PROFIL KETUA HIJABERS COMMUNITY-JAKARTA, SYIFA FAUZIA




Menerima tanggung jawab untuk meneruskan berbagai kegiatan di komunitas Hijabers Community yang sempat vakum lantaran kesibukan para pendirinya, dengan penuh semangat Syifa Fauzia menyanggupi. Di bawah kepemimpinan mantan news anchor ini, Hijabers Community Jakarta pun justru berkembang kian pesat.

Hijabers Community Jakarta bisa dibilang adalah ‘adik’nya Hijabers Community. Di tahun 2010, beberapa muslimah berhijab seperti Jenahara, Ria Miranda, Dian Pelangi, dan lain-lain berkumpul karena memiliki keinginan untuk mendalami agama dan kesenangan yang sama. Tak lupa, dalam kegiatan kumpul-kumpul itu mereka kerap berfoto bersama, dan mempostingnya di media sosial. Ternyata foto-foto itu mendapatkan respons yang sangat besar dari masyarakat. Mereka seakan mendapat inspirasi, bahwa berhijab pun juga bisa fashionable dan terlihat modern. Dari situlah cikal bakal lahirnya Hijabers Community.

Dalam perjalanannya, oleh karena kebanyakan pendiri Hijabers Community berkecimpung di dunia fashion, mereka lantas disibukkan dengan mengelola bisnis brand baju masing-masing. Maka, Hijabers Community pun jadi keteteran dan jarang mengadakan kegiatan lagi. Merasa sayang, beberapa pendiri Hijaber Community menawarkan membentuk komunitas serupa namun dengan lingkup lokal, dan dengan kegiatan yang lebih rutin. Syifa pun ditawarkan untuk menjadi ketuanya.

Untuk kepengurusan yang lain mereka melakukan perekrutan dengan cara membuat pengumuman di Facebook dan Twitter. Para calon pengurus yang terpilih turut diwawancarai juga agar bisa menyatukan visi dan misi. Mereka menginginkan kali ini pengurus dan anggota Hijabers Community Jakarta lebih berwarna, bukan hanya dari kalangan fashion saja. Dan benar saja, dengan cara perekrutan seperti itu, anggota komite yang mereka saring menjadi lebih bervariasi latar belakangnya. Ada yang pekerja kantoran, guru, ibu rumah tangga, sampai dokter gigi.

Dalam peresmiannya, Hijabers Community Jakarta memiliki 22 orang komite pengurus dan berdiri pada November 2012. Oleh karena orang-orangnya masih baru, jadi banyak ide-ide segar untuk mengadakan berbagai kegiatan. Dan mereka menginginkan setiap kegiatan Hijabers Community Jakarta bisa bermakna, bukan sekedar acara kumpul-kumpul biasa.

Kegiatan yang sudah diadakan antara lain, setiap bulan mereka mengadakan pengajian rutin sekaligus charity. Misalnya, pada Desember 2012 mereka berkunjung ke panti asuhan. Di bulan Januari 2013 mereka juga sempat menyalurkan bantuan untuk korban banjir, lalu di Februari 2013 menengok anak-anak penderita kanker di RS Dharmais. Maret 2013 berkunjung ke Lapas Wanita Tangerang untuk berbagi kerudung dan mukena. Bulan April 2013 mengunjungi sekolah alam untuk anak kaum dhuafa.

Pada bulan Mei 2013, mereka pun sepakat membuat grand launching Hijabers Community Jakarta. Acaranya selain mengadakan tausiyah dan talkshow, mereka juga mengadakan bazar. Awalnya mereka hanya menargetkan 2000-an orang yang akan hadir. Tapi ternyata, sekitar 4.700-an orang yang datang. Mereka pun merasa senang sekali.

Sampai sekarang memang belum ada hitungan pasti berapa jumlah keanggotaan Hijabers Community Jakarta. Tapi biasanya yang selalu datang ke kegiatan pengajian bulanan ada 100 sampai 150 orang. Sementara di Twitter mereka, sudah ada 5000-an orang followers. Saat sedang ada acara charity atau bazar, yang datang dan mengisi formulir keanggotaan juga bisa mencapai 4000-an orang.





