MIRA JULIA, Pendiri DIGITAL MOMMIE. Mengajak Ibu-Ibu Indonesia Untuk Melek Internet






Dari rumahnya, Mira Julia mampu menjangkau dunia. Ia menyebut dirinya ibu rumah tangga yang lantas menjadi working mother at home. Dunia digital adalah jalurnya berkarya sekaligus jembatan bagi kaum ibu agar tak gagap teknologi. Menurut ibu tiga anak yang biasa disapa Lala ini, asal mau meng-upgrade diri, seorang ibu rumah tangga pun bisa terlihat keren.

Lala menceritakan, bahwa dirinya adalah produk kawin muda, karena menikah di usia 21 tahun. Padahal dulunya, ia ingin berkarir hingga mapan baru menikah, seperti keinginan banyak perempuan modern lainnya. Tapi ternyata saat bertemu dengan pria yang kini menjadi suaminya, ia merasa saling cocok dan tak lama kemudian memutuskan menikah. Maka, semua situasi dalam hidupnya pun berbalik. Ia harus menerima menjadi ibu rumah tangga di usia muda dan seluruh waktunya hanya untuk anak.

Kesannya memang tidak keren. Tapi hal itu sudah menjadi pilihan hidupnya yang tak pernah ia sesali. Sebab ia menganggap pilihannya itu adalah investasi terbesarnya untuk anak-anak. Selama menjadi ibu rumah tangga, Lala pun tetap belajar dari rumah dengan mengakses internet. Selama itu pula ia belajar mandiri, mulai dari membuat website, menerima order mendesain, dan banyak hal yang bisa dilakukan lainnya tanpa harus keluar rumah. Ketika anak ketiganya sudah lepas ASI dan dua kakaknya mulai mandiri, mulailah ia mempuyai porsi lebih banyak untuk berkarya.

Awalnya ia mengerjakan proyek web design dari klien yang juga relasi sang suami. Semakin lama, kliennya pun mulai bertambah dari proyek individu hingga perusahaan. Hal itulah yang sempat membuatnya kaget, karena sebelumnya ia mengira jika manusia sudah lama tidak ‘beredar’ di luar rumah, seumur hidup waktunya akan dihabiskan di rumah saja. Namun ternyata, bila manusia itu mau terus meng-update dan meng-upgrade kemampuan dirinya, peluang rezeki pun akan datang dengan sendirinya.

Ibaratnya, saat ia sudah mantap membuka hati untuk mengerjakan hal lain di luar urusan domestik (rumah tangga), jalan rezeki tiba-tiba terbuka lebar. Ia merasakan tidak perlu melamar pekerjaan, tapi justru banyak orang yang menawarkan pekerjaan padanya, dan mau menyesuaikan kondisinya sebagai ibu rumah tangga yang mengerjakan order dari rumah. Termasuk ia pun bisa bekerja sama dengan teman-teman desainer dari berbagai dunia untuk membuat web design, mengurus divisi online sebuah majalah arsitektur, juga mengajar privat para pelaku bisnis untuk membuat website. Semua kegiatan tadi hanya memerlukan 1-2 kali saja ke luar rumah.

Saat memutuskan menjadi full time mother, tak pernah terbayang hal ini bisa terjadi padanya. Dari situlah ia berpikir, jika dirinya saja bisa, pasti perempuan lain di luar sana pun juga bisa melakukan hal yang sama. Modalnya hanya intenet dan kemauan kuat untuk belajar.  

Lala mempunyai latar belakang pendidikan jurusan Teknik Arsitektur, di Universitas Indonesia. Soal minatnya pada bidang desain memang sudah ada sejak dulu. Oleh karena itulah, ia senang membuat website dan mengulik desain grafis sesuai kemampuannya. Hal ini pula yang membuatnya melahirkan Digital Mommie.



Digital Mommie adalah situs pendidikan atau e-learning yang didirikan Lala dan suaminya, Sumardiono pada April 2013. Di sini Lala ingin mengedukasi masyarakat, khususnya kaum perempuan agar melek digital. Ia ingin perempuan Indonesia tidak hanya sebagai konsumen, tapi juga produktif memanfaatkan teknologi untuk membantu kehidupan pribadi, keluarga, dan orang banyak.

