WANITA DAN PROFESI : PRIANTI GAGARIN DJATMIKO SINGGIH, Duta Besar Yang Ingin Menduniakan Batik




Sebagai duta besar Republik Bolivar Venezuela dan lima negara lain di sekitarnya (Republik Trinidad dan Tobago, Grenada, Saint Vincent and Grenadines, Persemakmuran Dominika, dan Saint Lucia), Prianti Gagarin Djatmiko Singgih tak hanya berhasil mempererat hubungan Indonesia, tapi juga sukses membawa batik dikenal di Venezuela. Hingga sekarang sudah tidak asing lagi melihat model Venezuela berjalan di catwalk mengenakan batik.

Sejak mendapat mandat sebagai duta besar pada 2012 lalu, setiap kali mengadakan kegiatan, resmi maupun tidak resmi, Prianti selalu mengenakan busana khas Indonesia, termasuk kebaya batik. Ia tidak mau mengenakan busana serta aksesori merek luar negeri. Ia ingin menunjukkan kepada masyarakat Venezuela bahwa batik itu unik dan keren. Rupanya, kebiasaannya berbusana dan sering tampil di televisi setempat dengan berkain batik mendapat perhatian banyak kalangan, termasuk para desainer lokal. Mereka melihat, corak batik yang dikenakan Prianti unik. Lalu, mereka datang menemui Prianti dan memintanya menjadi juri di sebuah acara fashion. Prianti pun menyambut gembira tawaran itu, apalagi para juri lainnya adalah tokoh-tokoh fashion di Venezuela, salah satunya direktur sekolah mode Brivil.



Usai menjadi juri di acara tersebut, oleh direktur sekolah mode Brivil, Prianti ditawari mengajar materi tentang kain tradisional di sekolah mode miliknya. Tentu tawaran itu ia terima dengan senang hati. Baginya, itu adalah kesempatan bagus untuk memperkenalkan batik lebih jauh pada masyarakat Venezuela. Di kelas, Prianti memperkenalkan batik, mulai dari sejarah dan filosofinya, macam ragam corak, sampai bagaimana proses pembuatan dari awal sampai akhir. Seluruh siswa sampai direktur sekolah mode itu pun takjub, setelah mendengar penjelasan tentang pembuatan selembar kain batik yang memerlukan proses panjang dengan kreativitas yang tinggi.

Mereka sangat senang, bahkan ia yang awalnya hanya diminta mengisi satu semester akhirnya keterusan sampai dua tahun menjadi pengajar di sana. Karena mereka begitu ertarik, akhirnya Prianti tak sekedar mengajar, tapi sekaligus diminta memasukkan kurikulum pengajaran tentang batik di sekolah mode tersebut. Dengan masuknya batik ke kurikulum mereka, maka murid sekolah mode Brivil akan mendapat materi tentang batik. Bahkan setelah itu, tidak hanya mengajar di Caracas, ibukota Venezuela saja, tapi ia juga diminta mengajar di berbagai kota di Venezuela. Jadi, batik dijadikan Prianti sebagai sarana diplomasi untuk mempererat persahabatan sekaligus meningkatkan ekonomi para pengrajin di tanah air.



Prianti juga sudah membuat buku berjudul Diplomacy Batik yang dicetak dalam dua bahasa, bahasa Spanyol dan bahasa Inggris. Buku tersebut juga tersimpan di Perpustakaan Nasional Venezula. Sebagai catatan, perkembangan fashion di Venezuela sendiri cukup bagus. Kebetulan, salah seorang perancang kelas dunia, Carolina Herrera, berasal dari Venezuela. Jadi, mau tidak mau nama Venezuela dalam percaturan mode dunia pun ikut terangkat. Selain itu, Prianti juga berulang kali diliput secara khusus oleh media cetak dan teve terbesar di sana.

Dalam praktiknya untuk memperkenalkan batik di Venezuela, tentu saja Prianti tidak sekedar berteori. Untuk lebih mengenalkan batik, ia mendirikan komunitas yang diberi nama Canting. Yang tergabung dalam komunitas itu termasuk beberapa Dubes negara sahabat, seniman, fashion designer, pegawai pemerintah dan swasta, para pecinta mode, siswa maupun masyarakat umum yang ingin tahu tentang batik. Saat ini jumlah anggota komunitas Canting ada 50-an orang. Bahan-bahannya, mulai dari malam sampai alat canting, ia beli di Yogyakarta. Dulu, ia juga menggunakan kain mori yang dibeli dari Indonesia, tapi saat ini cukup menggunakan kain katun yang bisa didapat juga di sana. Setelah komunitas tersebut berdiri, Prianti kemudian mendatangkan Bayu Arya, seorang ahli batik dari Yogyakarta, untuk mengajar anggota komunitas Canting perihal seluk-beluk pembuatan batik. Mulai dari mendesain, membatik, mewarnai, sampai jadi. Para anggota komunitas pun sangat antusias dan sangat mengapresiasi. Karena selain membutuhkan sentuhan seni yang tinggi, prosesnya juga cukup panjang dan penuh ketelatenan.



