Bukan
disengaja jika restoran ini lantas terkenal dengan ikan bawalnya. Alkisah,
suatu hari tahun 2004 silam, Reds Dipo tengah dipenuhi pengunjung. Para pegawai
di dapur disibukkan dengan beragam pesanan. Ternyata, salah seorang pengunjung
mendapat menu yang salah. Dia memesan ikan bawal bakar, tapi yang datang
ternyata bawal goreng. Sesuai standar pelayanan di restoran yang berdiri sejak
2003 ini, salah satu pemiliknya, Aprianto Wibowo, bermaksud mengganti menu
sesuai pesanan. Namun, karena si pemesan, yang kebetulan juga teman Apri
sendiri, sedang terburu-buru dan harus segera kembali ke kantor, tawaran itu
ditolak. Sang teman malah meminta agar bawal yang sudah digoreng itu langsung
dibakar saja. Setelah dibakar dan disajikan, ternyata menurut sang teman, ikan
yang digoreng lalu dibakar itu rasanya menjadi enak sekali dan sangat cocok
dengan sambal yang sudah disediakan.
Sebetulnya,
menu bawal hasil ‘kecelakaan’ itu tidak pernah masuk dalam daftar menu di
restoran kecil ini. Namun atas inisiatif sendiri, sang teman itu pun
menyebarkan virus dan menceritakan enaknya rasa ikan yang ia santap, lalu
mengajak teman-temannya yang lain mencicipinya langsung di Reds Dipo. Walau
awalnya banyak yang takut dengan bau amis, tapi setelah diyakinkan bahwa menu
ikan yang ada di restoran ini tidak amis, mereka pun terpengaruh dan mau
mencoba. Ternyata mereka juga menyukainya. Sejak itulah, pelanggan Reds Dipo
makin bertambah. Menu ikan goreng bakar pun dimasukkan ke daftar menu dan
menjadi andalan restoran ini. Bahkan sampai sekarang, menu inilah yang paling
banyak dipesan pembeli. Terkait terciptanya menu unik secara tak sengaja ini,
Apri mengibaratkan, dalam dunia kuliner memang tidak ada istilah nasi sudah
menjadi bubur. Kalau sudah menjadi bubur, maka buatlah bubur yang enak.
Selanjutnya,
banyak pelanggan yang memesan ikan dengan cara masak seperti itu saat mereka
makan di tempat lain. Menurut mereka, apa pun ikannya, pasti enak bila dimasak goreng
bakar. Sejak menu bawal goreng bakar ada di daftar menu, banyak yang kemudian
jadi pelanggan Reds Dipo, padahal sebelumnya tidak suka ikan dengan beragam
alasan. Itu sebabnya, Reds Dipo kemudian memiliki slogan “Jangan bilang enggak
suka makan ikan kalau belum makan ikannya Reds Dipo”.
Restoran yang
terletak di Jalan Dipatiukur No 1 Bandung ini memang khusus menyediakan menu
ikan. Selain bawal, tersedia pula kerapu, barakuda, dan lainnya. Pangsa pasar
yang dituju justru orang-orang yang tidak menyukai ikan karena ini menjadi
tantangan tersendiri buat pemiliknya. Reds Dipo juga punya tagline ‘makan ikan biar pintar’, dan tengah bekerja sama dengan
Departemen Perikanan dan Kelautan tingkat propinsi untuk membuat program sehari
makan ikan untuk Bandung atau Jawa Barat.
Reds Dipo
didirikan pada 10 September 2003. Waktu itu bentuknya masih berupa warung tenda
kaki lima di Jalan Diponegoro, Bandung. Terkesan dengan lezatnya ikan bakar
yang pernah dicicipinya di sebuah rumah makan di Bandung, Apri lalu mengajak
teman-temannya yaitu Posma Abraham, Johan Pangaribuan, dan Rendy Koeswara untuk
mendirikan warung tenda ikan bakar pada 2003. Menurut Apri, kalau yang menjual seafood sudah sangat banyak, sementara
yang khusus atau lebih banyak menjual ikan, masih jarang. Alih-alih menyajikan
menu ikan yang dibakar dan dibumbu kuning, Apri dan teman-temannya memilih cara
sebaliknya, merendam ikan dalam bumbu kuning lebih dulu, baru kemudian dimasak,
bakar atau goreng.
