KULINER : THE BILITON - SURABAYA, Bersantap Dalam Bangunan Tempo Dulu.



Datang ke salah satu resto di jantung kota Surabaya ini tak sekedar suasana romantis saja yang dirasakan, tetapi kita seolah hadir dalam suasana tempo dulu. Arsitektur bangunan kuno dipadu dengan tata letak ruangan sekaligus penataan cahaya yang apik membuat suasana terasa syahdu. The Biliton, sebuah resto yang terletak di Jl. Biliton, Surabaya, memiliki dua bangunan. Bangunan utama ada di sebelah kanan, dan di sebelah kiri berdiri bangunan tambahan selebar sekitar lima meter memanjang ke belakang. Dari sisi arsitektur, bagian bangunan utama terasa sekali berkarakter bangunan tempo dulu.

Bangunan yang ditempati The Biliton merupakan peninggalan zaman Belanda. Layaknya bangunan tempo dulu, bentuknya sederhana, hanya bangunan persegi empat dengan teras depan dan samping yang dibatasi oleh tembok dengan tinggi sekitar 75 cm. Sementara teras bagian depan dan samping juga dikelilingi jendela kaca tembus pandang berukuran besar khas rumah kuno. Bangunan The Biliton ini juga masuk kategori cagar budaya sehingga harus dijaga kelestariannya, tidak boleh diubah atau dipugar kecuali direstorasi. Menurut sejarah, dulunya di bangunan ini merupakan rumah orang Belanda yang pada masa itu biasa digunakan untuk mengadakan perjamuan.


Begitu masuk pintu bangunan utama, mata akan disuguhi interior berdesain Eropa dan Asia. Pencahayaan yang redup dimaksudkan untuk menambah suasana romantis, sementara masing-masing meja yang didominasi warna cokelat tua diberi candle light. Sebagian besar dinding ditempeli ornamen-ornamen tiga dimensi yang dibingkai dalam sebuah pigura. Sedang dinding sebelah kiri ditempeli ornamen bergambar laci yang ditata secara acak. Di bagian depan pintu masuk terdapat satu sekat dengan foto kuno berukuran besar yang ditempel di dinding, menggambarkan Jl. Biliton tempo dulu. Kendati The Biliton merupakan bangunan kuno berciri Eropa, tetapi beberapa sudut sengaja diberi sentuhan desain masa kini. Salah satunya adalah keberadaan kaca cermin yang ditempel di beberapa sudut dinding.

Tak hanya soal arsitektur dan tata letak, pelayanan juga memberi ciri tersendiri. Pada siang hari, The Biliton didominasi jenis makanan Asia, sementara pada malam hari, selain Asia juga ada menu-menu khas Eropa. Ada satu menu bernama Vodka Agrio yang memiliki kekhasan dalam ritual cara menikmatinya. Makanan ini sejenis pasta, ada spageti atau fetucini yang bisa dipadu dengan sosis, chicken atau beef. Yang menarik, sebelum menikmati Vodka Agrio, di sekitar topping disiram dengan Vodka kemudian oleh waiters disulut dengan api hingga menghasilkan api berwarna biru dan aroma tersendiri. Jadi, ketika orang datang ke resto ini, tidak hanya lidah saja yang dimanjakan, tetapi mata juga akan melihat sebuah pemandangan yang menakjubkan. Demikian pula hidung, akan merasakan aroma yang berbeda.


Sementara bangunan tambahan di sebelah kiri dijadikan lounge room. Desainnya sendiri masuk dalam kategori rastic elegance atau dalam bahasa awamnya jorok tetapi rapi. Misalnya, meja yang karatan tetapi ditata denga rapi dan bersih. Sedang kesan elegance dibentuk dari tata cahaya temaram. Yang kerap datang ke lounge room ini biasanya dari kalangan sosialita. Sambil mengobrol, para sosialita itu biasanya sambil menikmati live music. Sementara resto di bangunan utama, biasanya pelanggan datang untuk makan siang, makan malam, serta sebagian ibu-ibu kumpul mengadakan pertemuan.

Menurut owner The Biliton, Lucky Hasmoro, ia berusaha keras membuat image bahwa The Biliton kelak akan menjadi salah satu resto ikonik di kota Surabaya. Karena dari sisi lokasi yang strategis ditambah bangunan yang masuk dalam kategori heritage, diyakininya akan menjadi salah satu daya tarik tersendiri. Hasmoro pun saat ini sudah memasarkan restonya ke berbagai daerah dengan menggandeng tour and travel.

Komentar