kalaupun tidak mendapatkan sorotan, mungkin semuanya sudah memaklumi. Justru itu menjadi motivasi mereka untuk lebih baik. Mereka harus berfokus pada penelitiannya, bagaimana dampaknya, dan apakah bisa menghasilkan sesuatu yang baik untuk orang banyak.


Menjadi peneliti tak lantas membuat perempuan kelahiran Jakarta, 25 Juni 1982 ini mengabaikan hal lain dalam hidupnya. Kalau dibilang banyak menghabiskan waktu terbanyak di laboratorium, itu memang benar. Tapi ia mesti pintar-pintar juga mengatur waktu untuk bersosialisasi. Jadi ia masih bisa berkumpul dengan teman-temannya hanya sekedar untuk review tempat makan baru, dan masih bisa pula kumpul dengan keluarga. Buat Fitriya, menjadi peneliti adalah profesi yang menyenangkan, kalau punya passion dan keingintahuan yang tinggi. Karena apa pun pekerjaannya jika dilakukan dengan tulus dan sepenuh hati, bawaannya akan selalu senang dan optimal mengerjakannya. Namun harus diketahui dulu, apa yang diinginkan dari pekerjaan itu ?


Menurut Fitriya lagi, menjadi seorang peneliti tak lepas dari inspirasi sang bunda. Ibunya, Drh Wiwiek Bagja, sangat berpengaruh dalam hidupnya. Mereka memang sama-sama dokter hewan, tetapi keduanya mendalami bidang yang berbeda. Fitriya yang ingin berkarya lebih banyak lagi ini, berharap penelitiannya bisa bermanfaat untuk orang banyak dan bisa dipublikasikan di jurnal. Karena bila berhasil dipublikasikan, akan bisa dibaca bayak orang dan menjadi semakin bermanfaat.

  



Komentar