BELITUNG, Salah Satu Pulau Terindah Kelas Dunia, 'Karibia dari Timur'




Ketika Belanda pertama kalinya menginjakkan kaki di Pulau Belitung, langsung terpukau dengan keindahan pulau ini. Bagi kolonial Negeri Dam itu, Belitung adalah salah satu pulau terindah kelas dunia. Mereka tidak berbicara tentang Pulau Bali atau Pulau Jawa, tetapi Belitung, yang dikelilingi ratusan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Maka tak heran bila kemudian mereka menyebut Belitung sebagai ‘Karibia dari Timur’
 

Pulau ini dapat dicapai hanya dengan waktu sekitar 50 menit dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta Jakarta ke Bandara HAS Hanandjoeddin di kota Tanjung Pandan.  Kota tanpa angkutan umum massal itu nyaris seperti sebuah surga yang tidak tercemar polusi udara. Tak ada sesaknya penduduk atau kebisingan kendaraan bermotor.



Pantai-pantainya dihiasi pasir putih yang partikelnya halus, laksana bubuk gula pasir. Pasir-pasir putih itu pula yang dibawa ke pantai-pantai di Malaysia dan Thailand. Hal yang menakjubkan adalah  di pantai itu terdapat susunan batu-batu granit yang berukuran besar.

Pantai Tanjung Kelayang dan Pantai Tanjung Tinggi yang terhampar tak disia-siakan untuk mempromosikan pulau itu. Pembuatan film Laskar Pelangi, antara lain, difokuskan di situ. Dari Tanjung Kelayang pula, dengan perahu nelayan etnis Bugis, bisa melihat mercusuar yang berada di pulau Lengkuas. Mercusuar itu berusia lebih dari satu abad buatan kolonial Belanda.




Belitung atau masyarakat setempat menyebutnya Belitong, diambil dari nama sejenis siput laut. Pulau ini terkenal sebagai penghasil lada putih, yang dalam bahasa setempat disebut sahang, dan bahan tambang tipe galian C seperti timah putih, pasir kuarsa, tanah liat putih, dan granit.

Pulau Belitung nan indah ini terbagi menjadi dua kabupaten, yaitu Kabupaten Belitung beribu kota di Tanjung Pandan dan Belitung Timur yang beribu kota di Manggar. Penduduknya terutama adalah suku Melayu yang bertutur dengan dialek Belitung serta keturunan Cina Hokkien dan Hakka. Di luar itu, masih ada etnis-etnis lain dari berbagai penjuru nusantara.

Secara geografis, pulau yang oleh warga Belanda disebut Billiton ini, adalah sebuah pulau di lepas pantai timur Sumatera. Di sebelah utara dibatasi oleh Laut Cina Selatan, sebelah timur berbatasan dengan Selat Karimata, sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa, dan sebelah barat berbatasan dengan Selat Gaspar. Di sekitar pulau ini terdapat pulau-pulau kecil, seperti Pulau Mendanau, Kalimambang, Gresik, dan Seliu.




MENIKMATI MANISNYA SECANGKIR KOPI KHAS MANGGAR




Bubuk kopi dimasukkan ke dalam saringan yang berbentuk seperti kaus kaki. Saringan ini berada di dalam sebuah teko atau ceret. Di dalam saringan itulah, kopi diaduk. Air kopi yang berada di dalam teko selanjutnya dipindahkan ke teko yang lain.

Hasil dari penyaring tersebut berupa air kopi. Air ini akan dipindahkan ke dalam gelas. Inilah segelas kopi khas Manggar, Belitung Timur. Manggar adalah sebuah kota yang terletak di bagian timur dari Pulau Belitung, kota yang berjarak 90 km dari Tanjung Pandan, ibu kota Kabupaten Belitung, atau Belitung induk.




Cara membuat kopi khas Manggar memang berbeda dengan cara membuat kopi pada umumnya. Biasanya, kopi akan diseduh dengan air panas. Tidak ada proses penyaringan sama sekali. Dengan cara penyaringan seperti itu, kopi akan memiliki rasa yang unik. Tidak ada bau kopi yang gosong, tidak ada rasa masam, dan tidak ada sisa ampas. Itulah kopi Manggar.

