Semua bidang yang ditekuni tentu berproses hingga akhirnya menjadi sebuah keahlian. Begitu pun yang dialami Ulung Putri. Memilih bidang jurnalistik di awal kariernya, Ulung yang awalnya magang di sebuah acara talkshow di salah satu teve swasta lantas menemukan ketertarikan menjadi presenter. Saat magang di sebuah program talkshow itu, ia melihat sang presenter, Rizal Mustari, begitu pandai mengeluarkan ‘emosi’ narasumber ketika mewawancarai. Dari situlah Ulung mulai terpikir untuk bisa menjadi presenter berita. Namun, kesempatan yang didapat Ulung kemudian membawanya ke program petualangan. Ia pun mengaku tak ada masalah berarti menekuni profesi itu. Dengan menjadi presenter program traveling, pasti sering membuatnya pergi ke berbagai tempat dan menemukan sesuatu yang baru. Apalagi, sejak usia 5 tahun, perempuan yang mengaku jarang ke mal ini, sudah mengakrabi alam. Dulu, ia sering dibawa ibunya ke gunung Pangrango, dan trekking ke Way Kambas. Jadi sedari kecil, ia sudah diajak untuk mencintai alam.
Kiprah Ulung
di dunia jurnalistik pun tak berhenti di satu titik. Ia kemudian mencoba
mnenjadi presenter berita di teve asal Malaysia. Hingga ia menduduki posisi
sebagai produser. Menurut Ulung, setiap pekerjaan yang dilakoni harus memiliki
tantangan dan ada tahapannya. Oleh karena itu, ia selalu berpikir, setelah 5
tahun menjadi presenter, apa lagi yang bisa dilakukannya ? Ia pun akhirnya juga
mencoba menjadi penulis naskah, karena menurutnya dalam sebuah program
televisi, kehadiran naskah itu sangat sakral. Semua ide yang ada di kepala kita
bisa tertuang di dalamnya. Setelah itu, Ulung kembali tertantang saat ditawari
menjadi produser. Terkini, profesi yang ia geluti adalah menjadi produser
program dokumenter Orangutan Journey
di Kompas TV. Di sini ia fokus
mengangkat kehidupan orangutan baik yang ada di Kalimantan, maupun Sumatera.
Bekerja di
media yang begitu dinamis, sekaligus berpetualang di alam bebas tentu menuntut
fisik yang prima. Belum lagi ada ketakutan Ulung yang muncul tiba-tiba jika ia
dihadapkan dengan hal baru. Seperti memegang binatang liar atau berhadapan
dengan penduduk setempat yang memandang sebelah mata kaum perempuan yang doyan
berpetualang seperti dirinya. Memang ia masih kerap menemui adanya diskriminasi
gender. Apalagi di dalam satu tim kerjanya, semuanya adalah laki-laki, hanya ia
sendiri yang perempuan. Maka tah heran, ketika berada di lapangan, ada saja
penduduk yang heran melihat keberadaan dirinya. Namun terhadap komentar tersebut,
Ulung memilih tutup mata dan telinga saja. Karena toh masih banyak pula orang
yang bersifat sportif di lapangan. Tidak memandang bahwa perempuan itu lemah.
Rupanya
keberanian Ulung diturunkan dari Ibunya yang bekerja sebagai peneliti. Ibunya
sering pergi ke tempat suku-suku di pedalaman. Maka, tiap kali ada hal yang
membuatnya putus asa, Ulung selalu mengingat ibunya yang selalu bisa survive di pekerjaannya. Oleh karena
itu, perempuan kelahiran 23 Mei 1984 ini harus mau terus beradaptasi. Dari
bidang yang ia geluti tersebut, Ulung memetik satu pelajaran terpenting
sepajang berada di alam, yakni keselamatan. Dulu, misalnya, ia masih mau
menyeberang lautan, tanpa alat safety
sedikit pun di badang. Sekarang, ia sudah tidak bisa lagi seperti itu. Lalu,
impian lain yang ingin diraih Ulung selanjutnya adalah, bisa ikut andil
mengangkat program dokumenter kehidupan alam dan seisinya agar berhasil disukai
khalayak. Ulung juga baru saja menyelesaikan studi S2 yang berkaitan juga
dengan dokumenter dan jurnalistik. Jadi kelak ia ingin sekali memperkenalkan dokumenter
ke masyarakat luas di Indonesia.
Komentar
Posting Komentar