HOBBY : BERKEBUN SEKALIGUS BETERNAK IKAN MELALUI AKUAPONIK.


Mubarak Ali Sungkar, atau yang lebih dikenal sebagai Mark Sungkar sudah tujuh tahun berkebun dengan sistem akuaponik. Sebagai arsitek, sebenarnya ia kerap membuat rumah lengkap dengan kolam ikan dan air terjunnya. Menurut pria yang lebih dikenal sebagai artis film ini, hal yang seperti itu sebetulnya sudah termasuk akuaponik, karena sistemnya menggunakan perpaduan antara ternak ikan dan pertanian. Saat memulai menekuni akuaponik, Mark melakukan uji coba sendiri, dengan bantuan belajar dari internet. Di teras rumahnya, ia menggunakan drum dengan kapasitas 1000 liter yang berisikan 10-12 ikan. Tak lama kemudian, ia mencoba menambah hingga 200 ekor di antaranya ikan nila (tilapalia), ikan mas, dan gurame. Mark mencoba untuk tidak memberikan makan ikan selama satu bulan. Hasilnya, ternyata hewan itu tetap hidup dan tidak ada satu pun yang mati. Ikan-ikan itu mendapat tempat yang kaya akan plankton dan oksigen yang baik selama berada dalam drum. Mark lalu juga mencoba mengembangbiakkan hampir semua tanaman mulai dari padi, sayur-sayuran, cabai, tomat, daun-daunan, kemangi, selada, buah-buahan, seperti jeruk, anggur, blackberry, dan kiwi.

Pada saat pertama kali membangun sistem akuaponik, ia tidak mengeluarkan biaya sama sekali. Sebab, Mark mengambil bahan-bahan yang telah tersedia di rumahnya. Untuk pot tanaman, ia menggunakan yang sudah ada di rumahnya dengan mengganti media tanah dengan batu kerikil, pompa yang dipakai pun bekas dari sirkulasi untuk kolam. Mark menjelaskan, dalam akuaponik ada beberapa pilihan sistem. Di antaranya, growbed dengan menggunakan sistem apung, media growbed bisa menggunakan batu kerikil. Kemudian ada lagi sistem NFT dengan menggunakan pipa paralon atau bambu dan semuanya disusun secara horizontal. Saat ini, Mark mengaku, fokus pada sistem vertikal, yang benar-benar vertikal. Jada, hanya memakan biaya sedikit, namun memberikan hasil yang lebih banyak.


Mark juga sempat mengikuti seminar sepekan tentang akuaponik, di Brisbane, Australia. Di sana, ia bertemu dengan para peserta dari negara-negara lain. Mark mendapatkan banyak teori yang tepat untuk dibawa ke Tanah Air. Dua bulan berselang, Mark pun menulis sebuah buku Akuaponik ala Mark Sungkar bagi para pemula yang ingin belajar. Mark menyarankan para pemula agar memakai akuarium berukuran 60 x 40 x 40 terlebih dahulu, yang kemudian di atasnya menggunakan pot. Ini dianggap sudah lebih dari cukup. Lalu, mereka bisa menggunakan pompa akuarium untuk sirkulasi, bisa juga tanpa alat tersebut. Mark juga mengungkapkan, lebih mudah untuk pemula sebaiknya mencoba bertanam tomat, selada, atau kangkung yang paling gampang. Agar kalau misalkan gagal, tidak sampai putus asa.

Selain Mark Sungkar, ada pula Supriyanto, yang turut menekuni akuaponik. Cara dan jenis teknik sistem akuaponik diakui Supriyanto cukup rumit. Tak pelak banyak pemula yang putus asa dan meninggalkan cara cocok tanam ini karena hanya berkutat pada teknik semata. Lelaki yang memulai akuaponik sekitar 2011 lalu ini lantas mengajak para pemula untuk melihat kembali ke prinsip dasar akuaponik seperti yang sedang dijalaninya. Yakni, memelihara ikan, mengalirkan air kolam kaya nutrisi ke tanaman. Dari tanaman, air kembali lagi ke kolam. Yanto sendiri membuat  sistem akuaponik dengan barang-barang bekas. Dari kolam ikan berbentuk L yang sudah ada di rumahnya, Yanto menghidupi pokcoy, selada air, cabai, dan berbagai tanaman di kebunnya yang berukuran 4 x 5 meter persegi. Namun, ia menambahkannya dengan pupuk organik cair yang dibuat dari limbah dapur.