Agar mereka lebih menjiwai, terkadang Prianti sengaja membuat motif batik yang menggabungkan dua budaya, Indonesia dan Venezuela. Misalnya, batik dengan corak khas Venezuela, terdapat gambar burung guacamaya atau anggrek. Burung guacamaya dan bunga anggrek merupakan burung dan bunga nasional Venezuela. Selain itu Prianti juga membuat motif topeng yare yang juga mendapatkan penghargaan dari Unesco. Sebagai bentuk penghargaan, Prianti memberikan beasiswa belajar batik selama setahun di Indonesia bagi mereka yang prestasinya paling menonjol. Salah satu yang mendapat beasiswa tersebut adalah Jesus Cedeno, seorang warga Venezuela yang tak hanya bangga, tapi juga sangat menyukai budaya Indonesia. Bahkan ia malas kembali ke Venezuela dan ingin tetap tinggal di Yogyakarta.

Suatu ketika, Prianti mendatangkan sahabatnya, seorang ahli batik, Novita Yunus. Selain memberikan workshop batik, Novita juga memberi bekal kepada siswa sekolah mode Brivil tentang bagaimana membuat batik tak sekedar sebagai karya fashion, tetapi juga memiliki nilai jual. Di sana Novita juga mengadakan pergelaran di Toolon Fashion Mall dan mendapat perhatian luas dari masyarakat. Yang lebih menakjubkan, kain batik yang dibawa Novita habis terjual, mengalahkan stand yang lain.



Prianti mengaku menyukai batik sudah sejak lama. Malah bukan hanya batik saja, tetapi juga kerajinan lain, semisal tenun. Tapi, kalau mempelajari batik secara intens sejak tahun 2010 lalu. Bermula, ketika ia vakum selama delapan bulan setelah penugasan dari Brussel. Ia kemudian mempelajari batik secara intens, dengan pergi ke berbagai daerah, mulai Yogyakarta, Solo, Lasem, sampai Madura, mengunjungi sentra-sentra batik dan berkenalan dengan para desainer batik. Bahkan, hampir di setiap kota, ia punya teman atau kelompok pencinta batik. Selama kurun waktu itu, ia juga memperdalam filosofi batik, sejarah batik, beda antara batik keraton dan pesisir, sampai ke proses pembuatannya. Ia juga menunjangnya dengan berbagai literatur. Karena setelah ia baca, banyak negara yang memiliki hasil kerajinan yang proses pembuatannya mirip dengan batik, hanya coraknya saja yang berbeda. Dari puluhan buku tentang tekstil yang dibelinya di New York, negara yang memiliki teknik mirip membatik itu misalnya Persia, Cina, Jepang, juga India.

Prianti memang begitu getol membawa batik ke tingkat dunia. Ia ingin menunjukkan batik sebagai ikon komoditas Indonesia. Kalau berbicara mengenai batik, maka masyarakat dunia tahu bahwa itu adalah karya seni budaya khas Indonesia. Prianti juga ingin batik tak hanya memiliki nilai seni dan ditaruh di museum saja, tapi juga memiliki nilai ekonomi. Artinya, batik bisa memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat Indonesia. Nasib para UKM di daerah-daerah pun bisa meningkat. Memang sebetulnya tidak hanya batik saja yang ia perkenalkan ke masyarakat dunia. Batik hanya salah satunya saja, tetapi memang yang paling menonjol. Selain itu misalnya, Prianti juga memperkenalkan mebel ukiran Jepara. Kini di negara Karibia, dari hotel sampai rumah Gubernur Jenderal, menggunakan mebel Jepara. Mereka mengakui bahwa barang Indonesia memiliki kualitas yang lebih baik dari Cina, meski agak lebih mahal.



