Menjadikan
kuburan sebagai tujuan rekreasi sepertinya bukan pilihan yang lazim dilakukan
oleh kalangan masyarakat kita. Namun, jangan salah, tempat wisata semacam itu
ternyata betul-betul ada. Namanya Museum Taman Prasasti yang terletak di tengah
Jakarta, tepatnya di Jalan Tanah Abang I Nomor 1, Jakarta Pusat. Di museum itu,
para pengunjung dapat mengamati lebih dari seribuan koleksi batu nisan kuburan
peninggalan zaman Hindia Belanda. Sebagian di antaranya bahkan ada yang sudah
berusia dua abad lebih.
Di bagian
depan museum, para pengunjung pertama kali akan menjumpai bangunan bercat putih
dengan sentuhan art deco yang cukup
mencolok. Ada beberapa petugas yang berjaga di sana. Sebelum memasuki area
museum, pengunjung dewasa harus membayar karcis seharga Rp 5000 per kepala.
Sementara, untuk mahasiswa dan anak-anak masing-masing dikenakan tarif Rp 3000
dan Rp 2000 per kepala. Berdasarkan keterangan dari pemandu wisata di museum
ini, Museum Taman Prasasti hanya terlihat ramai ketika musim liburan sekolah.
Kalau di akhir pekan (Minggu), yang datang rata-rata berkisar 50-an orang saja.
Sementara, di hari-hari biasa (Selasa-Sabtu), jumlah pengunjung masih bisa
dihitung dengan jari.
Museum Taman
Prasasti awalnya digunakan sebagai pemakaman khusus untuk orang-orang asing
(kaum ekspatriat asal Eropa) di Batavia. Kompleks kuburan yang dahulu dikenal
dengan nama Kebon Jahe Kober ini didirikan pada 28 September 1795. Lokasi
kawasan tersebut cukup strategis, dengan luas area mencapai 5,5 hektar. Pada
masa selanjutnya, Kebon Jahe Kober berkembang menjadi pemakaman yang prestisius,
karena banyaknya orang terkenal yang dikuburkan di sana. Mulai dari pejabat
penting Hindia Belanda, pelaku sejarah, hingga para selebritas yang cukup
terkenal pada zamannya.
Satu publicatie (pengumuman) yang diterbitkan
Kastil Batavia mengungkapkan, kompleks kuburan itu secara resmi ditetapkan
menjadi tempat pemakaman umat Kristiani pada 14 Desember 1798. Pengumuman
tersebut dikeluarkan setelah adanya peraturan dari Republik Bataaf di Belanda,
pada 1795, yang melarang pemakaman orang-orang yang meninggal di dalam gereja.
Peraturan itu merupakan salah satu bentuk pengaruh kaum reformis gereja di
Eropa yang berlangsung menjelang akhir abad ke 18. Mereka berpendapat,
memakamkan orang yang sudah meninggal di dalam gereja tidak baik bagi kesehatan
jemaat.
Pemakaman
Kebon Jahe Kober mulai difungsikan setelah dibongkarnya kawasan pemakaman yang
terdapat di Gereja Belanda Baru. Sekarang ini, gereja tersebut sudah berubah
menjadi Museum Wayang. Pada awal abad ke 19, sejumlah koleksi nisan di
pemakaman Gereja Belanda Baru dipindahkan ke Kebon Jahe Kober. Nisan-nisan yang
dipindahkan tersebut ditandai dengan inisial ‘HK’ yang merupakan singkatan dari
Hollandsche Kerk.
Kebon Jahe
Kober masih terus difungsikan sebagai tempat pemakaman hingga dekade 1970-an
silam. Pada 1975, kompleks kuburan ini akhirnya ditutup oleh Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta. Alasan penutupan ketika itu adalah karena area pemakaman
sudah penuh dan tidak memadai lagi untuk menampung orang-orang yang meninggal.
Selain itu, juga sebagai imbas dari proyek pembangunan di pusat kota Jakarta.
Ketika itu, pemakaman ini sempat dibongkar. Jasad-jasad yang mengisi kuburan di
kawasan ini lantas dipindahkah ke beberapa tempat pemakaman lainnya, seperti di
Erefeld Petamburan dan TPU Menteng Pulo.
Meskipun
jasad-jasad penghuni makam Kebon Jahe Kober telah dipindahkan ke tempat
lain, keberadaan nisan-nisan yang
menjadi penanda kuburan di kawasan itu tetap dipertahankan. Pada 9 Juli 1977,
di penghujung masa pemerintahan gubernur Ali Sadikin, pemakaman Kebon Jahe
Kober secara resmi dijadikan museum dan dibuka untuk umum. Menurut catatan, di
museum yang luasnya kini mengalami penyusutan menjadi tinggal 1,3 hektar saja
ini, terdapat 1.372 koleksi prasasti, nisan, dan makam yang terbuat dari batu
alam, marmer, dan perunggu. Hingga hari ini, pengunjung masih bisa dapat
melihat beberapa nama tokoh penting yang terukir di nisan-nisan tersebut.
