KOMUNITAS : CARD TO POST, Uniknya Bersahabat Lewat Kartu Pos




Sungguh unik aktivitas komunitas Card To Post. Mereka menjalin persahabatan lewat kartu pos. Ternyata di zaman teknologi yang serba canggih, komunikasi nan sederhana pun tetap dicari. Adalah Rizki Ramadhan, yang sudah sejak SMA hobi mengumpulkan kartu pos. Ia tertarik dengan gambar-gambar indah yang ada di kartu pos itu. Selain itu, Rizki juga gemar fotografi. Baik kartu pos maupun foto-foto miliknya itu pada awalnya hanya sebatas untuk koleksi pribadi. Untuk foto, ia menyimpannya di komputer atau terkadang di-share melalui Facebook. Sampai akhirnya Rizki pun berpikir, bila foto-foto itu bisa dikirim atau diberikan ke orang yang kita sayangi, pasti akan menarik sekali. Apalagi bila tema foto yang dikirimkan, sesuai dengan yang disukai si penerima.

Uniknya, Rizki yang pernah bekerja sebagai reporter freelance di sebuah majalah remaja ini, mengaku tidak pernah berkirim kartu pos. Tapi belakangan ia punya ide, format kartu pos ini cocok untuk dijadikan wadah pertemanan. Bentuknya sederhana dan mudah dibuat. Bermula dari sinilah Rizki ingin membuat gerakan dalam wadah katu pos. Tak main-main, Rizki melakukan survei kecil-kecilan ke kantor pos. Ia melakukan pengecekan, apakah bisa berkirim kartu pos dengan bentuk yang lain, dengan kata lain tidak seperti yang dikeluarkan oleh PT Pos Indonesia ? Dan bagaimana format seharusnya berkirim kartu pos ?

Untuk mewujudkan gagasannya, Rizki ngobrol dengan temannya bernama Dea. Sang sahabat ini memberikan respons cukup baik. Apalagi, Dea sudah memiliki blog yang banyak dikenal orang. Kebetulan lagi, pada saat itu Dea juga akan merayakan ulang tahun ke-2 blognya. Di acara tersebut, Dea mengajak pembacanya untuk mengirimkan ucapan selamat ulang tahun dalam bentuk kartu pos melalui Rizki. Kemudian, Rizki akan mengirimkan kartu pos itu kepada 10 orang yang alamatnya telah ia miliki. Rupanya gerakan ini disambut baik dan banyak yang semangat ingin membalas lagi. Kartu-kartu itu pun di-upload dan disebarkan lewat Twitter. Sejak itu, orang mengenal komunitas Card to Post. Rizki mulai meresmikan komunitasnya itu pada 17 November 2011 lalu. Sengaja dinamakan Card to Post, karena sesuai dengan artinya, yakni kartu yang dikirimkan lewat pos.




Bersama dua temannya, Putri dan Dea, Rizki mulai melakukan berbagai kegiatan yang berbasis di blog. Setelah mendaftar menjadi anggota, kita tinggal memberikan alamat siapa yang akan dikirimi kartu. Lalu, kartu pos itu akan langsung dikirimkan ke alamat yang diinginkan. Begitu kartu pos diterima, bisa segera di-upload ke www.cardtopost.blogspot.com. Blog ini memfasilitasi tukar menukar alamat, atau siapa saja yang ingin dikirimi kartu pos. Selain itu, Rizki dan rekan-rekannya pun mengembangkan kegiatan yang lebih serius lagi. Kegiatan berskala besar pun dilakukan pada Februari-September tahun 2013, yaitu mengirimkan 1000 kartu pos untuk Presiden SBY. Kegiatan itu isinya mengajak orang-orang untuk menyampaikan inspirasinya lewat kartu pos. Bentuk kartu posnya pun beraneka ragam dan artistik.

Agar gagasannya terus menyebar, tiap kali diundang ke sebuah acara, Riki mengajak pengunjung membuat kartu pos untuk presiden. Rencananya, kartu pos itu akan dipamerkan dan bakal dibuat buku. Saat itu sudah terkumpul lebih dari 1000 buah kartu pos. Namun sayangnya acara ini batal. Selanjutnya, semua kartu pos itu pun di-upload di Twitter saja, yang ternyata langsung membuahkan kehebohan. Rizki tak menyangka anggota komunitas kian membesar. Anggota yang semula berjumlah 50 orang, makin lama bertambah mencapai 750 anggota. Ternyata di tengah majunya teknologi komunikasi, masih ada yang suka melakukan komunikasi dengan cara lama. Rupanya ada esensi sendiri ketika orang-orang menerima kartu pos. Apalagi kalau mendapatkan foto atau gambar yang unik dan lucu.

