Salam, baru muncul di awal tahun 2000. Awalnya, Salam hanya mendampingi kelompok belajar. Saat itu, masih merupakan sekolah formal dan baru pada sore harinya dibuka sanggar anak alam. Namun, seiring waktu, kegiatan kelompok belajar ini seperti menjaring angin. Sebab, pada saat di Salam, anak diajar dengan pola menemukan pengetahuannya sendiri, sementara di sekolah formal anak mendapatkan pengetahuan dengan diberitahu atau sosialisasi.
Ini yang kemudian mendorong Wahya untuk mendirikan sekolah sendiri, dimulai dengan kelompok bermain atau playgroup tahun 2004, disusul Taman Anak, SD, dan SMP tahun 2011. Menurut Wahya, pendidikan dasar dinilai sudah bergeser dari esensinya yang mencari pola pengetahuan dengan sendiri. Melalui Sekolah Alam, Wahya lantas memulai tujuannya menyebarkan pola pendidikan ini. Semangat yang dibawa adalah komunitas belajar masyarakat. Komunitas belajar ini memiliki input belajar yaitu anak didik, orangtua, maupun fasilitator atau guru. Peran fasilitator adalah memfasilitasi pembelajaran yang ada. Sementara mewujudkan komunitas ini harus ada metode dan media.
Metode yang digunakan adalah anak diajak menemukan pengetahuannya sendiri melalui metode daur proses. Daur proses belajar ini dimulai dari mengalami langsung. Dari pengalaman itu akan diungkap data-data apa saja yang ingin dicapai. Lalu, data-data itu diolah sampai orang punya kesimpulan sendiri. Ketika kesimpulan ini ditemukan sendiri, maka ia dengan mudah akan menerapkannya dalam berbagai bidang pengetahuan. Daur belajar juga bisa digunakan untuk segala peristiwa kehidupan yang berkaitan erat dengan tiga aspek, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Jadi, metode ini tidak memilah-milah mata pelajaran.
Salam ingin menghidupkan ilmu pengetahuan dari hal yang langsung dialami anak, bukan dari contoh yang belum dialami. Ini berbeda dengan pendidikan formal yang banyak memberikan ilmu yang belum dialami langsung oleh anak. Tak heran, anak-anak yang belajar di Salam cenderung kritis dibanding siswa di sekolah formal. Setiap anak di masing-masing tahap memiliki proses belajar sendiri. Di Kelompok Bermain dan Taman Anak misalnya, akan lebih mengeksplor kemampuan indera dan imajinasi anak. Proses pengetahuan yang dibangun Salam, sama dengan proses belajar yang digagas Ki Hadjar Dewantara yang intinya membagi proses belajar menjadi tiga windu, yakni Wirogo, Wirogo Wiromo, dan Wiromo.
Wahya mengatakan, setiap anak adalah unik. Sehingga setiap anak memiliki kebutuhan khusus dan punya kecenderungan yang berbeda-beda. Jadi, di Salam tidak ada penggolongan anak ke dalam disabilitas, atau tidak perlu dibeda-bedakan apakah anak disabilitas atau tidak. Setiap anak memiliki kebutuhan berbeda, dan Salam memfasilitasi anak dengan sebutan disabilitas demi kebutuhan belajarnya terpenuhi.
Biaya belajar di Salam tidak dipatok pasti, tergantung kemampuan finansial orangtua. Iuran yang diberikan ke sekolah disesuaikan, dihitung dari angka kebutuhan. Kebutuhan KB Rp 275.000, Taman Anak Rp 290.000, SD Rp 395.000, dan SMP Rp 450.000. Sementara iuran masuk pendaftaran playgroup Rp 1,5 juta, dan berselisih Rp 500.000 ke tingkat selanjutnya. Itu pun juga berbeda antara keluarga yang mampu dan tidak mampu.
SAMBAL ROA JUDES adalah salah satu sambal dengan citarasa terbaik di Indonesia. Kehebatan rasa sambal ini pun bahkan sudah melanglang dunia karena digemari pula oleh masyarakat luar negeri. Terbuat dari bahan-bahan berkualitas dengan bahan utama ikan Roa yang khusus didatangkan dari Manado, Sulawesi Utara. Sambal siap saji ini dibuat dengan kemasan food grade (135 gram), tahan lama, cocok untuk teman bepergian atau oleh-oleh. Nikmat disantap dengan jenis lauk apa pun, yang pastinya akan menambah nafsu selera makan anda. Pemesanan Sambal ROA JUDES untuk wilayah Jakarta, hubungi Delivery SAMBAL ROA JUDES, melalui sms/whats app 085695138867. atau BBM 5F3EF4E3
BalasHapus