Kota Manggar kini memang dikenal sebagai kota 1001 warung kopi. Sekilas rasanya janggal. Karena komposisi tanah di Belitung tidak cocok untuk ditanami kopi. Kopi di Belitung memang bukan berasal dari wilayah itu. Kopi berjenis robusta itu umumnya berasal dari Lampung. Kopi-kopi yang didatangkan lalu diolah sendiri oleh masing-masing kedai. Karena itu antara satu kedai dengan kedai yang lain memiliki bumbu rahasia. Maka, masing-masing kedai kopi memiliki pecinta kopi sendiri-sendiri.

Lalu, dari mana kebiasaan minum kopi bagi warga Beliung, khususnya di Manggar, Belitung Timur ? Menurut sejarah, kebiasaan itu bermula dari para pekerja timah yang berasal dari Cina yang mengadu nasib bekerja di pengolahan timah Belitung. Para imigran ini membawa kebiasaan dari tanah leluhur mereka.  Salah satu kebiasaan itu adalah minum kopi. Sebelum memulai aktivitas, para pekerja terlebih dahulu meminum segelas kopi. Pelan-pelan kebiasaan tersebut diikuti oleh orang-orang Melayu yang mendiami pulau Belitung. Dan kebiasaan itu terus berlanjut sampai kini.

Di kedai kopi inilah dapat dilihat keseharian wajah Belitung. Utamanya pembauran antara berbagai etnis, khususnya Melayu dan Cina serta antara pejabat dan masyarakat biasa. Dengan harga segelas antara Rp 3000 – Rp 5000, semua obrolan dari urusan rumah tangga sampai politik bercampur bersama segelas kopi.




Dikenal sebagai warga penikmat kopi, Dinas Pariwisata Belitung pun kini membuat acara Festival 1001 Warung Kopi. Festival ini diisi kegiatan lomba balap minum kopi, dan lomba kreasi kopi. Kegiatan itu pun sanggup memacu pelaku usaha dan masyarakat untuk menggali lebih dalam makna dari budaya minum kopi agar menjauhi tindakan negative, seperti berjudi dan mabuk-mabukan.

Pemerintan Kabupaten Belitung Timur pun kini telah membangun destinasi wisata, dengan membuat Tugu 1001 Warung Kopi di Jalan Lipat Kajang, Manggar. Bahkan, kini mereka turut memasarkan batik khas dengan gambar gelas kopi yang asapnya mengepul sebagai motif buatan daerah tersebut.



Selain itu, ada pula motif katis rambai atau daun papaya yang buahnya kecil menjuntai, kupu-kupu di daun simpor, dan ikan air awar Cempedik yang disebut hanya ada di Belitung. Batik yang dilukis dan dicap di kain katun, semi sutra, dan serat nanas itu kelak akan dipasarkan juga di luar Belitung.




Belitung, saat ini memang sedang berbenah diri dan gencar memasarkan wisatanya, sejak putra Belitung, Andrea Hirata, memperkenalkan daerahnya melalui novel Laskar Pelangi. Sukses dengan novelnya, kemudian difilmkan dengan judul yang sama, menjadikan mata dunia lebih terbuka lagi terhadap Belitung.

Maka tak lengkap jika ke pulau ini tak mengunjungi Museum Kata Andrea Hirata. Di situ antara lain, ditampilkan foto-foto cukilan dari film Laskar Pelangi, termasuk sejumlah benda yang tak bisa dipisahkan dari film tersebut. Poster ‘raja dangdut’ Rhoma Irama, gitar tua, radio transitor, novel-novel karangan Andrea Hirata, dan sejumlah puisi dan kalimat mimpi-mimpi si Ikal alias Andrea Hirata.



Di Belitung, bahkan replika Sekolah Dasar Muhammadiyah Gantung pun masih dipertahankan dengan kondisi balok kayu yang menopang bangunan yang nyaris roboh itu. Mengunjunginya seakan kita seperti diajak menjelejajah ke akhir tahun 1970-an dan awal 1980-an, tatkala Andrea Hirata bersekolah di situ.
   




Komentar