Awalnya,
kebanyakan pelanggan Reds Dipo merupakan mahasiswa asal Sulawesi, Kalimantan,
dan suku Batak yang memang terbiasa mengkonsumsi ikan. Mereka ternyata sudah
lama mencari tempat makan khusus ikan bakar. Sementara, orang Bandung sendiri
kurang suka ikan. Sejak awal Apri memang sengaja tidak mau menjual seafood. Ini agar tempatnya dikenal
sebagai warung ikan bakar. Praktis, Reds Dipo nyaris tak punya pesaing. Dan,
sejak menu ikan goreng bakar menyebar di kalangan masyarakat Bandung dan
diliput sebuah media lokal, menu ini pun langsung booming. Dari yang biasanya hanya 20-30 porsi per hari, langsung
meningkat drastis jadi 120-200 porsi per hari.
Sayang,
kendala baru muncul. Menurut Apri, sampai sekarang kendala utama dalam usahanya
adalah pasokan ikan. Oleh karena itu, ia sangat berharap Menteri Kelautan dan
Perikanan, Ibu Susi Pudjiastuti, mengutamakan pasokan dalam negeri dulu, baru
ekspor. Apri mencontohkan, ikan bawal yang bisa tiba-tiba hilang dari pasokan.
Dulu, bila belanja di pasar, ia baru tahu ternyata ikan bawal itu musiman,
terutama saat angin barat yang menjadikan ombak tinggi. Untuk mengatasi
kelangkaan ikan laut dalam saat itu, Apri membuat strategi baru. Ia membeli
kerapu dan memasaknya, lalu diujicobakan secara gratis pada pembeli. Karena
responsnya bagus, kerapu itu kemudian dimasukkan ke dalam menu.
Apri dan
teman-temannya pun selalu mendengarkan saran pelanggan. Penambahan menu
biasanya memang berdasarkan permintaan pembeli. Apri ingin, para pelanggan bisa
merasa bangga atas kontribusinya di restoran ini, termasuk soal sambal. Pernah,
ada dua pembeli yang berkomentar sambalnya sangat pedas sehingga merasa seperti
‘ditinju’ Mike Tyson. Setiap kali datang, mereka pun meminta sambal yang mereka
sebut Sambal Tyson. Itu sebabnya, kemudian sambal korek di restoran ini disebut
demikian. Sambal yang sangat digemari ini dibuat dengan minyak goreng yang
sebelumnya digunakan untuk menggoreng ikan, sehingga rasanya lebih lezat.
Sekarang, ikan
bawal yang ditawarkan Reds Dipo bisa disajikan dengan beberapa topping, antara lain asam manis, balado,
fillet bumbu dabu, atau goreng pedas.
Proses memasak bawalnya sendiri ada tiga pilihan, yaitu goreng, bakar, dan goreng
bakar. Bawalnya pun sebenarnya ada dua macam, yaitu bawal hitam dan bawal
putih. Namun khusus untuk bawal putih karena sulit didapat maka harganya tentu
lebih mahal. Bila sedang langka, Apri bahkan bisa mencarinya sampai ke supplier dari berbagai pulau. Dalam
sehari, Reds Dipo yang banyak dikunjungi karyawan kantor, keluarga, bahkan
rombongan wisatawan mancanegara ini bisa menghabiskan 20-30 kg ikan, 70 persen di
antaranya ikan bawal. Kalau sedang sangat ramai, bisa sampai 50 kg. Di luar topping, harga menu yang ditawarkan
rata-rata Rp 30.000-Rp 35.000. Banyak pula wisatawan luar negeri yang minta
dibungkuskan sambal. Apri pun sering juga mengirim sambal ini ke teman-temannya
yang sedang belajar di luar negeri.
Komentar
Posting Komentar