Di tengah maraknya
kasus korupsi dan ketidakjujuran di negeri ini, masih ada asa tersisa. Di
beberapa tempat, masih ada berbagai aktivitas yang melatih masyarakat Indonesia
untuk berperilaku jujur, dan ternyata hasilnya sangat baik. Di Yogyakarta ada
Kampung Kejujuran yang menjadi proyek percontohan KPK. Ada juga mahasiswa
penjual tahu bakso yang tidak pernah menunggui dagangannya. Sementara itu penerbit
Gramedia Majalah menghadirkan Konter Kejujuran untuk pembaca media terbitannya,
dengan mengambil sendiri media cetak yang dijual, lalu memasukkan uang di kotak
yang tersedia, tanpa pengawasan sama sekali. Selalu ada harapan untuk membangun
Indonesia jujur.
KAMPUNG ANTI
KORUPSI – YOGYAKARTA
Perilaku
korupsi yang makin mengkhawatirkan hingga ke berbagai ranah kehidupan,
mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengembangkan upaya pencegahan
korupsi berbasis keluarga. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan menanamkan
nilai-nilai kejujuran dan kesederhanaan dalam keluarga. Salah satu kelurahan di
Yogyakarta dipilih KPK sebagai ajang percontohan implementasi pencegahan
korupsi berbasis keluarga. Agustus 2014 lalu, di Yogyakarta, Wakil Ketua KPK
Busyro Muqodas (kini mantan), dalam acara sosialisasi Pencanangan Budaya Anti
Korupsi Berbasis Keluarga di Kotagede, Yogyakarta, memilih Kelurahan Prenggan
sebagai wilayah percontohan kampung anti korupsi, karena berhasil melakukan
konservasi nilai-nilai kejujuran dan menurunkannya pada generasi selanjutnya.
Apa
sesungguhnya keistimewaan Kelurahan Prenggan hingga terpilih menjadi wilayah
percontohan kampung anti korupsi ? Menurut Lurah Prenggan, Kus Surasa, hal itu bisa terlihat dari kebiasaan-kebiasaan
kecil di dalam keluarga warga Prenggan yang jujur dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari, juga kegiatan kemasyarakatan warga yang berlangsung secara
transparan. Semuanya berjalan alami. Bukan dimulai dengan kedatangan KPK yang
menyodorkan setumpuk program untuk warga Prenggan. Kehidupan yang dimaksud
misalnya, antar warga tidak ada saling mencurigai satu sama lainnya. Contoh,
hasil infak masjid yang terkumpul, dilaporkan pada warga setiap bulan dan
disetor sesuai perolehannya. Demikian pula hasil jumputan beras tiap rumah yang
diwujudkan dalam bentuk uang, semuanya dipaparkan dalam pertemuan bulanan RT
dan digunakan untuk kegiatan RT sebagaimana mestinya. Semua laporan keuangan
dilakukan secara transparan.
Kejujuran
warga Prenggan sudah dibuktikan oleh Slamet, salah satu warga Prenggan yang
membuka warung di RT 10. Warung milik Slamet ini tidak pernah dijaga. Semua
dagangan sudah ada label harganya. Jadi, ketika misalnya ada warga yang
membutuhkan tabung gas pada malam hari, mereka tinggal membayarnya dengan uang
pas, lalu dimasukkan ke tempat yang sudah disediakan, setelah itu bisa
mengambil sendiri barangnya. Tanpa perlu pelayanan, warung kejujuran ini pun
sudah berjalan cukup lama.
Kepercayaan
yang diberikan KPK pada warga Prenggan pun mendorong banyak warga menjadi
relawan pencegahan korupsi dalam berbagai kegiatan. Mereka membantu KPK
melakukan pencegahan korupsi berbasis keluarga. Sebelumnya KPK telah memberikan
berbagai modul yang harus direalisasikan selama tiga tahun. Untuk menjadi
relawan, warga pun diberi pelatihan terlebih dulu oleh KPK. Selanjutnya,
relawan ini akan menyampaikannya kepada masyarakat. Salah satu yang mereka
sampaikan misalnya tentang perilaku kejujuran kepada anak-anak lewat cara
mendongeng. Sebagai relawan, tentu saja pekerjaan mereka ini tidak mendapat bayaran
dari KPK.
KONTER
KEJUJURAN
Berangkat dari
rasa percaya bahwa masih banyak orang Indonesia yang berlaku jujur. Gramedia
Majalah, yang menerbitkan beragam media cetak dalam bentuk majalah dan tabloid
menghadirkan Konter Kejujuran. Konsepnya mirip dengan warung atau kantin
kejujuran. Pembeli bisa mengambil sendiri majalah atau tabloid yang ingin
dibelinya, lalu memasukkan uangnya di kotak yang tersedia, tanpa pengawasan
sama sekali. Hasilnya ternyata luar biasa, tingkat kehilangannya hanya sekitar
1%, alias dari 100 eksemplar, hanya satu yang hilang. Artinya, memang lebih
banyak orang Indonesia yang jujur.