Salah satunya
adalah nisan milik HF Roll. Dia adalah tokoh yang pertama kali mencetuskan
pendirian Stovia (School tot Opleiding
voor Indische Artsen), yang menjadi cikal bakal Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Lembaga pendidikan tersebut juga merupakan sekolah
kedokteran pertama di negeri ini. Menurut catatan sejarah, Roll memberikan
sumbangan dana besar dalam pembangunan gedung Stovia di Batavia yang diresmikan
pada 1902. Kemudian dia diangkat menjadi direktur Stovia pertama. Di sekolah
yang ia pimpin itulah, perkumpulan pergerakan nasional Budi Utomo dibentuk, pada
20 Mei 1908.
Selain itu, di
Museum Taman Prasasti juga ada nisan milik Olivia Mariamne Devenish. Dia adalah
istri pertama Thomas Stamford Raffles, yang menjabat sebagai gubernur letnan
Jawa saat Hindia Belanda berada di bawah pemerintahan Inggris (1811-1816). Satu
sumber sejarah mengungkapkan, Olivia saat menikah dengan Raffles terpaut usia
sepuluh tahun lebih tua dibandingkan suaminya. Setelah Raffles diangkat menjadi
gubernur letnan di Jawa, perempuan itu mendapat panggilan baru dari masyarakat
setempat, yaitu ‘Nyonya Besar’ atau ‘Great
Lady’. Pada 23 November 1814, Olivia meninggal dunia di usia 43 tahun.
Raffles lantas membangun tugu kenangan untuk mendiang sang istri di Kebun Raya
Bogor. Semasa hidupnya, Olivia dikenal sebagai sosok yang sangat mencintai
tumbuh-tumbuhan. Dia juga tercatat sebagai tokoh yang mencetuskan pendirian Kebun
Raya Bogor.
Di museum
tersebut, pengunjung juga bakal mendapati nisan yang diukir dengan nama
Hulswit. Dia adalah tokoh yang berada di balik perancangan Gereja Katedral,
rumah ibadah umat Katolik paling megah di Jakarta. Peran Hulswit tersebut
dikonfirmasi oleh prasasti batu pualam putih yang terdapat di dinding pintu utama
Katedral yang masih dapat kita jumpai sampai hari ini. Di prasasti itu tertera
kalimat dalam bahasa Latin ‘Marius
Hulswit architectus erexit me 1899-1901’ yang berarti ‘Aku (Katedral) didirikan
oleh arsitek Marius Hulswit 1899-1901’.
Di dalam area
Museum Taman Prasasti, pengunjung juga dapat menyaksikan monumen yang diukir 30
nama prajurit Jepang yang tewas dalam pertempuran melawan Tentara Sekutu di Leuwiliang,
Bogor, pada Maret 1942 silam. Sampai saat ini, sering ditemukan wisatawan
Jepang yang berziarah ke monumen itu untuk memberikan penghormatan kepada
tentara-tentara yang gugur dalam pertempuran. Tertarik untuk melihat semua
koleksi nisan tersebut ? Datang saja ke Museum Taman Prasasti, yang dibuka dari
Selasa hingga Minggu, mulai pukul 10.00-15.00 WIB.
SAMBAL ROA JUDES adalah salah satu sambal dengan citarasa terbaik di Indonesia. Kehebatan rasa sambal ini pun bahkan sudah melanglang dunia karena digemari pula oleh masyarakat luar negeri. Terbuat dari bahan-bahan berkualitas dengan bahan utama ikan Roa yang khusus didatangkan dari Manado, Sulawesi Utara. Sambal siap saji ini dibuat dengan kemasan food grade (135 gram), tahan lama, cocok untuk teman bepergian atau oleh-oleh. Nikmat disantap dengan jenis lauk apa pun, yang pastinya akan menambah nafsu selera makan anda. Pemesanan Sambal ROA JUDES untuk wilayah Jakarta, hubungi Delivery SAMBAL ROA JUDES, melalui sms/whats app 085695138867.
BalasHapusBeras Organik Premium Mlatiharjo, yang terdiri dari Beras Merah, Beras Hitam, dan Beras Putih, merupakan beras berkualitas tinggi produksi lahan pertanian organik (tanpa pupuk kimia & bebas pestisida), Kelurahan Mlatiharjo, Demak - Jateng. Beras ini memiliki cita rasa yang enak, pulen & aroma wangi alami. Dengan kemasan vakum grade A, berat 1 kg (1,12 liter), beras ini sangat kaya manfaat, antara lain bisa untuk MPASI balita di atas usia 6 bulan, baik untuk anak yang sedang dalam masa pertumbuhan, baik pula untuk anak autis, penderita diabetes milletus, dan obesitas. Dan juga sangat cocok untuk pediet sehat food combining, vegetarian, raw food, dll. Pesan BERAS ORGANIK PREMIUM MLATIHARJO di 085695138867 (sms/whats app), dan tersedia pelayanan delivery COD untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya.
BalasHapusIngin Cari Kaos Dakwah Terbaik, Disini tempatnya:
BalasHapusTshirt Dakwah Online
Mau Cari Bacaan Cinta Generasi Milenia Indonesia mengasikkan, disini tempatnya:
Berdoalah Bila Rindu, Agar Hati Tetap Dekat Meski Raga Berjauhan