Sebenarnya, cita-cita Prianti dulu adalah ingin menjadi dosen karena ia memang suka mengajar. Tapi, dua tahun menjelang akhir kuliah di jurusan Sastra Cina dan Fisip UI, ia mendapatkan beasiswa dari Kementerian Luar Negeri. Konsekuensinya, setelah lulus kuliah, ia harus masuk Kementerian Luar Negeri. Setelah masuk Kementerian Luar Negeri, Prianti mendapat pendidikan sebagai diplomat selama 12 bulan. Karena saat pendidikan ia lulusan terbaik sekaligus cakap berbahasa Spanyol, ia kemudian mendapat beasiswa untuk mengikuti pendidikan diplomat di Cile selama 9 bulan. Setamat dari sana, Prianti langsung ditugaskan di Genewa, Swiss, sebagai Sekretaris III Bidang Ekonomi Pembangunan PBB. Tugas berikutnya di New York, di komite yang setiap hari memimpin sidang PBB. Kemudian ia balik ke Indonesia sebagai Direktur Internasional Kementerian Luar Negeri, kemudian menjadi Wakil Dubes Brussel untuk Belgia, Luxemburg, dan Uni Eropa. Setelah itu ia balik lagi ke Indonesia menjadi Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan Kementerian Luar Negeri di Jakarta. Pekerjaannya sehari-hari mendidik para diplomat Indonesia serta diplomat asing yang di negaranya tidak ada akademi diplomat, seperti Timor Leste atau Palestina.

Suami Prianti, Herman Djatmiko, juga adalah seorang diplomat yang sekarang bertugas di Ekuador. Prianti bertemu suaminya ketika sama-sama menempuh pendidikan di Sekdilu. Soal penempatan tugas, ia dan suaminya memang tidak pernah sama. Ketiga Prianti bertugas di New York, suaminya berada di Meksiko. Saat ia berada di Indonesia, suaminya ada di Seoul. Kini suaminya setiap 3 bulan sekali selalu mengunjunginya di Venezuela. Anak tunggal Prianti, Dhanang Sengkalit Djatmiko, sempat menemaninya di Venezuela. Tapi saat ini, sang anak sedang kuliah di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Keluarga mereka pun berkumpul setahun sekali di Indonesia. Prianti sekarang ditugaskan sebagai Dubes Republik Bolivar Venzuela yang berkedudukan di Caracas, tetapi merangkap lima negara lainnya yaitu Republik Trinidad dan Tobago, Grenada, Saint Vincent and Grenadines, Persemakmuran Dominika, dan Venezuela. Di Venezuela sendiri, jumlah WNI hanya 50 orang, sedang di Trinidad dan Tobago ada 500 orang. Paling banyak mereka bekerja menjadi ABK, sementara di negara-negara lain biasanya mereka bekerja di spa, hotel, dan sebagainya.



Menurut Prianti menjadi seorang Dubes sangat menarik, karena bisa secara langsung merancang strategi politik luar negeri, melaksanakan dan melihat hasil diplomasi terhadap peningkatan hubungan bilateral dengan negara-negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia. Mengenai Venezuela, yang paling berkesan dari negara tersebut adalah budaya disiplin, tertib, antre, dan cuacanya yang sangat nyaman. Sebagai negara tropis, suhu di Venezuela 23 derajat Celcius sepajang tahun, jadi selalu sejuk. Selain itu, pemandangannya juga indah, juga orang-orangnya yang cantik dan tampan.

Salah satu pengalaman yang sangat berkesan baginya selama bertugas di Venezuela adalah ketika Presiden Venezuela, Hugo Chavez, meninggal dunia. Ia melihat betapa kharisma Chavez sungguh luar biasa, mirip seperti Soekarno. Selama dua minggu, panjang antrean masyarakat yang ingin melihat jenazahnya sampai 12 kilometer. Padahal, masing-masing orang hanya diberi kesempatan dua detik. Chavez memang dianggap presiden yang sangat pro rakyat. Di Venezuela, perumahan dan kesehatan masyarakat diberikan cuma-cuma kepada warga negaranya. Yang membuat Prianti bangga, ia merupakan salah satu dari sedikit Dubes di Venezuela yang bisa diterima keluarga Hugo Chavez. Ia bisa bertemu dengan ibu dan saudara-saudara Chavez. Ibunda dari Hugo Chavez sangat terharu dan menangis ketika ia beritahukan bahwa ada sekitar 1.500 orang Indonesia yang menyalakan lilin sebagai tanda duka cita di Tugu Selamat Datang Indonesia.


Komentar

  1. Saya dari lingkungannya beliau sudah dipanggil Allah SWT

    smoga diterima di sisi Yang Maha Kuasa

    Saya tidak mengada ngada..

    BalasHapus
  2. VISIT (KUNJUNGI)
    http://bit.ly/2x1iSpV
    Software Cek Struktur Nama Merupakan Aplikasi Yang Mirip ARKAND SCS (Secret Codes Site) Tool Yang Digunakan Untuk Cek Struktur Nama Dan Tanggal Lahir Untuk Mengetahui Tingkat Kesuksesan Seseorang.
    Software Cek Struktur Nama Tidak Perlu Install, Langsung Bisa Dipakai, Support OS Windows 32 Dan Windows 62 Karena Merupakan Portabel.

    BalasHapus

Posting Komentar