Halaman sekolah SDN 07 Sasak, Sambas, Kalimantan Barat, terlihat rapih dan bersih. Plang nama di depan sekolah bertuliskan “Welcome To Green School SDN 07 Sasak” tampak jelas bercat hijau segar. Padahal, sebelumnya, halaman sekolah itu lebih mirip kubangan babi tatkala musim hujan tiba. Apa yang terlihat di SDN 07 Sasak sekarang ini merupakan buah dari kerja sama manis antara Pemerintah Kabupaten Sambas dan Wahana Visi Indonesia. Sejak tahun 2011, kedua pihak mengembangkan program Sekolah Hijau di daerah perbatasan yang memberikan dampak positif bagi kreativitas dan kualitas siswa. Yang paling terlihat adalah lingkungan sekolah yang menjadi lebih rapih dan bersih, selain tentu saja dalam hal metode pembelajaran.
Pendekatan
cara belajar yang baru juga mendorong para murid melakukan diskusi kelompok,
berbeda dengan suasana kelas sebelumnya yang bersifat konvensional. Konsep
Sekolah Hijau sendiri telah diadopsi oleh tiga sekolah dasar, yakni SDN 07
Sasak, SDN 01 Aruk, dan SDN 03 Sajingan, Sambas. Didasari setelah meihat
kondisi hutan di Kalimantan yang semakin gundul, tim pendidikan dari Wahana
Visi Indonesia lalu berdiskusi untuk kemudian membuat program sekolah hijau
yang disesuaikan dengan faktor lingkungan dan kearifan lokal. Sekolah Hijau
juga memiliki tujuan meningkakan kualitas pendidikan dasar (SD) yang
kontekstual, membangun karakter positif pada anak, mendidik anak untuk
melestarikan lingkungan, alam, dan budaya. Diharapkan ini akan mampu
meningkatkan partisipasi anak dan peran serta masyarakat dalam melestarikan
lingkungan tempat mereka tinggal.
Selain
mendidik anak melestarikan lingkungan alam dan budayanya, Sekola Hijau juga
membangun karakter positif pada anak. Yang lebih mengejutkan, konsep Sekolah
Hijau ternyata juga mampu meningkatkan nilai akademis para murid. Menurut Iyus,
Kepala SDN 07 Sasak, murid di sekolahnya pernah ada yang meraih rangking empat
dari semua SD yang ada di Kabupaten Sambas, bahkan nilai sempurna untuk mata
pelajaran Matematika. Iyus pun, memiliki ‘senjata rahasia’ dalam mempersiapkan
para murid menghadapi ujian. Sejak try
out pertama hingga ketiga dan saatnya ujian, murid-murid dikarantina di
sekolah. Kegiatan ini dikoordinir bersama antara orangtua murid dan guru. Guru
memberikan materi pelajaran sementara orangtua melayani kebutuhan makan para
murid. Dan tenryata, dengan cara itu bisa memperoleh hasil yang cukup baik.
Hebatnya, apa
yang dilakukan para pengajar di SDN 07 Sasak ini diberikan secara gratis. Mereka
tidak meminta bayaran, pun tidak pula ada tambahan honor. Semuanya bekerja
dengan ikhlas. Ide karantina ini sudah diterapkan sejak 2012. Idenya, karena
melihat situasi saat ini, di mana anak-anak banyak mendapatkan pengaruh dari
luar seperti televisi dan handphone.
Akibatnya, anak-anak tidak bisa belajar dengan maksimal. Dengan adanya program
ini, tentu anak-anak bisa belajar lebih baik dan menyenangkan. Para orangtua
pun tentu sangat setuju karena bisa melihat prestasi anak mereka meningkat.
SDN 07 Sasak
menggunakan metode pembelajaran yang dikembangkan untuk meningkatkan antusiasme
siswa SD terhadap kegiatan belajar mengajar yang interaktif, kontekstual, dan
memiliki muatan lokal yang dekat dengan keseharian mereka. Program pendidikan
dimulai dengan pembuatan alat peraga edukatif dari barang bekas, mengubah
metode belajar menjadi lebih kreatif dan menarik bagi anak-anak. Program ini
juga didukung oleh guru, wali murid, dan kepala sekolah. Dengan program Sekolah
Hijau, guru pun dituntut lebih terampil dalam mengolah kegiatan pembelajaran di
kelas. Bagaimana caranya agar anak-anak tidak bosan dan malas belajar.
