MENELUSURI PUSAKA KAIN NUSANTARA



Batik, cerita di balik liukan motifnya, memiliki nilai filosofi yang luhur, kejelian akan inovasi, hingga geliat usaha besar maupun kecil, tersiar luas di pelosok negeri dan semakin siap mendunia. Kekayaan Indonesia akan batik sangat luar biasa. Dari batik Cirebon, Pekalongan, Garut, Tasik, Yogyakarta, Solo, Madura, sampai ke batik Kalimantan, masing-masing memiliki kekhasan motif yang anggun, elegan, dan mempesona. Untuk menunjukkan kebanggaan pada karya-karya batik di di Indonesia, berikut kami tampilkan beberapa ragam eksotika batik nusantara yang masih belum banyak diketahui.


BATIK RIAU




Provinsi Riau sebenarnya memiliki pusaka batik dari zaman Kerajaan Siak dan Kerajaan Daik Lingga sejak tahun 1723 – 1824. Pada masa tersebut, masyarakat Riau menguasai membuat kain tradisional dengan teknik telepuk. Caranya mirip dengan membatik, namun pembubuhan cap atau lilinnya bukan sebagai proses awal, melainkan akhir. Bahannya pun bukan menggunakan lilin batik, melainkan warna emas atau semacam perada. Kain tradisional tersebut sesungguhnya sampai saat ini masih diproduksi beberapa orang di Kepulauan Riau. Namun beberapa sudah menjadi benda pusaka di museum.

Kini, Riau kembali berjaya dengan kain batik yang menginspirasi desainer Indonesia seperti Ramli (alm), Chossy Latu, dan Carmanita. Namun bukan hasil telepuk warisan leluhur, baik yang kini digunakan lebih pada pola garis vertikal yang disebut motif Tabir. Motif ini menjadi khas batik Riau dan biasaya digunakan sebagai backdrop panggung pernikahan dengan warna mencolok merah, kuning, dan hijau. Motif Tabir memiliki pola melintang ke atas. Rupanya, pola ini memiliki makna khusus bagi warga Riau. Yakni perlambang keagungan, kearifan, dan kebijaksanaan.

Motif Tabir pun mengalami pengembangan dengan motif Bunga Tanjung Mekar Tajuk Bersusun, Mekar Melambai, Melur, dan motif kerajinan khas Riau lainnya. Dalam penerapan, motif ini dibatik dan menjadi kain tradisional dengan ciri khas berwarna cerah dan berani, khas orang Riau. Pengrajin batik Riau memang sudah tak lagi menggunakan warna coklat atau warna gelap lain seperti batik di pulau Jawa. Dalam teknik membatik pun, perbedaan batik Riau terletak pada prosesnya. Setelah kain berupa katun, sutra, katun dobby, hingga ATBM digabar dengan lilin, kemudian diwarnai dengan tehnik colet atau dikuas.

Harga yang dibanderol untuk sepotong kain batik Riau sepanjang 2,5 meter, berkisar antara Rp 300.000,- hingga Rp 700.000,-. Harga tersebut dipengaruhi oleh tingkat kesulitan, upah tenaga kerja, dan bahan baku yang harus didatangkan dari pulau Jawa. Peminat batik Riau didominasi oleh wisatawan domestik dan tamu perusahaan asing. Rata-rata, mereka membeli batik karena warna atau motifnya unik dan gayanya yang baru. Di luar itu, warga lokal pun kerap membeli batik untuk keperluan busana kerja dan resepsi.




Nah jika anda bepergian ke Riau, jangan lupa mampir ke showroom Dekranasda Provinsi Riau di Jalan Sisingamangaraja no 140, Pekanbaru. Di sini anda bisa mendapatkan batik asli Riau yang masih kental dengan ciri khas Riau, bukan yang sudah banyak dimodernisasi.

BATIK PALANGKARAYA




Menyusuri kota Palangkaraya, ibukota Kalimantan Tengah, anda akan disuguhi dengan jalan-jalan panjang dan rumah-rumah penduduk yang masih saling berjauhan. Suasana tenang akan mengantar anda berkeliling kota yang amat bersahabat ini. Jangan lupa pula, membeli oleh-oleh khas Kalimantan Tengah sebagai buah tangan sebelum kembali pulang, seperti kain benang bintik Batang Garing atau batik Batang Garing yang dijamin membuat anda terkesima. Mampir saja ke toko yang cukup ternama di Palangkaraya milik Ibu Husniya. Toko yang bernama Lestari Indah ini terletak di Jl.Rajawali KM 5,5 dan di Jl. RTA Milono, kota Palangkaraya. Toko ini kerap didatangi turis domestik maupun internasional untuk membeli kain batik atau benang bintik produksinya. Ada batik tulis dan cap. Tapi tamu dari Australia dan Jepang biasanya lebih suka batik tulis dan yang ada gambar Batang Garingnya.

Diakui Husniya, sejak menggeluti usaha kain tradisional ini, motif batik Batang Garing telah menjadi oleh-oleh favorit dari Palangkaraya. Sebenarnya, Kalimantan Tengah masih memiliki beberapa motif benang bintik warisan budaya yang biasa di produksi untuk pilihan kain maupun busana, seperti motif Kelakai (tumbuhan sayur mayur yang sering dikonsumsi orang Kalimantan), Mandau (senjata khas Dayak), burung Tingang (burung khas Kalimantan), Huma Betang, Naga, motif ukiran Dayak, hingga motif Balanga.

