KIPRAH SATPOL CANTIK DI SURABAYA



Kehadiran Satpol Cantik (Satpoltik) yang merupakan bagian dari Satpol PP Kota Surabaya memberi warna berbeda. Mereka berada di garda terdepan untuk melakukan negosiasi dalam sebuah penertiban. Dengan keelokan wajah serta sikap lembut, justru mampu menghindari bentrokan saat penertiban dilakukan.

Satpoltik didirikan pada tahun 2011 atas gagasan Walikota Surabaya Tris Rismaharini. Risma, ingin mengubah imej petugas Satpol PP yang ada selama ini seolah identik dengan petugas tukang gusur kaki lima dan dalam tugasnya selalu terjadi gontok-gontokan, bahkan tak jarang terjadi kekerasan. Setelah didiskusikan, maka lahirlah tim Satpoltik untuk memperkuat petugas Satpol PP pria.

Tujuan keberadaan Satpol perempuan yang ditugaskan berada di garda depan dalam setiap penertiban ini agar pendekatannya berbeda. Sebagai perempuan, Satpoltik dipastikan akan bersikap lebih lembut namun tetap tegas, sementara masyarakat yang ditertibkan juga tak akan jadi beringas sebab yang dihadapi adalah perempuan.

Satu tim Satpoltik Pemkot Surabaya itu akhirnya diberi nama Tim Rusa. Sengaja diberi nama Tim Rusa, karena rusa masuk ke dalam jajaran binatang bertubuh sedang namun gesit, lincah, tapi juga lembut. Bahkan dalam mitologi Cina, rusa dianggap sebagai binatang yang sangat ramah. Saat ini dari 500 anggota Satpol PP Pemkot Surabaya, yang tergabung dalam Satpoltik berjumlah 45 orang.

Tugas Satpol adalah mensosialisasikan peraturan daerah sekaligus sebagai negosiator. Pengertian sosialisasi, misalnya, di suatu tempat ada lahan kosong milik Pemkot yang ditempati penghuni liar, maka Satpoltik dengan surat perintah resmi mendatangi penghuni untuk mensosialisasikan tentang larangan penempatan lahan tersebut.

Dari proses sosialisasi ini diharapkan penghuni segera berpindah tempat. Tapi jika memang tak mau pindah dari lahan tadi, beberapa waktu kemudian petugas akan melakukan penggusuran. Dalam penggusuran ini, agar tak terjadi aksi kekerasan, maka Satpoltik berada di garda paling depan untuk melakukan negosiasi agar pemakai lahan bisa meninggalkan tempat dengan jalan damai. Dengan dua fungsi tadi maka tidak akan ada lagi kekerasan seperti yang dulu sering terjadi.

Selain itu, yang dimaksud penggusuran lahan ini, antara sekarang dengan zaman dahulu menjadi berbeda. Dulu, penghuni liar biasanya dipaksa pindah begitu saja tanpa ada solusi. Namun sekarang, mereka akan difasilitasi hendak pindah ke mana. Kalau memang penghuni liar itu ingin pulang ke desanya, maka akan diantar sampai ke tujuan.

Tugas Satpol PP sebetulnya sangat banyak. Di antaranya melakukan pengamanan dan penertiban umum, penegakan perda, penegakan izin IMB, iklan reklame, PKL, yustisi KTP, penertiban tempat Rekreasi Hiburan Umum, minuman keras, dan lain-lain. Tapi selama ini imej masyarakat soal Satpol PP hanya identik untuk menggusur PKL saja. Padahal sebenarnya tidak.

Bahkan, selain tugas pokok tadi, oleh karena petugas Satpol PP berada di bawah Satkorlak Penanggulangan Bencana, sehingga ketika ada musibah atau bencana alam, maka mereka juga dilibatkan untuk membantu.

Lantaran dianggap melakukan terobosan dalam penanganan ketertiban umum, Satpol PP Pemkot Surabaya dijadikan studi banding oleh daerah-daerah lain. Sudah cukup banyak Satpol PP dari daerah lain datang ke Surabaya untuk mencoba menduplikasi sistem Satpoltik untuk kemudian diterapkan di daerahnya masing-masing.

Kendati pekerjaannya menegakkan disiplin masyarakat, ternyata profesi sebagai Satpoltik tak selamanya penuh dengan ketegangan. Ketika petugas Satpoltik terjun di lapangan, ada beragam kesan yang ditinggalkan, mulai dari perasaan tegang, lucu, hingga mengharukan.

Salah satu pengalaman unik yang kerap dialami oleh petugas Satpoltik adalah ketika mereka harus melakukan razia di hotel yang ditengarai sebagai tempat transaksi seksual. Salah satu tujuan razia itu adalah untuk mencari apakah di antara perempuan atau PSK itu terdapat anak di bawah umur. Ketika tiba di hotel yang dituju, setelah minta izin petugas hotel, Satpoltik kemudian mendatangi satu per satu kamar hotel, sementara petugas polisi atau Satpol PP pria mem-back up dari jauh. Saat mengetuk pintu kemudian dibuka oleh penghuninya, banyak sekali kejadian lucu yang ditemui. Untuk mengelabui petugas Satpol, ternyata ada saja cara yang dilakukan pasangan mesum itu.

