Meski kini pendidikan karakter mulai digaungkan pemerintah, sekolah dengan konsep pendidikan karakter sebetulnya sudah ada sejak lama. Dengan pendidikan karakter sebagai fokusnya, porsi untuk hal ini lebih besar dibanding pendidikan akademik dan lainnya di sekolah. Di School of Universe (SoU), misalnya, pendidikan akhlak menempati porsi terbesar, yaitu 80 persen. Cerdas secara intelektual dan mampu menghasilkan karya yang berguna bagi banyak orang sekalipun, pada akhirnya akan sia-sia bila digunakan untuk hal yang negatif, buruk, atau merugikan, baik manusia maupun alam. Maka, pembentukan karakter yang baik menjadi salah satu kunci pendidikan di sekolah berbasis pendidikan karakter. Diharapkan, ketika lulus mereka bisa menjadi rahmatan lil alamin atau istilahnya ramah lingkungan. Jadi, tidak sombong, suka menolong, tidak ingkar janji, dan disiplin.
Sekolah modern
berbasis agama di Indonesia banyak yang menjalankan pendidikan karakter seperti
ini. Meski sekolah membekali siswa dengan pendidikan karakter lewat kurikulum
dan kegiatannya, tak serta merta orangtua bisa ‘bebas merdeka’ lantaran merasa
tugas ini sudah diambil alih oleh sekolah. Justru dalam hal ini orangtua
menjadi mitra sekolah, bersama-sama menjalankan tugas ini. Karena kalau
orangtuanya tidak terlibat, akan percuma saja. Misalnya, anak diajarkan
berdisiplin di sekolah, tapi ketika di rumah orangtua membiarkannya melanggar
aturan, maka anak akan bingung yang mana yang benar dan karakter yang baik
sulit terbentuk. Baik buruknya karakter anak, sepenuhnya memang berada di
tangan orangtua, karena anak lebih banyak berada di rumah daripada di sekolah.
Kontribusi dari sisi waktu dan teladan lebih banyak dari orangtua. Jadi, kalau
memang ingin membenahi pendidikan di Indonesia, sebenarnya benahi dari keluarga
terlebih dahulu.
Apa saja yang
bisa dibekalkan orangtua pada anaknya untuk menghadapi masa dewasanya ? Antara lain adalah pembentukan
akhlak, pengetahuan, leadership, dan
bisnis. Inilah hal-hal yang diajarkan dalam sekolah berbasis karakter. Sehingga
diharapkan ketika lulus dan dewasa kelak, siswa bisa mandiri dan tidak
merepotkan orangtua dengan berbagai masalah. Pembentukan akhlak hanya bisa
dilakukan para guru dan orangtua dengan satu cara, yaitu memberikan teladan
alias contoh yang baik. Sebab, akhlak tidak bisa diajarkan secara teori. Akhlak
itu harus diajarkan secara applied
(terapan). Misalnya, kalau ingin anak jujur, maka orangtua dan guru juga harus
berperilaku jujur. Kalau mau anak membuang sampah di tempatnya, orangtua dan
guru pun juga harus berbuat demikian.
Meski terkesan
sederhana, namun pada praktiknya tidak mudah. Ketika guru buang sampah
sembarangan, misalnya, guru harus ikhlas diingatkan siswa dan berterima kasih
atas hal itu, bukan malah marah. Sedangkan pengetahuan bisa didapat dengan
teori dan praktik ilmu serta teknologi. Sementara, konsep leadership dijabarkan dalam kurikulum untuk membentuk jiwa
kepemimpinan siswa. Sekolah yang tidak pernah melatih jiwa kepemimpinan
siswanya, maka tidak akan bisa melahirkan pemimpin. Salah satu metode yang
dipakai adalah outbound dengan
mengajarkan kerja sama tim, membentuk rasa saling percaya, memecah ketakutan,
dan berani agar muncul kreativitas. Sementara bisnis dilakukan dengan sistem
magang langsung pada pengusaha. Cara ini dianggap ideal. Pada hakikatnya, yang
paling banyak melahirkan pengusaha adalah bisnis keluarga. Kalau ayahnya punya
usaha dan anaknya biasa ikut terlibat sejak kecil, biasanya setelah dewasa dia
akan menjadi pengusaha sukses.
Siswa yang
mendapat pendidikan karakter yang baik akan lebih matang pola berpikirnya
dibandingkan anak seusianya. Pendidikan karakter, memang lebih baik bila
diberikan pada anak sejak dini. Dan agar lebih menyenangkan anak, alam sekitar
bisa menjadi media pembelajaran.

Komentar
Posting Komentar