KIPRAH PASUKAN ORANYE MEMBERSIHKAN JAKARTA.


Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, ibukota DKI Jakarta kini terlihat lebih bersih dan rapih. Bahkan di musim penghujan pun, jumlah genangan dan banjir di Jakarta relatif berkurang, Wilayah-wilayah yang pada tahun sebelumnya menjadi titik langganan banjir, kini tak begitu banyak lagi. Berbagai langkah antisipasi memang telah dilakukan oleh Pemda DKI Jakarta, jauh-jauh hari sebelum musim hujan tiba, dan juga saat memasuki musim penghujan. Salah satu yang terlihat aktif untuk membersihkan kota Jakarta saat ini adalah kehadiran Pasukan Oranye. Mereka selalu sigap membereskan genangan, termasuk membersihkan got dari berbagai sampah yang menutup gorong-gorong.

Aksi Pasukan Oranye ini berada di bawah kendali Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Isnawa Adji, yang juga kerap terjun langsung ke berbagai lokasi tempat Pasukan Oranye bekerja. Selain mengecek lokasi, pria yang pernah menjadi Camat Tambora, Jakarta Barat ini juga dapat menyerap aspirasi langsung dari anggotanya. Setiap hari, Isnawa mengaku mendapat laporan dari masyarakat, termasuk dari anak buahnya. Laporannya bermacam-macam, termasuk laporan masalah pribadi antar anggota Dinas Kebersihan, misalnya soal hutang piutang. Semuanya harus diselesaikan oleh alumnus IPDN angkatan 1994 ini, karena bisa saja persoalan pribadi itu dapat mengganggu pekerjaan anggotanya.


Sejak dilantik menjadi Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Juli 2015, Isnawa segera melakukan pembenahan internal untuk mendongkrak kinerja anggotanya. Di antaranya melakukan pendataan ulang petugas kebersihan yang jumlahnya ribuan. Sampai saat ini Isnawa mengaku sudah memecat 200 orang lebih Petugas Harian Lepas (PHL) yang ternyata fiktif, berdasarkan hasil mengecek langsung ke lapangan. Sekarang, gaji PHL juga langsung ditransfer melalui Bank DKI, sehingga tidak ada lagi gaji yang dipotong-potong hingga semuanya semakin semangat dalam bekerja. Selain mendapatkan gaji UMR, BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan juga turut dibayarkan oleh pemerintah. Tidak heran, menurutnya, sekarang banyak yang melamar ke Dinas Kebersihan dengan usia yang relatif muda bahkan ada pula yang sarjana.

Kini, di semua sudut ibukota mudah ditemui petugas berseragam oranye yang aktif membersihkan sampah. Hal ini tidak lepas dari keingingan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, agar para Lurah bisa bekerja selayaknya seorang manager di sebuah perumahan Sehingga saat ini beberapa anggota PHL dan Petugas Pemeliharaan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) itu di bawah kendali Keluarahan. PHL terdiri dari Petugas Kebersihan, Pengerjaan Umum dan Taman, di luar dari PPSU, Khusus Unit Pengelola Kebersihan (UPK) Badan Air masih di bawah kendali Dinas Kebersihan. Karena lingkup kerja mereka mulai dari danau, sungai, sampai pesisir pantai dan Kepulauan Seribu. Isnawa menjelaskan, dari total tenaga kerja sebanyak 13 ribu orang, sekitar 9 ribu orang diturunkan ke Kelurahan. Sementara supir truk dan sebagainya tidak diturunkan ke Kelurahan, karena masih berada dalam kendali Dinas Kebersihan. Mereka akan diturunkan sesuai permintaan dari Keluarahan.


Untuk membantu dalam hal edukasi, menyebar informasi dan menjaring laporan dari masyarakat, Dinas Kebersihan juga menggunakan media sosial. Dari sini setiap hari ada informasi yang masuk. Ada pula foto-foto lokasi sebelum dan sesudah dibersihkan. Bisa dibilang, sejak 2014 kondisi Jakarta sekarang sudah lebih bersih dibanding sebelumnya. Tak heran bila Dinas Kebersihan menempati ranking nomor satu sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang paling cepat merespons laporan masyarakat melalui aplikasi Qlue Smart City. Dan secara pribadi, Isnawa juga memberikan ranking setiap bulan per Kecamatan. Bila ada Camat yang terlihat malas, siap-siap saja ia ganti dengan petugas yang bisa bekerja lebih baik.