Gramedia Majalah mencoba memberikan pengalaman pada pelanggan media cetak terbitan mereka, bahwa berlaku jujur adalah sesuatu yang menyenangkan. Para pelanggan itu pun bisa juga mengajak putra-putrinya untuk mencoba membeli majalah anak-anak di Konter Kejujuran sekaligus memberikan edukasi tentang pentingnya kejujuran. Konter Kejujuran Gramedia Majalah tersedia di beberapa kota, seperti Jabodetabek, Surabaya, Semarang, Solo, Bandung, dan Medan. Lokasinya tersebar di pusat perbelanjaan, rumah sakit, sekolah, perkantoran, dan sebagainya. Istimewanya lagi, semua media cetak dijual dengan harga yang lebih murah sedikit dari harga banderol.
Kegiatan ini sepertinya juga merupakan upaya penerbit Gramedia Majalah untuk melatih masyarakat agar mau jujur dalam bertransaksi seperti yang selama ini digalakkan oleh KPK. Hal menarik lain dari Konter Kejujuran ini adalah, adanya slogan yang tercantum di rak konter, yaitu “Mau Mujur ? Ya harus jujur:”
CERITA DARI SEPOTONG TAHU BAKSO
Cerita tentang
sepotong kisah kejujuran juga datang dari Andi, mahasiswa Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Setiap hari, pukul 06.00, ia meluncur dari
rumahnya di kawasan Bantul, menembus belasan kilometer kampusnya di kawasan
Sleman. Dengan mengendarai motor, Andi menerobos pagi sambil membawa ribuan
tahu bakso matang. Andi berkisah, sejak dirinya menjadi mahasiswa UNY, ia sudah
membawa tahu bakso olahan ibunya untuk dijual di kampusnya. Berhubung ia harus
mengikuti perkuliahan hingga sore, boks berisi tahu itu ia tinggal begitu saja
di depan gedung fakultasnya. Di samping boks tahu, ia menaruh kaleng kosong
bekas biskuit yang sudah dilubangi, untuk tempat menaruh uang. Nantinya, pembeli
boleh mengambil tahu di boks lalu memasukkan uangnya ke kaleng itu. Selesai
kuliah sore hari, ia tinggal mengambil boks tahunya. Dan ternyata dagangannya
itu habis dan uangnya juga terkumpul sesuai jumlah yang terjual.
Sejak saat itulah, teman-teman kuliahnya tertarik membantunya berjualan. Boks-boks tahu itu juga diletakkan di fakultas lain. Sejak saat itu pula kantin kejujuran berdiri di tujuh titik kampus UNY hingga saat ini. Beruntungnya Andi, karena Fakultas mau memberikan sedikit tempat untuk berjualan. Bahkan setelah itu, banyak teman-teman lainnya yang juga ikutan membuka kantin kejujuran. Teman-teman Andi semasa ospek yang kini jadi partner bisnisnya ada 4 orang. Mereka membantu Andi dengan berbagai motivasi. Ada yang hasilnya untuk membelikan susu keponakannya yang piatu, ada pula yang ingin punya uang jajan sendiri. Sayangnya, di bulan Januari 2015, Andi telah kehilangan ibunda tercinta yang tiap hari mengolah tahu. Namun, meskipun ibunya telah meninggal, usaha tahu di rumahnya tetap berjalan karena ada karyawan yang terus bekerja.
Di kampusnya, Andi terkenal sebagai juragan tahu. Teman-temannya banyak yang mengambil tahu dengan harga Rp 1.200 per tahu. Mereka jual Rp 1.500, jadi mendapatkan untung Rp 300 per tahu. Dikalikan jumlah tahu yang laku terual, pendapatan mereka pun cukup lumayan. Untuk Andi sendiri rata-rata per harinya bisa menjual 1.200 tahu bahkan lebih kalau sedang ada pesanan. Uang hasil penjualan tahu itu langsung Andi serahkan ke ayahnya sesampainya di rumah.
Memang kerap pula ditemui kasus, ada ketidakcocokkan antara jumlah uang yang diperoleh dengan tahu yang ‘menguap’ dari boksnya. Mungkin ada beberapa yang usai menikmati tahu bakso dagangan Andi, tapi kemudian lupa untuk membayar, atau memang sengaja tidak membayar. Karena itu, Andi mengambil kesimpulan, bahwa kejujuran itu masih sulit, karena hal itu harus tumbuh dari lubuk hati. Dari berjualan tahu, Andi sudah bisa menabung sampai puluhan juta. Dan anak bungsu dari 4 bersaudara ini pun bercita-cita ingin naik haji. Dari keuntungan berjualan tahu pula, Andi sudah bisa membeli sebuah laptop idamannya untuk membantunya belajar.
wahh keren,..
BalasHapusprodusen mukena katun jepang
anti korupsi seperti jogja harus di tiru di kota2 lain yamas
BalasHapussalam sukses
Amoorea Sabun