PEREMPUAN INSPIRASI : KHILDA BAITI ROHMAH, Pendiri Komunitas SAMPAHHOE, Ajak Masyarakat Mengelola Sampah Yang Benar Sekaligus Memiliki Nilai Jual




Sepak terjang perempuan kelahiran kota kembang, Bandung, 14 Juli 1988 ini memang tak pernah jauh dari persoalan lingkungan, khususnya sampah. Sejak SMA, ia sudah akrab dengan isu-isu lingkungan. Berasal dari keluarga sederhana, anak pertama dari 6 bersaudara ini sejak bangku Tsanawiyah (setingkat SMP) sudah turun tangan membantu orangtuanya demi membiayai kelima adiknya. Berbagai pekerjaan pun ia lakoni, mulai menjadi loper koran, buruh percetakan, editor di perusahaan web, pengajar privat, dan lain sebagainya. Dalam sehari, Khilda mengaku bisa bekerja di 5 tempat.

Perjalanan hidupnya seperti dibelokkan ketika suatu hari di akhir tahun 2006 ia bertemu seorang kakek pengangkut sampah. Berdasarkan cerita si kakek tersebut, beliau sudah 35 tahun bekerja menjadi pengangkut sampah, dan mempunyai delapan anak. Namun penghasilannya hanya Rp 350 ribu sebulan, sehingga anak-anaknya tidak bisa melanjutkan pendidikan. Saat itu, Khilda langsung merenung, bahwa ternyata dirinya masih lebih beruntung dibanding kakek pengangkut sampah tersebut. Khilda pun bertekad membuat kegiatan pengelolaan sampah berbasis peningkatan pendapatan para pengangkut sampah. Tahun 2007, ia masuk Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Pasundan, Bandung. Keputusannya mengambil jurusan tersebut pun tak lepas dari minatnya pada persoalan lingkungan, khususnya sampah. Dari kampus, ia pun mulai mencari tahu cara mengelola sampah yang benar sekaligus memiliki nilai jual.  

Khilda mengaku tertarik pada sampah karena ternyata ada 3 peran dalam pengelolaan sampah, yaitu orang yang membuang sampah, orang yang mengelola sampah seperti pemerintah, dan orang yang menggantungkan hidup dari sampah. Dan peran yang ketiga inilah yang sering ia temui setiap kali pergi ke berbagai daerah melakukan petualangan sampah. Ternyata, perjalanan hidup Khilda memang ‘tak boleh’ jauh dari urusan sampah. Setiap kali magang bekerja, ia sepertinya selalu dijodohkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan sampah. Misalnya ketika ia magang menjadi fasilitator di sebuah perusahaan konsultan, ia belajar tentang ilmu pendampingan masyarakat untuk mengelola sampah secara mandiri. Atau ketika bekerja menjadi city fasilitator Program Percepatan Permukiman, di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi, ia kembali bertemu dengan ilmu manajemen pengelolaan sanitasi, khususnya sampah. Di sana ia banyak belajar tentang cara mengelola sampah di wilayah pesisir.

Setiap berkunjung ke satu daerah, Khilda tak jarang juga meminta berkunjung ke tempat pembuangan akhir sampah., karena di sanalah ia dapat belajar tentang sampah. Di sana, ia bisa bertemu dengan banyak orang yang menggantungkan hidupnya dari mengangkut dan mengambil barang-barang yang masih layak untuk dijual. Saat kuliah, Khilda pun aktif di dunia ‘persampahan’. Saat duduk di semester 1 dan 2, bersama teman-temannya ia berjualan Takakura (salah satu metode pengomposan). Ia juga magang menjadi fasilitator pengelolaan sampah di Cimahi saat duduk di semester 3, lalu di tahun ketiga kuliah, bersama teman-temannya meneliti pembuatan energi alternatif dari sampah. Ia juga membuat pelatihan pengelolaan sampah rumah tangga bagi dosen-dosen di Fakultas Teknik Unpas.