Ketika Satpoltik masuk ke kamar, ada pasangan yang pura-pura sholat, mengaku masih saudara, mengaku aparat, dan yang paling sering mengaku sudah menikah siri. Tapi rata-rata mereka hanya berbohong, karena banyak yang mengaku saudara atau suami istri, tapi KTP yang dimiliki tidak sama. Bahkan petugas Satpoltik pun juga sering memergoki pasangan yang baru saja melakukan hubungan badan.

Dan selama ini, biasanya yang terjaring razia adalah pasangan berselingkuh yang sama-sama sudah berumur, dengan beragam alasan yang diberikan ketika dilakukan interogasi. Mulai dari faktor ekonomi sampai persoalan seksual. Misalnya, ada seorang ibu yang berselingkuh dengan tetangganya sendiri, karena mengaku suaminya sudah tidak mampu lagi melayaninya, lantaran mengidap suatu penyakit.

Namun tak selamanya yang dirazia di hotel adalah pasangan gelap, tapi ada pula yang memang benar-benar pasangan suami istri. Mereka biasanya mengaku tak bisa melakukannya di rumah karena suasana di rumahnya selalu ramai.   

Setiap mendapati pasangan yang berselingkuh, termasuk jika salah satu di antaranya adalah PSK, keduanya akan dibawa ke kantor Satpol PP untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan, sebelum diserahkan ke lingkungan pondok sosial (Liponsos) milik Dinas Sosial di kawasan Keputih, Surabaya. Bila sudah berada di Liponsos, maka pihak Liponsos yang akan menyelesaikannya.

Yang sering membuat terenyuh, untuk kasus-kasus yang melibatkan pelacuran, dari ratusan anak-anak usia remaja yang ditangkap selalu berbeda antara yang ditangkap hari ini dengan esok harinya. Artinya, jumlah anak-anak remaja yang menjual diri sangat banyak, bahkan ada yang sudah terinfeksi virus HIV.

Yang tak kalah serunya, pengalaman Satpoltik ketika melakukan razia trafficking di lokalisasi atau kawasan prostitusi Gang Doly, Surabaya. Tak jarang para petugas Satpoltik yang berwajah elok ini sering ditawar lelaki hidung belang yang berada di salah satu rumah bordil di lokalisasi yang amat tersohor itu.

Ketika melakukan sosialisasi rencana pentutupan lokalisasi PSK Gang Doly Surabaya itu, mereka pun juga sempat di-curhati oleh para PSK yang ada di sana. Para PSK itu mengaku keberatan lokalisasi yang selama ini menjadi sumber penghidupan mereka itu ditutup. Karena kalau lokalisasi itu ditutup, mereka tidak tahu mau cari makan ke mana ? Sementara uang ganti rugi yang diberikan pemerintah tidak seberapa.

Oleh karena para Satpoltik rata-rata berwajah menarik, yang sering terjadi dalam sebuah razia di lokalisasi, para lelaki hidung belang yang ada di sana malah suka senang bahkan dengan sukarela di gelandang ke kantor Satpol PP. Seperti ketika petugas Satpol PP melakukan razia di salah satu rumah bordil di kawasan Surabaya Barat. Di balik ruang karaoke yang ada di sana, ternyata merupakan kamar-kamar yang di dalamnya ada para PSK yang biasa menerima para lelaki hidung belang. Ketika tertangkap, si lelaki hidung belang yang tertangkap malah tertawa-tawa dan dengan sukarela di gelandang ke mobil Satpol.

Namun dalam kasus-kasus tertentu, anggota Satpoltik juga pernah merasakan ketegangan yang luar biasa ketika bekerja. Itu terjadi ketika mereka sedang melakukan undercover atau penyamaran di tempat-tempat hiburan malam untuk melihat apakah di lokasi tersebut terdapat anak-anak di bawah umur. Saat melakukan penyamaran di tempat hiburan malam itu, mereka pun harus memakai pakaian yang ketat dan berbaur dengan pengunjung yang lain.

Kendati penyamaran itu nyaris sempurna, namun perasaan khawatir dan tegang tak lantas hilang, mengingat sebelumnya mereka tidak pernah masuk ke tempat remang-remang seperti itu. Apalagi manakala menyadari di antara centeng yang ada di sana ada yang mengenali mereka sebenarnya adalah seorang petugas. Oleh karena itu, untuk keselamatan diri petugas Satpoltik juga dibekali ilmu bela diri ketika bertugas.

Para Satpoltik pun juga tak bisa menahan haru ketika mereka harus melakukan penertiban di kawasan hunian masyarakat miskin. Kendati tugasnya adalah menegakkan ketertiban, namun jiwa keibuan mereka tetap saja ikut terhanyut, ketika di antara yang ditertibkan itu adalah kaum wanita beserta anak-anaknya.

Mereka biasanya menempati trotoar yang ada di depan toko-toko yang seharusnya tak diperbolehkan dijadikan tempat tinggal. Namun mereka ngotot tetap tinggal di emperan toko bersama istri dan anak-anaknya. Semua aktivitas, termasuk memasak dan tidur dilakukan di sana sehingga selain membuat kotor juga mengganggu keindahan kota. Tapi meskpun sering sedih sekali, yang namanya peraturan tetap harus ditegakkan.





Komentar