KHAFIDZ NASRULLAH, Pengusaha Minyak Asiri Dari Kota Kendal, Beromzet Miliaran Rupiah




Di usia 23 tahun, pemuda asal Desa Ngargosari, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah ini sudah menjadi pengusaha sukses dengan omzet yang mencapai miliaran rupiah. Namun untuk mendapatkan semua itu memang memerlukan perjuangan yang penuh liku.

Usaha minyak asiri yang dimiliki Khafidz ini, memang tak serta merta besar. Modal awal usaha yang ia miliki hanyalah tenaga dan kesungguhan. Salah satu yang mendorongnya berusaha keras membangun usaha adalah latar belakangnya yang berasal dari keluarga miskin dan tinggal di desa.

Khafidz lahir dan besar di sebuah desa dengan ekonomi dan latar belakang pendidikan masyarakat yang rendah. Rata-rata pekerjaan masyarakat di desanya hanyalah buruh tani. Selepas SMA, awalnya Khafidz sempat merasa gembira, karena keinginannya melanjutkan kuliah tercapai, setelah pihak kabupaten berjanji memberikan beasiswa setelah ia diterima di jurusan Tehnik Industri, Universitas Islam Negeri (UIN) Yogyakarta. Tapi kebahagiaannya itu ternyata tak berlangsung lama. Karena sebuah kesalahan, pemerintah daerah setempat membatalkan program beasiswa itu.

Oleh karena sudah diterima di UIN, maka mau tak mau Khafidz harus tetap melanjutkan cita-citanya untuk kuliah. Persoalannya karena ia tak punya biaya cukup, terpaksa untuk membayar uang masuk universitas sebesar Rp 1,4 juta, Ayahnya di kampung harus menjual kambing peliharaan yang laku Rp 1,6 juta. Sisanya, untuk tambah-tambah biaya hidup.

Pada semester pertama kuliah, untuk mengirit biaya, Khafidz tidak tinggal di tempat kos, tapi menumpang tidur di masjid. Namun tak lama kemudian, ada orang yang mau membantunya dan menawarkan tinggal di rumah kontrakan miliknya.

Menginjak semester dua, Khafidz memutuskan mandiri dan tidak lagi minta bantuan orangtua. Lantaran tak ada lagi kiriman uang dari kampung, di sela-sela kuliah ia pun bekerja serabutan. Dari membantu anak-anak kos mengangkat galon air mineral, mengangkut-angkut barang yang ingin pindah kos,  sampai pernah berjualan burung yang didapatnya dari desa. Intinya, ia lakukan apa saja yang bisa memberikan pemasukan baginya. Sampai akhirnya, di tengah masa-masa sulit itu, muncul sebuah ide dari benaknya.

Ia mencoba membuka warung angkringan di kawasan kampus Universitas Gajah Mada (UGM). Dengan modal uang Rp 500 ribu pinjaman dari teman, ia menyewa gerobak yang seharinya Rp 3 ribu. Kemudian sisanya ia belanjakan bahan-bahan. Sejak itu, aktivitasnya sehari-hari adalah, dari pagi sampai siang kuliah. Kemudian sepulang kuliah ia pergi ke pasar untuk kulakan bahan. Dan mulai jam 17.00 ia membuka warung angkringan sampai dini hari, begitu seterusnya. Pada masa itu, dalam sehari ia hanya bisa tidur 3 jam saja.

Semua tugas-tugas kuliahnya ia kerjakan di warung angkringan. Walau penghasilannya dari usaha itu tidak begitu banyak, tapi cukup untuk membayar kos, cicilan modal awal, uang kuliah, membeli buku, hingga akhirnya ia bisa membeli gerobak sendiri. Namun, ada satu hal yang sangat berharga ketika ia memiliki usaha angkringan ini. Di sana ia mendapat ilmu wirausaha dari para pembeli dengan latar belakang pendidikan yang bervariasi.

Namun di tahun 2009, ia menutup sementara usaha angkringannya, karena mendapat tugas praktik lapangan di sebuah perusahaan di Jakarta selama dua bulan. Tapi malangnya, sepulang dari Jakarta, gerobak warung angkringannya hilang dicuri orang. Lantaran tak mempunyai pekerjaan lain, ia pun mulai melamar kerja ke beberapa lembaga survey.

Titik cerah kehidupan Khafidz mulai muncul di tahun 2009. Saat perjalanan pulang dari Yogyakarta menuju Kendal, di sepanjang perjalanan ia melihat banyak daun-daun cengkih kering, rontok, berserakan di bawah pohon. Dari pemandangan itu, spontan terlintas di pikirannya, andai daun cengkih itu diolah dengan baik dan ditunjang ilmu marketing yang profesional, pasti akan memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Kebetulan, di kawasan desanya, banyak terdapat pengolahan minyak asiri. Tapi karena tidak dikelola dengan baik, jadi hasilnya tak berkembang baik pula. Masyarakatnya tetap miskin.