Misalnya, menciptakan yel-yel di kelas, sehingga menciptakan proses belajar
mengajar yang tidak membosankan. Kepada murid yang berprestasi juga diberikan
motivasi dengan sering memberikan pujian dan hadiah. Hadiah tersebut berasal
dari kantong pribadi guru, yang mana bentuknya tergantung kemampuan setiap
guru.
Tentu saja
konsep Sekolah Hijau ini tidak menyimpang dari program pemerintah. Karena
semuanya masih sejalan dengan Rencana Pelaksanaan Pengajaran (RPP) Senang,
Efektif, Ramah, dan Unik (SERU) yang diolah dari program Pembelajaran Aktif,
Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM). Ditambah pendidikan harmoni untuk
mencintai diri sendiri, sesama, dan lingkungan, maka hasilnya anak yang biasa
saja sekarang menjadi terampil, dan yang sudah terampil jadi makin terampil.
Ini karena mereka saling berbagi, melatih temannya yang belum bisa.
Di Sekolah
Hijau, guru juga diajak membuat media belajar dan Alat Peraga Edukatif dari
bahan alami ataupun barang bekas. Murid pun diajak untuk melakukan kegiatan di
luar kelas seperti berkebun di sekitar sekolah. Semua ini dilakukan demi
menularkan kesadaran, kepekaan dan keterampilan untuk mengelola dan melestarikan
lingkungan kepada murid. Iyus berharap, prestasi yang diraih SDN 07 Sasak ini
semakin meningkat dan program Sekolah Hijau ini dapat disebarkan ke sekolah
lain. Karena sebetulnya, apa yang diterapkan di SDN 07 Sasak ini juga mencontoh
dari sekolah lain. Pada 2012 lalu, Iyus sempat mendapat kesempatan dari Wahana
Visi Indonesia untuk mengunjungi beberapa sekolah. Di antaranya ke Sekolah
Harmoni di Poso, Sulawesi Tengah.
Sejak itulah,
ia mulai meyakinkan diri dan semakin semangat untuk menerapkan konsep Sekolah
Hijau di sekolah yang dipimpinnya. Memang awalnya susah, bahkan ada guru yang
agak cuek menanggapi. Tetapi seiring waktu dapat berubah setelah saling memberi
motivasi. Untuk menularkan konsep Sekolah Hijau ini, pemerintah daerah dan
Wahana Visi Indonesia sudah membentuk sebuah Tim Penebar. Tim ini yang bertugas
menyebarkan konsep sekolah hijau di seluruh Kabupaten Sambas.
Apa yang
dilakukan Iyus dan guru SDN 07 Sasak juga tidak lepas dari peran serta orangtua
murid dan masyarakat sekitar. Iyus mengaku bersyukur pihaknya mendapat dukungan
dari orangtua dan masyarakat dalam mengubah sekolah ini menjadi sekolah hijau. Kalau
dulu para guru mengajar hanya sebatas apa yang diberikan pemerintah, seperti
robot karena pembelajaran terpaku pada buku. Sebelum menerapkan konsep Sekolah
Hijau, Iyus menceritakan halaman sekolah seperti kubangan babi. Tapi sekarang
tidak lagi, karena ia dan para guru sudah melihat sekolah-sekolah lain yang
lebih baik, hingga muncul keinginan untuk memperbaiki lingkungan sekolah ini. Menurut
Iyus, yang paling penting adalah kemauan pribadi untuk berubah. Karena bila
kita sendiri mau berubah, pasti bisa.
Tahun 2011,
hubungan guru, orangtua murid, dan masyarakat sekitar sangatlah kompak. Secara
berkala, Iyus kerap mengadakan pertemuan orangtua murid, Komite Sekolah, dan
tokoh masyarakat. Bila ada kegiatan yang membutuhkan tenaga lebih besar, pihak
sekolah pun juga mengajak masyarakat untuk membantu. Misalnya gotong royong
membuat pagar bambu di sekeliling sekolah.
Komentar
Posting Komentar