Contohnya, ia melihat sebenarnya banyak ibu-ibu yang senang berbagi resep, cara mengasuh anak, membuat kerajinan, dan semua informasinya dituangkan di dalam blog. Ada yang sudah fasih membuat dan menggunakannya, tapi banyak juga yang masih bingung cara mempercantik tampilan blog-nya. Memang, bahasa teknis tentang digital kadang tidak mudah untuk dipahami.

Ia pun mempromosikan Digital Mommie lewat beragam sosial media. Tujuannya, agar para ibu bisa melek digital, belajar membuat website, mengaktualisasikan diri lewat internet. Secara garis besar, melakukan hal positif dari internet.

Peserta Digital Mommie tak hanya ibu rumah tangga, tapi ada pula anak-anak, mahasiswa, profesional, dan juga bapak-bapak. Domisilinya bahkan ada yang dari luar Pulau Jawa. Di Digital Mommie, Lala mengajar dua jenis kelas yang berbasis blogger dan wordpress. Yang berbasis blog ia mengajarkan ibu-ibu  agar bisa punya blog gratis dan langsung mempraktikkan ilmu yang diajarkan. Sedangkan untuk kelas para pebisnis, ia mengajarinya dengan memakai wordpress. Biasanya ini untuk mereka yang ingin berjualan produk dan jasa.

Meski membuat blog terkesan mudah, akan sedikit terasa sulit ketika sudah ingin menampilkan sesuatu yang spesifik, seperti membuat website toko atau membership area. Untuk kelas yang terakhir ini, ia pun perlu mengajar secara tatap muka. Tapi setelah setahun, ia bisa membimbing secara online dan bertemu sebulan sekali dengan peserta di Bisma Center.

Kendala yang dikeluhkan para ibu yang menjadi peserta Digital Mommie adalah mereka sering merasa gaptek (gagap teknologi). Ada pula yang ingin membuat blog sesuai keinginannya, seperti menggunakan warna tertentu atau mau memasang foto anaknya. Kelihatannya memang sederhana, padahal banyak juga yang tidak tahu harus memulainya dari mana. Masalah utamanya hanyalah soal akses internet dan waktu. Karena pada dasarnya, ibu-ibu yang menjadi peserta Digital Mommie tergolong pintar-pintar. Hasil kreasi website-nya juga bagus-bagus.

Maka Lala pun percaya, asal digunakan dengan baik, internet adalah guru yang luar biasa untuk belajar banyak hal. Lala melihat, banyak orang menggunakan internet hanya untuk kebutuhan eksis di sosial media. Perilaku ini menunjukkan kita hanya sebatas mengkonsumsi saja. Namun, alangkah lebih baiknya jika internet bisa diolah menjadi hal yang produktif meski hanya dari rumah. Jadikan internet sahabat dan sumber ilmu, sekaligus jembatan untuk menjangkau dunia.

Lala ingin para ibu bisa memanfaatkan internet sebagai sarana berkarya untuk dirinya, keluarganya, juga masyarakat. Ia menunjukkan bukti lewat dirinya sendiri. Walau belajar secara otodidak, ia yang lebih banyak menghabiskan waktu di rumah saja, bisa mengerjakan itu semua. Kuncinya, jangan malas meng-upgrade diri. Walau sekarang keadaannya sedang ‘tiarap’, jika kita memang punya kualitas, akan tiba saatnya pekerjaan itu datang.

Di workshop online yang ia adakan, ia mengajarkan cara membuat blog. Untuk belajar secara online lamanya selama 7 bulan, belajar terpandu  selama 1 bulan, dan belajar mandiri selama 6 bulan. Bentuknya seperti les, tapi secara virtual. Setelah mendaftar dan proses administrasi selesai, peserta mulai menerima materi melalui email panduan belajar berupa teks, ebook, dan video tutorial yang langsung bisa dipraktekkan.

Setelah itu, peserta bisa belajar mandiri selama 6 bulan untuk memperdalam materi-materi yang ada. Yakni belajar step by step membuat blog mulai dari nol sampai cantik. Materinya dimulai dengan dasar-dasar blogging, mempercantik blog, strategi content creation, membuat posting teks, mengolah materi foto, audio, dan video, juga blog marketing dan integrasi dengan media sosial.