Dari kampus jugalah cikal bakal komunitas Sampahkoe yang digagas Khilda berawal dan kemudian berhasil ia wujudkan. Sejak awal mendirikan komunitas tersebut, Khilda pun rela menyisihkan 30 persen pendapatan/gaji dari pekerjaannya untuk membiayai kegiatan pengelolaan sampah. Kegiatan komunitas ini berawal di Cimahi ketika ia membantu pengembangan tempat pengelolaan sampah terpadu, dilanjutkan di Sukabumi, bekerjasama dengan dinas kebersihan setempat membina 2 lokasi yaitu di Baros dan Cikundul. Setahun kemudian, program pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang ia rintis pun berkembang. Sampah itu ia olah menjadi kompos dan beberapa kerajinan, hingga akhirnya ia bisa meningkatkan gaji pengangkut sampah, dari semula Rp 350 ribu menjadi Rp 650 ribu per bulan. Belakangan, Khilda pun juga mendapatkan pesanan dari Brunei Darrusalam.


Sejak itu, Khilda mengembangkan komunitas pengelola sampah di Cimahi, Bandung, dan Sukabumi yang diberi nama ‘tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST). Dari perjuanganyan itu, Khilda pun diganjar penghargaan pertama, Ashoka Young Change Award Tahun 2009 di bidang Water and Sanitation. Di situ, ia bisa bertemu anak-anak muda yang luar biasa sehingga membuat dirinya lebih bersemangat mengelola komunitas. Khilda masih ingat betul, sebelum pergi ke Jakarta dan mendapatkan penghargaan itu, ia tidak memiliki uang sama sekali. Ia kemudian ke rumah kakeknya untuk meminta doa, yang oleh kakeknya ia lalu diberi bekal uang Rp 50 ribu. Tapi tak disangka, ternyata uang itu adalah pemberian terakhir dari kakeknya. Sebelum ia berangkat, kakeknya bertanya, perihal apa yang akan dilakukan Khilda setelah lulus kuliah ? Khilda pun menjawab dengan yakin ingin menjadi insinyur pertanian. Mendengar jawabannya, sang kakek segera mendoakannya agar cita-citanya itu terkabul. Dan itu merupakan doa terakhir dari kakeknya sebelum beliau wafat yang masih terus terngiang-ngiang di benak Khilda. Khilda pun bertekad untuk memberikan yang terbaik demi kebahagiaan si kakek. Dan ketika pulang, Khilda berharap sang kakek bisa melihatnya membawa penghargaan. Namun ternyata, sang kakek sudah meninggal, sehingga tidak bisa melihat cucunya meraih penghargaan tersebut.

Kesedihan tak membuat Khilda jatuh. Ia justru makin terlecut untuk bangkit dan bersemangat belajar mengelola sampah berbasis masyarakat. Komunitas Sampahkoe pun semakin berkembang, sampai pada awal tahun 2010, aktivitasnya di Sampahkoe mendapat liputan dari sebuah media. Ketika artikel pertama tentang komunitas Sampahkoe terbit, seminggu kemudian Khilda dihubungi panitia dari Sampoerna yang mengabarkan bahwa artikel kegiatannya di Sukabumi menjadi salah satu pemenang Sampoerna Pejuang 9 Bintang. Khilda mengaku terkejut karena merasa tidak pernah mengikuti kompetisi tersebut. Ternyata wartawan yang meliput kegiatannya lah yang memasukkan artikelnya ke lomba tersebut. Akhirnya, Khilda pun berhasil menjadi juara Pejuang Lokal Termuda di Bidang Manajemen Lingkungan. Artikelnya sendiri berhasil meraih juara ketiga Penulisan Artikel.

Hadiah yang diperoleh dari lomba tersebut, ia gunakan untuk membiayai kuliah sampai selesai dan sebagian lagi untuk pengembangan TPST. Ternyata,  kerja keras Khilda tak sia-sia. Beberapa tempat binaannya berhasil mendapatkan penghargaan P2WKSS (Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera) tingkat provinsi. Beberapa penghargaan lain pun ia raih, antara lain Mahasiswa Berprestasi Universitas Pasundan Bandung tahun 2011, Danamon Award 2011, Tupperware She Can Award tahun 2012, Srikandi Merah Putih dari Indosat tahun 2013, dan Perempuan Inspiratif NOVA 2014. Tahun 2013, ia juga terpilih menjadi delegasi Indonesia di Asia Pasific Youth Conference di Seoul, Korea Selatan, dan menjadi muslimah satu-satunya yang terpilih menghadiri konferensi tersebut.