Anggota komunitas 70% perempuan. Ternyata kecenderungan berkenalan dengan orang baru memang lebih banyak dimiliki kaum perempuan. Yang menjadi anggota pun biasanya memang mempunyai hobi gambar dan foto. Kebanyakan adalah pelajar SMA dan mahasiswa. Namun ada juga orangtua yang usianya 50-an tahun. Kartu pos yang dikirim pun bisa dibuat sendiri dengan beragam bentuk. Tidak mesti persegi panjang, tapi bisa juga bentuk bulat, besar ataupun kecil. Gerakan berkirim kartu pos ini pun ternyata juga mendapat respons dari PT Pos Indonesia. Sejak Februari 2014 sebenarnya pihak PT Pos Indonesia sudah melakukan pendekatan dengan komunitas Card to Post. Mereka mengaku sangat tertarik dengan komunitas yang dibentuk Rizki dan kawan-kawannya ini. Sayangnya, harus terbentur dengan hubungan birokrasi. Yang tadinya mereka ingin men-support dana, tapi pada kenyataannya sulit direalisasikan, meskipun Rizki sudah beberapa kali rapat dengan direktur utamanya.





Apalagi, kehadiran komunitas ini ternyata telah mampu mengangkat citra PT Pos Indonesia. Komunitas Card to Post beberapa kali diajak mengikuti kegiata PT Pos Indonesia. Misalnya saja pada pameran filateli intrenasional. Selain itu, komunitas ini juga akan mengadakan lomba membuat kartu pos yang diikuti anak TK dan SD. Pada kenyataannya, banyak anak TK dan SD yang tidak mengenal kartu pos. Maka, tepat sekali dengan misi komunitas Card to Post yang ingin menghidupkan kembali kegiatan mengirim kartu pos. Untuk kegiatan ini, Rizki pun ingin melakukan jemput bola dengan mendatangi langsung ke sekolah-sekolah untuk mengenalkan kartu pos.  

Uniknya, ketiga pengurus komunitas Card to Post tinggal berpencaran. Dea tinggal di Bandung, Putri di Yogyakarta, sedangkan Rizki di Jakarta. Mereka bertiga benar-benar bekerja lepas dan sukarela, selagi bisa membagi waktu dengan pekerjaan utamanya. Bekerja dalam komunitas ini, Rizki dan kawan-kawannya memang sama sekali tidak mengharapkan provit. Motivasi utamanya hanyalah untuk senang-senang. Selain itu, untuk tetap mempertahankan salah satu sarana anak muda berkreasi. Mereka bertiga pun sangat serius menjalankan komunitas ini agar terus berkembang dan tetap hidup.

Kritik pun pernah diterima Rizki karena dianggap norak meski dalam batas bercanda. Banyak orang yang menganggap apa yang ia lakukan ini adalah sesuatu yang kuno dan tidak ada gunanya. Namun, karena Rizki tetap konsisten dalam usahanya, akhirnya mereka pun diam sendiri. Tampilan berbeda pun sudah dilakukan dengan memperbarui website dari blogspot menjadi www.cardtopost.com. Dengan isi yang lebih bagus karena dibuat oleh orang yang sudah ahli di bidangnya. Bahkan, untuk membuat website ini Rizki tidak mengeluarkan biaya sama sekali, yang biaya resminya bisa sampai Rp 20 juta. Rizki pun melakukan pembagian tugas dengan temannya. Putri, yang memiliki relasi cukup banyak dan juga jago menjalin relasi baru, bisa ditugasi untuk menghadapi birokrasi, peraturan, dan berbagai rapat.





Sementara Dea yang saat ini sebetulnya sudah keluar dari kepengurusan komunitas, tetap membantu meski tidak terikat. Rizki sendiri tugasnya adalah menghandel anggota, mengurus blog, dan acara di Jakarta. Selain itu ia juga dibantu treman-teman lain, Hira, Hafiz, dan Rayi. Rizki mengaku ia sering mengeluarkan uang sendiri untuk kepentingan komunitasnya. Namun ia tidak pernah menghitung jumlahnya, agar tidak panik saat mengetahui jumlahnya yang kian lama bertambah besar. Rizki juga melakukan terobosan lain untuk menyebarkan virus berkirim kartu pos yaitu lewat aplikasi di HP. Itu tentu saja lebih memudahkan ketika membuat kartu pos. Tinggal meng-upload gambar ke software, tuliskan kata-katanya, lalu dicetak, dan dikirim ke alamat tujuan. Meski membuatnya secara digital, tapi proses pengiriman tetap melalui pos. Rizki berharap, mungkin dengan cara ini pelan-pelan ia bisa menghasilkan uang. Rizki pun bahagia, lewat kartu pos pula ia bisa bersapa dan bersahabatan dengan banyak kalangan.

Komentar