Khafidz pun segera melakukan riset kecil-kecilan selama satu tahun. Ia mencari bahan di internet serta mengambil data dari beberapa kementrian untuk membuat businesss plan. Di antaranya data tentang perusahaan apa saja yang membutuhkan minyak asiri, berapa jumlahnya, berapa harga jualnya, dan sebagainya. Semuanya itu ia petakan dulu.

Dari hasil riset itu, didapati bahwa untuk membuat usaha minyak asiri minimal dibutuhkan dana awal Rp 80 juta. Uang itu untuk membuat drum penyulingan, pemanas, dan lain-lain. Itu sudah biaya yang paling murah dan alatnya dirancang sendiri tanpa bantuan orang lain, kecuali untuk pengelasan. Kalau memesan alat khusus, tentu harganya akan jauh lebih mahal.

Setelah tahu biaya yang dibutuhkan tadi, ia pun langsung membuat proposal lalu mengirimkannya kepada orang-orang yang kira-kira berminat dengan sistem bagi hasil. Tapi dari 10 orang yang ia temui, tak satupun ada yang mau menanamkan modalnya. Tapi untungnya, orang ke 11 yang ditemuinya berminat untuk membiayai rencana kerjanya itu.

Akhirnya, tanpa menunggu waktu, setelah dana turun, semua rencana kerja yang telah ia susun langsung dilaksanakan dengan baik. Semua tahapan bejana penyulingan ia buat sedemikian rupa sehingga akhirnya jadi dengan baik.

Khafidz sama sekali tak mengalami kesulitan saat merancang mesin penyulingan, walaupun itu pengalamannya yang pertama. Karena memang ia sudah sering melihat mesin penyulingan yang sama di desanya, dan tinggal mencontohnya. Namun hasil akhirnya tetap ia sempurnakan dengan tambahan pengetahuan yang didapatnya dari internet. Yang membuatnya gembira, berdirinya usaha yang ia namakan PT Kendal Agro Atsiri ini ternyata bisa memberi manfaat bagi masyarakat desa, terutama kaum wanitanya.

Kaum ibu-ibu yang sudah berumur, yang biasanya tak punya pekerjaan, selain jadi buruh tani, direkrut untuk memunguti daun cengkih yang berserakan, lalu dijual ke tempatnya. Daun cengkih kering itu per kilo gramnya ia beli dengan harga Rp 1000. Usaha Khafidz pun berjalan lancar dan hanya butuh waktu setahun saja baginya untuk mengembalikan modal. Secara kebetulan, orang yang memberikannya modal mengundurkan diri, dan menarik semua uang yang pernah disetorkan, sehingga modal usaha yang ada di perusahaan menjadi mutlak miliknya. Bahkan saat ini, Khafidz sudah memiliki empat mesin penyulingan.

Proses pembuatan minyak asiri sendiri tergolong sederhana. Mulanya, daun cengkih atau nilam yang kering dimasukkan ke dalam sebuah bejana, kemudian didestilasi bersama zat pelarut untuk diambil minyaknya. Selanjutnya minyak disuling untuk mendapatkan minyak asirinya.

Khafidz terbilang lancar saat mengawali usahanya, karena memang segala sesuatunya sudah ia rencanakan sebaik mungkin, walaupun ia mengakui, selama proses membangun usaha ini ia cukup tegang juga.

Itu karena ia ingin berusaha sebaik mungkin supaya tidak sampai gagal. Karena dari awal, sebenarnya Ayahnya sudah mengingatkan, apakah keputusannya memilih usaha ini sudah tepat. Karena sang Ayah melihat semua pengusaha minyak asiri di kampungnya hidupnya begitu-begitu saja. Ayahnya khawatir, ia akan bernasib sama, sementara secara pengetahuan ia memiliki kelebihan dibanding warga desa yang lain.

Untuk mendapatkan penghasilan lebih dari produsen minyak asiri lainnya, Khafidz punya cara tersendiri yang sebenarnya termasuk mudah. Pertama, ia tidak menjual minyak asiri dalam jumlah kecil, tapi harus sekaligus besar. Kedua, ia tidak memasarkannya kepada tengkulak, tapi langsung ke perusahaan-perusahaan besar yang menjadikan minyak asiri sebagai bahan utama. Seperti yang diketahui, minyak asiri atau essential oil yaitu minyak yang diambil dari sari tumbuhan, banyak digunakan untuk bahan kosmetik, obat-obatan dan parfum.

Sejak awal, Khafidz sudah melibatkan diri secara total untuk mengelola usaha ini. Kendati ia memiliki karyawan tetap sebanyak 15 orang dan 400 orang tenaga lepas, tapi ia selalu ikut mengerjakan semuanya. Dari mulai menyapu pabrik, menyopiri truk, dan tugas-tugas lainnya sudah ia jajali semuanya. Dengan begitu ia jadi tahu kesulitan setiap karyawan.