Anggota Hijabers Community Jakarta juga tidak mutlak harus memakai hijab sehari-hari. Mereka menyadari, orang butuh proses sebelum mengenakan hijab. Kalau dia belum siap tapi ingin berada di lingkungan teman-teman yang berhijab, tetap diperbolehkan ikut. Tapi yang sering terjadi, anggota yang belum berhijab ini kemudian lambat laun akan meminta diajari cara menutup aurat yang benar.

Syifa sendiri mulai memakai jilbab saat di bangku SMA. Kebetulan Syifa memang berasal dari keluarga yang sangat Islami. Dia adalah putri dari Dr. Hj. Tuty Alawiyah, Mantan Menteri Negara Peranan Wanita yang juga dikenal sebagai pendakwah. Sebenarnya Ibundanya sudah memintanya memakai kerudung sejak SMP. Tapi saat itu Syifa merasa belum siap.

Barulah, di hari pertama  masuk SMA, Syifa berani membulatkan tekad untuk berhijab. Ia masih ingat, saat akan berangkat ke sekolah di hari itu, Ibu dan keluarganya yang lain terlihat kaget. Karena memang dia tidak pernah memberitahukan sebelumnya kalau akan mulai mengenakan hijab.

Lulus SMA, keluarganya meminta dia menerukan kuliah di Perth, Australia. Namun tanpa disangka, saat itu terjadi peristiwa 9/11. Ketakutan dunia kepada Islam pun sempat merebak. Syifa tentu saja sempat merasa was-was, karena dia tahu Perth adalah kota kecil dan tidak banyak jumlah pendatangnya. Tapi ternyata sesampainya di sana, dia menemukan banyak juga orang yang memakai jilbab.

Penduduk kota Perth pun juga sudah terbiasa melihat wanita berhijab. Hanya kadang mereka kerap bertanya, “apakah tidak panas memakai pakaian tertutup terus ?”. Apalagi di Australia, kalau sedang musim summer cuacanya bisa panas sekali.

Di Perth, Syifa kuliah di Curtin University, mengambil jurusan Film and TV. Saat pulang ke Indonesia, ia sempat mendapatkan beasiswa S2 ke Westminser University di London. Dan sekali lagi, dia pun harus hidup di luar negeri sambil memakai jilbab. Dan syukurnya, semuanya bisa berjalan lancar-lancar saja.

Sepulang dari London Syifa lalu diterima bekerja di stasiun televisi Trans 7 dan ditempatkan di divisi news. Ia bertugas menjadi wartawan istana. Pekerjaannya mengikuti Presiden SBY kemanapun. Setahun menjadi reporter, ia kemudian diberi tantangan untuk menjadi presenter acara berita Redaksi Pagi.

Saat itu, masih jarang presenter berita yang mengenakan jilbab. Di stasiun televisi tempatnya bekerja pub, baru ia sendiri. Untungnya, perusahaan juga tidak pernah melarang presenter berita memakai jilbab. Kalau memang mampu dan terlihat bagus di layar, dipersilahkan saja.

Lucunya, karena ia berhijab, justru banyak narasumber yang cepat mengenalinya. Misalnya, saat ia mewawancarai Hidayat Nur Wahid. Pendiri Partai Keadilan Sejahtera itu sudah mengenalinya sebagai presenter berita yang biasa siaran pagi hari. Memang sejatinya menurut Syifa, berhijab bukanlah halangan untuk bisa membawakan acara apa pun di televisi, dan tidak harus acara bertema islami.

Syifa keluar dari Trans 7 di tahun 2011, karena saat itu sudah menikah dan memiliki anak. Namun setelah itu ia masih sempat membawakan beberapa acara TV, seperti Indahnya Pagi di TVRI dan Tadabur Quran di TV One saat bulan Ramadhan. Karena keluarganya juga memiliki Universitas As-Syafi’iyah, Syifa pun sekarang ikut membantu menjadi humasnya. Bila di kampus ada seminar, Syifa juga diminta bertindak sebagai moderator.
Sementara di persantren yatim piatu As-Syafi’iyah, Syifa memegang peranan sebagai Kepala Pendidikan. Yayasan Perguruan Tinggi As-Syafi’iyah sendiri didirikan oleh kakek Syifa, KH Abdullah Syafi’ie pada tahun 1965.