Namun entah kenapa, banyak orang menganggap Batang Garing identik dengan Kalimantan Tengah. Motif Batang Garing merupakan gambaran cerita rakyat tentang ‘Pohon Kehidupan’ suku Dayak. Pohon ini diyakini diturunkan langsung oleh Tuhan Dayak Ngaju yang bernama Ranying Hatalla Langi (Tuhan Yang Maha Esa). Menurut cerita, pohon besar yang tumbuh di antara langit dan bumi ini konon berdiri di sekitar sungai Kapuas dan mengayomi suku dayak di Kalimantan Tengah. Sepotong kain benang bintik ini dihargai mulai Rp 120.000,- hingga Rp 800.000, tergantung bahan dan tehnik batiknya.

Kini, Husniya yang sudah memproduksi dan menjual batik Kalimantan Tengah sejak 2005 dengan 11 pekerja ini, menyediakan banyak pilihan kain batik Batang Garing di dua gerainya. Tersedia dari bahan katun, santung, serat nanas, sutra polos, viscose, katun dobby, sutra timbul, twist, katun candi mekar, katun primis, katun twill, dan lainnya. Biasanya, menurut perempuan yang memproduksi hingga 500 meter batik tulis per bulan ini, para tamu dari luar negeri suka dengan produk yang mahal. Tak hanya wisatawan yang membeli batik di toko Husniya, warga lokal pun kerap membeli batik Batang Garing untuk upacara adat, atau untuk seragam keluarga di acara pernikahan. Bagi keluarga yang cukup berada, mereka biasanya akan membeli batik yang berbahan katun mahal. Bahkan Husniya mengaku pernah menerima pesanan 300 meter kain batik untuk keluarga besar.

BATIK KUTAI





Satu lagi kekayaan wastra Nusantara yang sangat indah dari bumi Kalimantan, yakni kain Ulap Doyo. Asalnya, Ulap Doyo merupakan warisan tradisi suku Dayaq Benuaq yang bermukim di kawasan Kalimantan Timur. Kain ini konon telah diproduksi masyarakat setempat sejak zaman kerajaan Kutai Kartanegara yang berjaya di abad ke-17. Sesuai dengan namanya, kain ini ditenun dari serat pohon Ulap Doyo alias curculigo latifolia lend, sejenis pandan-pandanan dengan serat kuat dan bisa dibuat menjadi benang.

Serat ini dicampur dengan benang kapas lalu ditenun menjadi kain bermotif khas Dayak yang lebih banyak mengekspos bentuk-bentuk limas dan bujursangkar. Mulai motif naga, limar (perahu), timang (harimau), tangga ukur toray (tangga rebah), dan lain sebagainya. Dalam kehidupan sehari-hari, kain ini banyak digunakan untuk berbagai upacara adat, busana pesta pernikahan, hingga mahar. Kini, kain Ulap Doyo telah diproduksi pula sebagai kain print yang mirip dengan batik. Keindahan motif kain Ulap Doyo kemudian menawan hati seorang desainer ibukota, Defrico Audy. Atas permintaan pejabat setempat yang ingin mengangkat Ulap Doyo untuk go international, Defrico lantas mengolah kain tersebut menjadi berbagai busana nan cantik.




Menurut Defrico, keindahan motif Ulap Doyo yang membuatnya tertarik adalah paduan warna-warni cerah yang menghasilkan kain-kain indah. Misalnya, merah dan hijau, hijau dan ungu, ungu dan biru, serta biru dan merah. Masih menurut Defrico, ini yang tidak bisa ditemukan di daerah lain. Setelah mengolah kain-kain indah Kalimantan Timur, Defrico mempagelarkan 14 busana dengan sentuhan kain Ulap Doyo di Expo Erau 2011 dan Jakarta Food and Fashion Festival. Tak berhenti di situ, Defrico mengaku telah membawa busana Ulap Doyo hingga Singapura, Rusia, Kazakhstan, Uzbekistan, Malaysia, dan Jepang. Dari tangan Defrico tercipta aneka busana wanita dan pria mulai dari evening dress, long dress, blazer, jas, kemeja, dengan kain tenun maupun print Ulap Doyo yang indah.




Jika anda berminat mendapatkan kain-kain indah khas Kalimantan Timur ini, datang saja ke Sentra Kerajinan Tenun Doyo di desa Tanjung Isuy, Kecamatan Jempang, Kabupaten Kutai Barat, provinsi Kalimantan Timur. Mencapainya ditempuh dalam 8 jam perjalanan darat dari kota Samarinda.

Komentar

  1. Ingin Cari Kaos Dakwah Terbaik, Disini tempatnya:
    Tshirt Dakwah Online

    Mau Cari Bacaan Cinta Generasi Milenia Indonesia mengasikkan, disini tempatnya:
    Berdoalah Bila Rindu, Agar Hati Tetap Dekat Meski Raga Berjauhan

    BalasHapus

Posting Komentar