Yanto mengingatkan, akuaponik itu sebenarnya berakar panjang dalam tradisi pertanian di Asia dan Amerika Latin. Sementara, teknik yang dikenal sebagai akuaponik modern sebenarnya merupakan pengembangan oleh peneliti/praktisi Barat yang dimulai pada 1960-an. Lelaki yang berasal dari keluarga petani di Jawa Tengah ini ingat benar, kakeknya dulu memiliki kolam ikan di halaman rumah dengan dapur. Di kolam itu, kakeknya memelihara ikan tawes atau lele lokal. Neneknya lalu biasa membuang sisa-sisa nasi/makanan ke kolam ikan tersebut. Ikan lalu akan memakan sisa limbah dapur dan rumah tangga yang organik. Seperti makhluk hidup lain, ikan menghasilkan buangan berupa limbah yang kaya nutrisi ke air kolam. Neneknya kemudian memanfaatkan air kolam yang kaya nutrisi itu untuk menyiram tanaman yang ada di kebun pekarangan, seperti kacang panjang, cabai, bayam, kecipir, koro, dan sayuran lain.

Lalu apa yang membedakan akuaponik tradisional dulu dan sekarang ? Yanto menunjuk pada cara mengalirkan air dalam kolam yang kaya nutrisi ke tanaman. Akuaponik modern meminjam teknik yang lazim dalam kultur hidroponik, yakni mengalirkan air secara mekanis, yang biasanya menggunakan pompa, ke tanaman. Hal yang menyenangkan hati Yanto selama berakuaponik adalah pengaliran air ke tanaman yang berlangsung secara otomatis. Jadi, tidak perl lagi menyiram tanaman secara manual dan air kolam pun selalu jernih.


Menggeluti sistem akuaponik juga dilakukan Dede Rahmat Muslim sejak Januari 2016. Perkenalannya dengan akuaponik berawal dari ketidak sengajaan. Lelaki yang hobi bercocok tanam dengan sistem hidroponik ini semula hanya ingin memiliki kolam kecil di teras depan rumahnya. Kemudian ia mencari tahu mengenai filter khusus ikan koi, bakki shower, melalui internet. Dari penelusuran tersebut, informasi yang keluar ada istilah mengenai akuaponik. Dede pun mulai mencari tahu tentang akuaponik. dan menemukan grup Facebook, Belajar Akuaponik Indonesia. Di situ Dede banyak belajar dari setiap postingan teman-teman yang tengah belajar bercocok tanam dengan akuaponik. Dede juga mulai mengikuti seminar bersama dengan Mark Sungkar.

Melalui akuaponik, Dede tidak perlu membutuhkan lahan yang lebih luas dan bisa memanfaatkan hasil dua sekaligus, yakni tanaman dan ikan. Sebelumnya konsep awal kolam ikan berada di depan rumahnya, tetapi Dede memilih untuk membangun lagi di samping teras dengan volume 700-800 liter air. Dari awal hadirnya kolam ikan di rumahnya, Januari sampai November 2016, ia tidak pernah mengurasnya. Sebab, air kolam masih bersih dan tidak berbau. Kolamnya juga lebih hemat air, hanya memang dalam satu pekan ia terkadang menambahkan air, karena Dede juga menggunakan air dari kolam untuk tanaman lainnya.


Alumnus dari Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka ini pun bersyukur tidak harus membeli pupuk, cukup hanya dengan memberikan makan ikan-ikannya. Pada saat pertama kali mencoba, Dede menggunakan 20 ekor ikan nila merah. Bukan dari bibirt unggulan, hanya ikan biasa yang digunakan sebagai umpan arwana. Lama-kelamaan ikannya bertambah menjadi banyak, bahkan hingga kini jumlahnya bisa mencapai 200 lebih, dan sisanya ia pernah mengambil untuk dikonsumsi. Di rumahnya, Dede menanam terong, seledri, dan stroberi. Kemudian ia pun menuai hasil yang baik dalam tiga bulan. Kebetulan, ia dan istrinya sama-sama menyukai buah stroberi yang biasanya tumbuh di pegunungan. Namun, sekarang ia bisa membuktikan bahwa buah itu juga bisa tumbuh di rumahnya di Bekasi. Tanaman stroberi juga biasanya butuh waktu sekitar dua tahunan untuk berbuah, tapi di rumahnya dalam dua sampai tiga bulan sudah bisa berbuah.




Komentar

  1. SAMBAL ROA JUDES adalah salah satu sambal dengan citarasa terbaik di Indonesia. Kehebatan rasa sambal ini pun bahkan sudah melanglang dunia karena digemari pula oleh masyarakat luar negeri. Terbuat dari bahan-bahan berkualitas dengan bahan utama ikan Roa yang khusus didatangkan dari Manado, Sulawesi Utara. Sambal siap saji ini dibuat dengan kemasan food grade (135 gram), tahan lama, cocok untuk teman bepergian atau oleh-oleh. Nikmat disantap dengan jenis lauk apa pun, yang pastinya akan menambah nafsu selera makan anda. Pemesanan Sambal ROA JUDES untuk wilayah Jakarta, hubungi Delivery SAMBAL ROA JUDES, melalui sms/whats app 085695138867. atau BBM 5F3EF4E3

    BalasHapus

Posting Komentar