Syifa merasa peran keluarga sangat besar dalam membentuk kepribadiannya. Sejak kecil ibunya sudah melibatkan dirinya dan kakak-kakaknya dalam kegiatan bernafaskan islami dan charity. Paling tidak, seminggu dua kali ada pengajian bersama anak-anak pesantren. Ibunya pun selalu mendorongnya untuk selalu berbuat baik, di wadah yang sudah dimiliki keluarganya. Karena sebetulnya banyak orang yang memiliki uang tapi masih bingung mau disalurkan ke mana.

Buat Syifa pribadi, keberadaan pesantren As-syafi’iyah bukan hanya tempatnya memberi secara materi, tapi juga memberikannya suatu bentuk pengajaran. Banyak anak-anak pesantren yang mencontoh sifat dan sikapnya. Oleh karena itu, Syifa harus bisa menjadi role model yang baik buat mereka. Ia selalu berusaha mengerem dirinya agar tidak dilihat berlebihan oleh anak-anak pesantren binaannya.

Sementara untuk peran ibunya yang sudah mempunyai nama besar di dunia dakwah dan politik, tentu saja sedikit banyak ada yang berpengaruh dalam hidup Syifa. Apalagi sebagai anak paling kecil di keluarganya, dulu ia yang paling sering diajak sang bunda tiap pergi ceramah. Saat masih bekerja sebagai jurnalis pun Ibunya juga sering membantu. Misalnya, saat ia harus mewawancarai tokoh yang sulit ditemui. Ternyata tokoh itu adalah teman ibunya. Dengan meminta bantuan sang ibu untuk memfasilitasi pertemuan dengan tokoh itu, urusan pekerjaannya pun cepat beres.

Saat ini, Syifa pun sedang belajar syi’ar dari ibunya. Kebetulan sang ibu juga mempunyai organisasi wanita yang anggotanya para ibu majelis taklim. Dari situ Syifa belajar, bahwa kaum wanita pun juga ingin didengar. Mereka juga punya pengaruh besar dalam keluarga dan mencetak anak-anak yang berguna bagi komunitasnya kelak.

Ketika Syifa mulai menjadi ketua Hijabers Community Jakarta, ibunya pun juga sangat memberikan dukungan. Ibunya memuji kegiatannya itu sangat bagus karena artinya dia bisa mengkampanyekan kesadaran berhijab kepada wanita-wanita yang usianya lebih muda.

Jika ada masalah, Syifa juga selalu berdiskusi dengan ibunya. Biasanya ia  bertanya tentang fikih, misalnya bagaimana wanita berhijab semestinya bersikap, dan lain-lain. Ibunya selalu mengatakan, bahwa memakai jilbab bukan sekedar menutup kepala saja. Tapi juga harus disertai dengan sikap yang lebih baik. Jika ingin tampil cantik dengan gaya kerudung dan aksesori pun tak mengapa, asalkan jangan berlebihan. Esensinya adalah bisa tampil baik dan islami di mata orang lain.

Saat ini banyak yang bilang, para hijabers mulai sering memakai kerudung yang bentuknya aneh. Namun menurut Syifa kita tidak boleh langsung menghakimi, bahwa yang itu salah dan yang itu benar. Karena sekali lagi pada dasarnya setiap orang itu punya proses yang harus dilalui., Nanti lama-kelamaan mereka juga akan belajar, bahwa yang bergaya natural akan kelihatan lebih cantik ketimbang memakai aksesori yang berlebihan.

Selain dari keluarga, dukungan dari sang suami pun juga tak kalah besarnya. Syifa dan suaminya, Andi Muhammad Aprillah, bertemu saat sama-sama kuliah di Australia. Mereka menikah di tahun 2009 dan saat ini sudah dikaruniai satu putri, Andi Siti Aliyya Aprillah. Sang suami pun diakui Syifa tidak pernah membatasi kegiatannya selama semuanya masih postitif.
  









Komentar

  1. Bangga Sekali
    Indonesia Memiliki Muslimah seperti Syifa ... semoga menjadi rahmat & contoh teladan buat kaum perempuan
    Aamiin

    BalasHapus
  2. Bangga Sekali
    Indonesia Memiliki Muslimah seperti Syifa ... semoga menjadi rahmat & contoh teladan buat kaum perempuan
    Aamiin

    BalasHapus

Posting Komentar