Jika mau bertanya, ada semacam  ruang kelas virtual. Agar mudah dipahami, kadang Lala pun menjawabnya dalam bentuk teks dan video. Ada juga metode ajar secara mandiri sesuai kecepatan pribadi, menggunakan video tutorial yang bisa diakses tiap hari selama seminggu. Selain itu ada pula belajar teori sekaligus praktik langsung membuat blog, posting, dan portofolio.

Setelah proses belajar, nantinya akan ada juga coaching clinic setiap dua minggu sekali dan dua kali webinar (seminar online) untuk tanya jawab tentang materi yang telah dipelajari. Untuk yang satu ini, Lala mempunyai ruang khusus yang bentuknya sama seperti seminar pada umumnya, tapi peserta cukup menyimaknya di layar komputer. Lalu ada juga sesi pamer blog. Dari situlah akhirnya banyak peserta yang minta diadakan acara kopi darat.

Digital Mommie pun sudah berhasil mendapatkan penghargaan Bubu Award. Bubu Award adalah penghargaan profesional di bidang teknologi digital untuk industri dan pemain yang dinilai memberikan kontribusi untuk membawa Indonesia ke dunia digital berkelas dunia.

Tentu saja Lala sangat terkejut sekaligus senang saat mengetahui Digital Mommie menjadi finalis Bubu Award. Kebetulan saat itu di waktu yang sama ia sedang menjadi dosen tamu di Universitas Indonesia, untuk mengajar materi e-learning. Maka, ketika diumumkan sebagai pemenang Bubu Award Special Award by INTEL 2013 untuk bidang pendidikan, Lala merasa momennya sangat pas sekali. Padahal ia berangkat ke acara itu dengan perasaan tidak yakin. Karena, biasanya yang berhasil memenangi Bubu Award adalah perusahaan-perusahaan besar. Sementara tim Digital Mommie hanyalah dirinya seorang alias murni produk rumahan.

Hal menarik yang Lala temui dari aktifitasnya di Digital Mommie ini adalah, dia selalu merasakan bahwa pesertanya terutama para ibu, sebenarnya tergolong pintar. Hanya mungkin karena kebanyakan mengerjakan urusan domestik, lama tidak pegang komputer, lalu akhirnya merasa gaptek. Padahal sebenarnya mereka bisa, hanya saja belum dicoba. Lala membuktikan, saat ini melalui Digital Mommie ada peserta yang bisa berjualan secara online dari rumah, berbagi informasi yang dikuasai seperti membuat kelas menulis. Ada juga seorang guru yang berbagi cara mengajar di kelas sekaligus membuat panduan belajar untuk sesama guru.       

Semua aktifitas Lala yang terkait digital mengalir begitu saja dalam keseharian. Sebagai web designer, digital artist, dan pengajar, ia juga membuat beberapa karya digital yang tertuang dalam Rumah Inspirasi (Homeschool Mother), Pelangi Nada (Singer-Song Writer), Laladigiscrap (Digital Artist), Bentang Ilmu (Resource Maker), dan Klub Oase (Education Activist).

Beberapa karya digital Lala pun telah mendapat penghargaan tingkat nasional, seperti blog Rumah Inspirasi yang memenangi penghargaan Internet Sehat Blog Award (ISBA) 2010 dan Apresiasi Blog kategori Umum/Pendidikan dari ON/OFF Pesta Blogger 2011. Puluhan lagu yang ia ciptakan dan dibagikan gratis di situs Pelangi Nada juga berbuah apresiasi, yaitu juara 2 Lomba Cipta Lagu Anak Nusantara 2012 lewat lagu “Tomat”.

Lala mempunyai kiat khusus meski bekerja dari rumah tapi urusan keluarga masih tetap bisa diperhatikan. Walau dirumahnya tidak memiliki ART (asisten rumah tangga), tapi ketiga anaknya sudah bisa mandiri. Lala selalu membuat jadwal mingguan bagi mereka. Ada kalanya anak pertama dan keduanya sibuk menjaga si bungsu, sementara ia sibuk di depan laptop melayani klien. Kebetulan sejak awal menikah ia dan suaminya sepakat agar anak-anaknya mendapatkan pendidikan melalui homeschooling. Suaminya pun juga bekerja dari rumah. Maka mereka sudah pasti harus bangun lebih pagi setiap hari, karena wajib mengerjakan urusan rumah tangga juga.

