Usianya masih
terilang muda saat pertama kali duduk sebagai produser sebuah film layar lebar.
Namun berkat kegigihan dan ketekunannya belajar dari satu produksi film ke
produksi lainnya, tangan dingin Frederica berhasil menghasilkan film-film
berkualitas seperti Semesta Mendukung,
La Tahzan, Belenggu, Laskar Pelangi 2:
Edensor, Coboy Junior The Movie,
dan Comic 8. Ia mengaku sebetulnya
tidak pernah terbesit dalam pikirannya bisa duduk sebagai seorang produser.
Latar belakang pendidikannya adalah public
relation (PR). Keluarganya pun juga tidak ada yang bekerja di industri
kreatif.
Setamat
kuliah, Frederica mulai bekerja di biro periklanan di usia 19 tahun. Ia mulai
bekerja sebagai staf administrasi, yang pekerjaannya hanya nge-print, lalu dikasihkan ke kurir untuk diantar ke tempat lain.
Kemudian ia pindah ke advertising
production, yang tugasnya syuting membuat televisi commercial. Setelah itu, kariernya semakin meningkat. Frederica
bersyukur selalu dipertemukan dengan orang-orang yang baik dan tepat hingga
bisa dipercaya menjadi produser sebuah reality
show dan game show bertaraf
internasional, Joe Millionaire dan Fear Factor Indonesia di tahun 2006. Reality show Fear Factor bisa dibilang
karier pertamanya yang berskala internasional karena benar-benar produksi yang
besar. Sebelumnya harus membeli lisensi resmi, jadi bisa dapat banyak panduan.
Frederica mengaku banyak belajar dari acara itu.
Tahun 2009, Frederica kemudian bergabung di Falcon Music yang menaungi musisi seperti Rhoma Irama, Iwan Fals, dan Ridho Rhoma. Seiring perkembangan perusahaan yang juga memproduksi film, lalu kisah Frederica sebagai produser film pun dimulai. Film pertama yang ia produseri adalah Milli & Nathan. Sebagai seorang produser, tugas Frederica tentu sangat banyak. Untuk proyek satu judul film, ia bertangung jawab dari pre production seperti penggodokan naskah dan pemilihan pemain, produksi (syuting) hingga post produksi, promosi, dan distribusi. Tentu terbayang, tantangan dan kendala yang dihadapinya sangat banyak. Macam-macam masalahnya. Ia menceritakan, kadang-kadang apa yang terjadi di balik layar itu lebih banyak dramanya dibandingkan dengan cerita filmnya sendiri. Mulai dari selisih pendapat soal skenario atau pemain, dana yang kurang, sampai harus subsidi silang antar departemen. Tapi menurut Frederica, semuanya itu sebenarnya cukup mengasyikkan. Ia mengibaratkan, dirinya digaji memang untuk dibuat pusing dengan permasalahan tersebut.
Dengan segala
tatangan tersebut, perempuan yang juga tertarik pada fotografi ini mengaku
sudah sangat nyaman bekerja di belakang layar. Bahkan ia tak pernah terpikir
untuk berganti bidang. Selama ini ia merasa masih sangat betah karena pekerjaan
ini cukup menantang. Kalau tidak ada tantangannya, justru tidak bisa memacu
dirinya menjadi lebih baik lagi dan lagi. Di pekerjaan yang ia lakoni tersebut,
Frederica menilai masih adanya kesenjangan antara distribusi film asing dan
nasional. Maksudnya adalah, jumlah layar bioskop yang menayangkan film produksi
Hollywood masih sangat banyak dibanding dengan layar yang memutar film
nasional. Artinya, para pelaku industri film lokal memang harus bekerja keras
untuk produksi film negara sendiri.
Frederica mengaku ia punya cara jitu untuk menghilangkan stress kala sibuk mengurus produksi film. Biasanya kalau pikirannya sudah sangat pusing, ia berolah raga. Pilihannya adalah pilates atau renang. Dan setelah olahraga itu, pikirannya pun jadi lebih jernih. Frederica juga bersyukur, ia mendapat dukungan dari orangtuanya meski pekerjaannya tak mengenal jam pasti. Terutama sang ibu, yang tidak pernah melarang apa pun yang ia kerjakan, dan selalu memberikannya support. Ibunya tahu apa yang Frederica jalani saat ini, bisa membuatnya senang. Bahkan, karena si ibu sangat mengerti dengan tuntutan kerjanya di industri film yang sering pulang malam, terkadang beliau suka menungguinya pulang, dan selalu mengingatkan agar menjaga kesehatan. Tak pelak, hal itu membuat Frederica semakin bersemangat melahirkan karya melalui film nasional. Sampai saat ini, sudah belasan film layar lebar yang ia produksi. Menurut Frederica, dari semua film itu, ada satu yang menorehkan prestasi luar biasa, yaitu film Comic 8. Film yang dibintangi para Comic (sebutan untuk pelaku Stand Up Comedy) ini menjadi film terlaris sepanjang tahun 2014 yang meraup 1,7 juta penonton.
Film itu pun
dianugerahi Piala Antemas, yang diberikan langsung oleh Presiden RI, Joko
Widodo di Istana Negara saat puncak perayaan Hari Film Nasional, 30 Maret 2015
lalu. Piala Antemas adalah penghargaan khusus yang diberikan untuk film
terlaris Indonesia sepanjang tahun. Menurut Frederica, itu prestasi paling
membanggakan sepanjang kariernya menjadi produser. Padahal awalnya, saat rilis trailer Comic 8, banyak yang menanyakan
itu film jenis apa ? Karena pemainnya pun tidak ada yang terkenal. Bahkan
sempat juga dicela. Tapi saat itu ia tetap yakin akan sukses, karena sebelumnya
sudah menganalisa pasar.
Sedangkan dari sisi kreatifitas, Frederica menilai masterpiece karyanya adalah film Haji Backpacker. Film yang menjalani syuting di 9 negara itu mampu membuatnya puas. Meski proses produksinya juga lebih merepotkan karena terkendala perizinan, bahasa, dan juga waktu. Dan ketika ditanya apa target selanjutnya, Frederica mengaku hanya ingin menjalani karier apa adanya saja. Yang penting dijalani dengan sungguh-sungguh dan kerja keras. Motto-nya, hidup terlalu singkat untuk berkeluh kesah. Just do your best, God will do the rest. Frederica pun berharap kelak ia bisa bercerita soal kiprahnya ini pada anak-anaknya nanti.
Tau judul lagu yg jadi ost di joe millionaire indonesia gak? Aku cari kmn2 gak ada krn gk tau jdul nya. Dan cm denger lagu sekilas aja, tp bgus bgt....
BalasHapusI m 1rst camera assistant in morocco
BalasHapusIf you need help in morocco tel me