Saat ini, Khilda tengah mengembangkan beberapa penelitian terkait potensi energi alternatif dari sampah. Ia juga membuat beberapa mesin untuk pembuatan energi alternatif tersebut, meskipun masih skala kecil. Selain itu, ia juga sedang mengembangkan program pengelolaan sanitasi terpadu. Bersama teman-temannya ia berusaha mengumpulkan dana untuk itu dengan mengajukan permohonan hibah program ke berbagai pihak. Inovasi terbaru yang ia kembangkan bersama timnya adalah ‘minyak sampah’, yakni bahan bakar alternatif dari sampah kulit pisang. Awalnya, ia hanya ingin melakukan tugas penelitian untuk mata kuliah Bioteknologi Linkungan, namun saat itu tidak memiliki modal. Kebetulan Khilda juga sering mengikuti diskusi tentang pengelolaan sampah di Facebook. Dan, di sana ada salah satu pembaca yang tertarik dan mengajaknya untuk mengunjungi penangkaran monyet di mana terdapat banyak limbah kulit pisang. Akhirnya, ia diberikan modal untuk melakukan penelitian dan berhasil. Saat ini, di tempat penangkaran monyet tersebut sampah kulit pisang telah dikembangkan untuk pembuatan bioethanol atau energi alternatif.

Khilda mengingat masa-masa awal menekuni dunia ‘persampahan’, keluarganya sempat terheran-heran dan belum tahu apa yang ia kerjakan. Ia pun menceritakannya dengan panjang lebar terkait program atau kegiatan yang dijalankannya. Akhirnya, keluarganya pun mendukung. Ia pun juga tak segan untuk berbagi ilmu kepada keluarganya. Misalnya dengan membagikan ilmunya kepada sang ayah yang berprofesi sebagai guru PLH. Dan saat ini, ayahnya juga sedang menulis buku pelajaran PLH untuk SD dan SMP. Kakak dari ibunya yang sangat kreatif dan terampil membuat handycraft pun ia ajarkan membuat beberapa handycraft dari sampah. Hasilnya sangat bagus. Khilda yang memiliki hobi membaca dan menulis ini pun sekarang juga sedang menggarap penulisan buku biografi tentang pengalaman hidupnya berpetualang dengan sampah.


Selain itu, kini Khilda juga tengah menikmati peran barunya sebagai seorang ibu dari anak perempuannya, Khayla Almeera Maritza. Jadi, selain kegiatan rutin mengelola komunitas Sampahkoe, ia juga harus membagi waktunya untuk mengurus anak. Sebisa mungkin pekerjaannya dikerjakan di rumah, atau kalau harus keluar, ia bisa membawa anaknya. Khilda juga merasa beruntung, suaminya, Genta Yudaswara, selalu mendorong dan memotivasinya untuk terus berkembang serta menyumbangkan ide-ide cara pengelolaan sampah. Sebenarnya, aku Khilda, mimpinya masih banyak. Perempuan yang juga kerap menjadi narasumber di berbagai media cetak dan elektronik ini, ingin sekali membuat kampung sanitasi terpadu, dengan mengembangkan potensi desa melalui pengelolaan sanitasinya, khususnya sampah. Ia juga ingin belajar mengelola sampah ke berbagai negara. Ia ingin mewujudkan mimpinya agar bisa seperti Kartini yang menciptakan perubahan.


Komentar

  1. Artikel menarik dan inspiratif Mbah Avy...sosok perempuan ini pantas jadi salah satu model citra cantik Indonesia...Salam Kompasiana Salam Hangat

    BalasHapus
  2. mestinya banyak tokoh2 muda inspiratif macam khilda yg diangkat... agar inspirasinya menyebar kemana2... salam suksess

    BalasHapus

Posting Komentar