Digital Mommie pun dibangunnya dengan sebuah sistem. Meski suaminya berlatar ilmu IT, Lala belajar sendiri soal hal ini. Tiap kali peserta mendaftar, setelah ia approved, mereka akan memulai tutorial harian sampai selesai. Untuk sesi tanya jawab dengan mereka, ia pun punya waktu khusus. Alat kerjanya adalah laptop dan tentu saja koneksi internet. Tempat bekerjanya pun cukup di kamar pribadinya.

Lala mengaku tidak pernah dihinggapi rasa bosan dengan pekerjaannya ini. Ia menikmati waktu santainya justru ketika berada di rumah atau mengasuh anak-anaknya. Baginya, porsi terbesar dalam hidupnya tetap memberikan waktu dan perhatian untuk ketiga anaknya. Bersama keluarganya kecilnya itu, ia pun kerap bepergian ke luar rumah untuk sekedar bermain atau mengadakan acara field trip bersama teman-temannya. Ia dan sang suami memilih homeschooling untuk ketiga anaknya pun dengan kesadaran konsekuensi harus memiliki banyak waktu bersama mereka. Dan semua itu bisa ia lakukan dengan bekerja dari rumah.

Walau Lala berasal dari keluarga yang ibu dan bapaknya bekerja, namun ia memilih menjadi ibu rumah tangga yang lalu menjadi working mother at home karena ingin mendampingi anak-anaknya ketika mereka memasuki masa tumbuh kembang. Di sisi lain, ia juga merasa bahwa setiap anak itu unik dan menginginkan mereka bisa berkembang sesuai keunikannya masing-masing, bukan hanya secara akademis.

Sedangkan Lala sendiri, ketika masa sekolah adalah tipe murid yang tidak betah duduk lama di kelas. Namun tidak ada masalah sama sekali dengan nilai-nilai pelajarannya, walau ia senang sekali main dan sering bolos sekolah. Di tahun ke 2 SMA, sepulang dari mengikuti pertukaran pelajar, ia sempat lupa dengan semua mata pelajaran. Lalu ia mengikuti bimbingan belajar selama 6 bulan, kemudian mengikuti UMPTN, dan akhirnya diterima di Universitas Indonesia. Dari situ ia jadi berpikir, untuk apa seorang murid harus ‘berdarah-darah’ belajar kalau dengan metode belajar di tempat les saja, ia sudah bisa berhasil. Pastinya, ada cara yang tidak harus duduk atau belajar di sekolah, untuk bisa menjadikan seorang anak pintar. Baginya, tiap anak seharusnya mempunyai waktu lebih banyak untuk bermain dan bereksplorasi.

Dan Lala meyakini, di tahun-tahun ke depan rasanya akan makin banyak pekerjaan yang tak harus membutuhkan ijazah, melainkan lebih pada skill atau kemampuan. Oleh karena itu ia lebih senang mendidik anak-anaknya untuk bisa berkomunikasi dengan baik kepada teman sebaya ataupun orang dewasa, serta mempunyai portofolio sesuai kemampuan mereka. Lala menyukai konsep homeschooling karena dari situ anak bisa belajar dari apa yang mereka sukai. Sementara soal interaksi dengan orang lain, itu tergantung dari bagaimana tipe orangtuanya.

Ke depannya, Lala pun akan terus mengembangkan Digital Mommie. Banyak peserta ibu-ibu yang terus menanyakan paket apa lagi yang akan ia buat. Tentu saja ini menjadi tantangan baginya untuk membuat paket tutorial sebanyak-banyaknya.  Sehingga nantinya, diharapkan para ibu di berbagai kota yang memang hasil desainnya bagus-bagus dan sudah pintar, bisa mengajari peserta lain di kota tempat mereka tinggal.

Kebutuhan untuk melakukan kopi darat dengan peserta Digital Mommie memang besar, guna bisa lebih cepat menyerap ilmu dan mempraktekannya. Diharapkan dengan adanya titik-titik learning centre, nantinya peserta tidak harus bertemu dengan dirinya, tapi bisa belajar bareng dengan ibu-ibu yang satu kota tadi. Sehingga Digital Mommie pun bisa menjadi tim yang membuat ibu-ibu semakin melek terhadap perkembangan dunia digital lewat internet.

   



   


  



  
    

  
 
  

Komentar