PEREMPUAN DAN KISAH : A.H RINI, - Perjuangan Seorang Ibu Membesarkan Anak Autisma



Dunia Rini seolah runtuh saat mendengar vonis dokter yang menyatakan anak semata wayangnya menyandang autisma. Namun, ia mencoba bangkit dari keterpurukannya. Rini terus percaya, Reyno dapat tumbuh seperti anak lainnya. Yang membuat Rini sedih adalah, ketika Reyno selalu bertanya, kapan dirinya sembuh ?

Perjalanan Rini sebagai seorang ibu memang terasa sangat berat. Rini tak pernah menyangka kebahagiaan keluarga kecilnya akan terkoyak setelah mendengar vonis dokter mengenai buah hati tercintanya, Reyno, yang dinyatakan menyandang autisma. Ia mengenang, ketika 21 Januari 1996 Reyno terlahir ke dunia. Semua anggota tubuhnya lengkap, sebagai anak lelaki wajahnya pun terbilang tampan. Reyno kemudian tumbuh sebagai anak yang sehat dan memiliki badan yang cukup berisi dibanding anak-anak seusianya. Saat itu, Rini belum tahu kalau Reyno menyandang autisma. Yang ia tahu, anaknya itu memang sangat aktif dan lincah sehari-hari.

Sampai suatu hari, Rini membaca sebuah tabloid wanita yang menuliskan tentang tanda-tanda anak autis. Menurut Rini, tabloid tersebut menyajikan hasil wawancara dengan dr. Melly Budhiman yang dikenal sebagai ahli autisma di Jakarta. Saat Rini membaca isi tabloid tersebut, ia baru menyadari bahwa ternyata Reyno mempunyai tanda-tanda seperti anak autis. Tanda-tanda itu seperti mengibaskan tangan, suka berputar-putar ke sana kemari, dan tidak bisa duduk dalam waktu yang lama. Untuk memeluknya, Rini hanya bisa melakukannya saat Reyno tidur, sementara kalau sedang bangun sangat susah. Merasa gundah, akhirnya Rini memutuskan membawa Reyno yang masih berusia 2 tahun untuk diperiksa dr. Melly. Alangkah terkejutnya saat dokter mengatakan Reyno sebagai penyandang autisma. Saat itu Rini merasa bingung dan sedih. Banyak pertanyaan di kepalanya tentang apa itu autis ? Karena memang masih nol sekali informasi yang ia ketahui. Dokter pun menerangkan bahwa di otak itu ada ribuan saraf, dan salah satu saraf Reyno ada yang tidak tumbuh sempurna. Dokter mengatakan, autis bisa disembukan meski tidak 100 persen. Hal itu bisa diobati dengan meminum obat terlebih dahulu dan melihat perkembangannya, kemudian baru diterapi. Akhirnya, Rini pun hanya bisa pasrah dan mengikuti anjuran dokter.

Saat dinyatakan memiliki seorang anak autis, pergumulan hati Rini begitu besar. Ia menyadari Reyno membutuhkan perhatian ekstra. Namun saat itu, ia dan suaminya masih aktif bekerja. Rini terus teringat perkataan dokter bahwa anak dengan autisma membutuhkan peran orangtua yang bisa maksimal menjaga mereka. Akhirnya Rini memutuskan mengundurkan diri dari salah satu perusahaan swasta di Jakarta. Yang menjadi catatannya, bila ingin anak autis mendekati kesembuhan memang harus ditangani oleh ibunya sendiri, karena seorang ibu akan merawat anaknya dengan hati. Akhirnya Rini memilih untuk fokus merawat Reyno. Ia sadar, saat harus memilih memang pasti selalu ada harga yang harus dibayar.

Namun, di tengah perjuangan membesarkan sang putra, tanpa disangka suaminya malah memutuskan untuk bekerja di luar pulau, dan sampai sekarang belum kembali. Rini merasa, Reyno seperti mengetahui kalau hal itu menimbulkan luka untuk Rini. Oleh karena itu, sampai saat ini Reyno juga tidak pernah mengungkit soal ayahnya. Rini pun lantas membesarkan Reyno seorang diri. Beruntung, seluruh keluarga besarnya ikut memberikan perhatian dan dukungan dalam merawat Reyno. Rini merawat Reyno dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. Dan selama 3 bulan mengkonsumsi obat serta mematuhi pantangan seperti tidak mengkonsumsi susu, terigu, soda, dan cokelat, perkembangan Reyno menunjukkan kemajuan.

Kemudian Reyno menjalani sesi terapi. Meskipun biayanya tak murah, Rini tak mau berputus asa. Ia percaya rezeki sudah ada yang mengatur. Dulu, hitungan biaya terapi Reyno per jam sebesar Rp 100.000. Dan sekali terapi Reyno bisa menghabiskan waktu 3-4 jam. Selama mengikuti terapi, Rini juga selalu memperhatikan apa saja yang dilakukan, agar ia juga bisa menerapkannya di rumah. Sehingga ada kesinambungan antara tempat terapi dan rumah. Saat itu, baru diketahui IQ Reyno sangat bagus. Kelebihan Reyno juga sudah terlihat di usianya yang baru menginjak 3 tahun, tapi sangat gemar membaca koran. Selain itu, Reyno juga sangat menyukai buku Yellow Pages. Dia mampu menghafal semua isinya dan kelihatan jago dalam soal angka.