Isnawa mengawali karier di pemerintahan dengan menjadi Kasubag di Kantor Walikota Jakarta Barat, Wakil Camat Tambora, sampai Camat Tambora, dan pernah menyabet gelar Camat Berprestasi nomor dua se-DKI Jakarta. Kemudian ia menjadi Asisten Umum dan Perekonomian Kantor Walikota Jakarta Barat di era Gubernur Jokowi, sebelum dipromosikan menjadi Wakil Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta dan kemudian menjadi Kepala Dinas Kebersihan, 


Disadarinya, kinerja Dinas Kebersihan akan semakin baik jika didukung oleh peran aktif masyarakat. Tak hanya dalam memberikan laporan, tetapi juga meningkatkan disiplin pribadi dalam mengelola sampah. Ke depannya, Isnawa ingin petugas kebersihan bisa lebih aktif. Tidak hanya membersihkan sampah, tapi juga mengedukasi dan menegur masyarakat yang masih membuang sampah sembarangan. Dari data yang ia pegang, Pasukan Oranye sudah terbagi rata di setiap wilayah. Seluruh SKPD sudah diperingatkan Gubernur untuk cepat mengantisipasi keadaan. UPK Badan Air saat ini memiliki alat berat sampai 53 unit. Alat tersebut disiapkan di pintu-pintu air, saringan air, rumah pompa, dan lain-lain. Jadi sudah tidak ada lagi cerita di Jakarta bila terjadi hujan di dini hari, muncul genangan air di mana-mana yang menyulitkan warganya untuk beraktivitas,

CERITA DI BALIK SERAGAM ORANYE

Kepala Seksi Dinas Kebersihan Kecamatan Kemayoran, Rina Yulia Farawati, S.Sos. sudah bekerja di Dinas Kebersihan sejak tahun 1981 silam. Tantangan Dinas Kebersihan saat ini, menurut ibu 3 anak ini, masih terbilang berat. Walau beragam informasi dan edukasi pengelolaan sampah sudah lama digaungkan, masih saja ada warga masyarakat yang membuang sampah sembarangan, termasuk ke sungai. Kendala lain yang kerap dialami perempuan yang sejak September 2015 menjabat sebagai Kepala Seksi Dinas Kebersihan Kecamatan, Kemayoran, Jakarta, ini adalah kondisi lalu lintas yang macet. Akibatnya, dibutuhkan waktu yang lebih lama bagi truk sampah untuk membuang sampah ke Bantar Gebang.


Hal ini pun dibenarkan oleh Olimpian Tri Ariesta, yang sejak Januari 2016 bergabung dengan Pasukan Oranye sebagai sopir truk sampah di bawah kendali Dinas Kebersihan di Kecamatan Kemayoran. Gadis kelahiran Purworejo, 27 Juli 1992 ini, menjadi satu-satunya sopir truk sampah perempuan di Kecamatan Kemayoran. Menurut Tri, dikelilingi banyak pekerja pria dan bekerja dibidang yang jauh dari kesan feminin justru tidak membuatnya 'gerah'. Tri tetap merasa nyaman dan menikmati pekerjaannya sebagai sopir truk. Tri mengakui sudah lama suka menyetir. Sejak kelas 2 SMP di kampungnya, ia sudah belajar menyetir mobil angkot sepulang sekolah. Lalu lulus SMA ia belajar menyetir bus. Awalnya menjadi kenek terlebih dulu, lalu bisa menjadi sopir Bus Damri Jakarta-Purworejo.

Sebagai anak perempuan, awalnya kedua orangtuanya tentu khawatir dengan pekerjaan Tri. Tapi karena ini sudah menjadi kemauannya, orangtuanya pun akhirnya mendukung. Kebetulan, ada salah satu saudaranya yang juga menjadi sopir bus. Dan selama Tri menjadi sopir bus, ia tidak pernah mendapati pengalaman buruk. Teman-teman sesama sopir pun mendukungnya. Tidak ada yang meledek atau melecehkan. Jutsru penumpang banyak yang senang bila ia yang menyetir karena tidak ugal-ugalan.

Tahun 2015, karena ingin mencari pengalaman baru dan diajak bekerja di Jakarta oleh seorang saudaranya, Tri lalu mendaftar menjadi petugas PPSU di kawasan Cipinang, Jakarta Timur. Anak ketiga dari lima bersaudara ini pun diterima, dan mengaku lebih puas dengan penghasilannya. Saat menjadi sopir bus, ia hanya mendapat gaji Rp 1 juta-an, sementara setelah bergabung di PPSU, di awal ia sudah mendapat upah Rp 2,7 juta. Namun, tak pernah ia sangka, menjadi anggota PPSU ternyata sangat berat. Tri pun harus merasakan masuk gorong-gorong untuk membersihkan sampah, Bahkan, akunya, di hari pertama kerja ia nyaris tidak bisa makan karena masih dibayangi bau sampah dan belatung. Sampai kemudian ia mendengar ada lowongan menjadi sopir truk sampah. Tri pun segera melamar. Meski awalnya sempat diragukan karena dirinya perempuan, tapi setelah dilakukan tes ia langsung diterima. Kini setiap bulan  ia mendapat gaji Rp 3,1 juta. Dan menurut Tri, ternyata lebih enak membawa truk sampah, karena tidak ada penumpang yang rewel.  

Komentar