Kini minyak asiri produksi Khafidz sudah tembus sampai ke benua Eropa. Bermula saat ia dapat kesempatan mengikuti short course manajemen bisnis melalui online pada sebuah lembaga yang berpusat di Kanada. Sambil belajar dari dunia maya itu, ia jadi bisa mengenal sesama teman-teman peserta lain, yang ada di berbagai belahan dunia. Sambil belajar, ia pun mencoba menawarkan minyak asiri produksinya ke mereka. Beruntungnya, teman-temannya itu mau membantu menawarkan minyak asirinya ke perusahaan-perusahaan yang ada di negaranya.

Dan pada akhirnya, ada perusahaan kosmetik dari Jerman dan Swiss yang berminat memesan minyak asiri padanya. Begitu perusahaan tadi tertarik, ia langsung mengirim sampel minyak asiri dalam botol. Oleh karena yang dikiriminya itu perusahaan asing, ia pun juga harus menyesuaikan dengan standar yang ada. Setelah menerima sampel yang dikirimnya, perusahaan-perusahaan itu segera melakukan pengujian.

Setelah lolos uji, perusahaan-perusahaan itu barulah melakukan pemesanan sebanyak dua ton minyak asiri per bulan kepadanya. Tidak hanya memesan, ternyata orang dari perusahaan yang berasal dari Swiss sempat pula datang mengunjungi tempat usahanya di desa.

Namun saat ini Khafidz sengaja menghentikan sementara ekspor minyak asiri-nya untuk Eropa. Karena dengan empat mesin yang dimilikinya sekarang ini, dia sadar tidak akan bisa memenuhi permintaan dari Eropa yang menginginkan dalam sebulan mencapai 10 ton. Dari pada nantinya di tengah-tengah jalan, ia tidak bisa memenuhi permintaan itu dan membuat nama usahanya jadi tercemar, lebih baik memang dihentikan dulu. Ia pun saat ini sedang mengusahakan agar mesin yang dimilikinya berjumlah 10, sehingga permintaan dari luar negeri bisa terpenuhi lagi.

Khafidz menjelaskan, sebenarnya semua tanaman bisa dijadikan minyak asiri. Hanya sekarang ini yang sudah diketahui manfaatnya adalah minyak asiri dari daun cengkih, nilam, mawar, melati, dan sebagainya. Saat ini harga minyak asiri dari daun cengkih Rp 100 ribu per kg, nilam mencapai Rp 4—ribu per kg, sementara dari kulit pala berharga Rp 600 ribu per kg. Bahkan asiri dari mawar bisa mencapai ratusan juta rupiah

Untuk saat ini omzet per tahun perusahaan yag didirikan Khafidz mencapai Rp 2 miliar, di target ke depannya ia ingin omzetnya bisa Rp 2 miliar per bulan. Untuk saat ini Khafidz hanya fokus pada asiri dari daun cengkih dan nilam, yang di daerahnya bahan dasarnya memungkinkan untuk bisa didapat lebih banyak. Tapi ke depannya, tak menutup kemungkinan ia bisa buat dari bahan lain.

Cita-cita Khafidz selanjutnya, ia masih ingin terus mengembangkan usahanya ini sampai besar, sehingga bisa mengangkat derajat ekonomi masyarakat desanya. Oleh karena itu sekarang ia sudah mulai membuat rumah baca yang akan dipenuhi dengan buku-buku untuk memberi wadah anak-anak desa menimba ilmu pengetahuan.

Keinginan besar lainnya, ia ingin menjadikan kota Kendal dikenal sebagai sentra kawasan essential oil in the world. Ia sangat yakin bisa melakukan hal itu, karena secara bahan dasar sampai sumber daya manusianya di kota Kendal sangat memenuhi.

Khafidz pun tak lupa membagi tips suksesnya. Pertama, manusia memang harus gigih, punya semangat tinggi. Kemudian dalam memulai sebuah usaha harus direncanakan dulu secara matang. Dalam sebuah usaha, ada tiga komponen yang harus diperhatikan, yakni faktor finansial 20 persen, faktor produksi 20 persen, dan marketing 60 persen. Segi marketing memang memegang peranan penting dalam sebuah usaha.

Kekuatan marketing itu memang sangat luar biasa. Sebagus apa pun produk, tapi jika tidak diimbangi dengan marketing yang bagus, tentu tidak akan jalan. Khafidz memberi salah satu contoh, cokelat terbaik di dunia berasal dari Belgia. Padahal Belgia hanya melakukan proses pengolahannya saja, karena di sana tidak ada pohon cokelat. Cokelatnya sendiri sebenarnya berasal dari Kalimantan.
    

Komentar