Yang menarik, selama ini Rini mendidik Reyno layaknya anak-anak pada umumnya. Seperti saat ia menerapkan sebuah peraturan yang harus disepakati oleh seisi rumah. Rini sepakat, di rumah hanya menerapkan satu kata, yakni ‘kata ibu’. Jadi kalau si ibu mengatakan tidak boleh, maka tidak ada kata orang lain yang membolehkan. Reyno memang anak yang memiliki kebutuhan khusus, tapi dia bisa memahami apa yang diinginkan orang lain, asal kita juga mengetahui kebutuhannya. Bagi Rini, semuanya terasa jadi mudah kalau dasarnya sudah kuat. Reyno pun tumbuh menjadi anak yang sangat patuh. Menurut Rini, menjaga mood Reyno adalah hal paling penting untuk dimengerti. Karena anak-anak berkebutuhan khusus memang memiliki emosi yang tidak stabil. Bahkan sampai detik ini, Rini pun masih belajar untuk mengerti Reyno. Terutama belajar mengenali emosinya. Biasanya saat Reyno tantrum (marah), Rini hanya menasihatinya. Dan ia juga mengajarkan Reyno untuk bisa menerima bahwa tidak semua yang dia inginkan harus dipenuhi. Reyno juga harus belajar untuk kecewa.

Setelah 3 tahun menjalani terapi, Reyno dinyatakan bisa mengikuti pelajaran di sekolah umum. Namun, di masa pencarian sekolah, lagi-lagi Rini harus menelan kekecewaan karena beberapa sekolah dasar menolak kehadiran Reyno yang menganggapnya anak tidak normal. Sampai sekarang Rini masih merasakan sakit hati bila mengingat penolakan untuk menyekolahkan Reyno kala itu. Yang membuatnya kecewa adalah, mengapa pihak sekolah tersebut langsung menolak tanpa mau mencoba dulu. Tapi, Rini tidak lelah berjuang mencarikan Reyno sekolah. Sampai akhirnya Reyno berhasil diterima di seolah Yayasan Mahanaim. Dengan tangan terbuka, Reyno diterima untuk mengikuti pelajaran selayaknya anak normal.

Pihak sekolah lalu menyarankan agar Reyno didampingi selama mengikuti pelajaran. Mulanya Rini ikut menemani Reyno saat beradaptasi dengan lingkungan baru. Tapi lama-kelamaan, Reyno sudah bisa mengikuti pelajaran dengan baik dan iramanya dalam menangkap pelajaran juga cepat sekali. Tapi, setiap kali dia ujian, Rini memang harus keluar dari kelas karena memang Reyno dikondisikan sebagai anak normal. Keyakinan Rini untuk mengasuh Reyno dalam situasi normal pun mulai menunjukkan hasil. Selama bersekolah, Reyno selalu masuk peringkat 3 besar dan mendapat beasiswa. Reyno juga dapat lulus ujian SD, SMP, dan SMK dengan baik. Oleh karena itu, Rini sangat berterima kasih sekali kepada pihak sekolah yang mau memberikan kesempatan bagi Reyno bersekolah seperti anak normal lainnya.

Kini, Rini boleh berbangga hati karena perjuangannya membesarkan Reyno mulai berbuah manis. Selepas menyelesaikan pendidikan formalnya, Reyno kini diterima bekerja sebagai staf administrasi di sebuah sekolah berkebutuhan khusus. Rini pun melihat hidup Reyno jauh lebih baik dari sebelumnya. Semua ini memang tidak instan. Namun modalnya hanyalah jangan pernah merasa malu dan bersabar. Sekarang, Reyno sudah bisa menghasilkan uang sendiri. Walau mungkin bagi sebagian orang nominalnya tidak besar, tapi untuk seorang anak autis itu sudah menjadi sebuah anugerah. Reyno pun sudah mampu membeli sendiri handphone dan laptopmya. Selain Reyno, Rini pun kini juga bekerja menjadi helper di sekolah yang sama dengan tempat Reyno bekerja. Sembari menunggu waktu yang tepat untuk Reyno melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan, Rini memang bertekad mengajarkan kemandirian dalam dunia kerja putranya.

Rini juga meyakini, di luar sana banyak orang yang bertanya padanya, sebagai seorang ibu yang kasih sayangnya tak pernah surut dalam membesarkan anaknya, bagaimana ia menghadapi ujian hidup. Seakan mengilas balik, Rini akui kalau dibilang susah, memang susah. Tapi ia percaya, saat Tuhan memberikan Reyno dengan keadaan yang seperti sekarang, pasti Tuhan juga sudah menyediakan jalan keluarnya untuk Rini. Rini tahu, memang itu semua tidak semudah membalikkan telapak tangan, tapi Rini selalu ikhlas. Segala hinaan dan cibiran selama merawat Reyno, ia biarkan. Mencoba terus tegar dan kuat, Rini hanya mengakui ada satu hal yang membuatnya sedih hingga saat ini. Yakni kala Reyno bertanya, kapan dirinya bisa sembuh ? Meski sedih setiap kali mendengar pertanyaan itu, tapi Rini langsung memberikan penjelasan kalau semua itu bisa terjadi kalau Reyno sendiri yang mau berusaha untuk sembuh. Dan Rini bisa merasakan, itulah yang sedang dilakukan Reyno sekarang.
 

Komentar