HOBBY : MENGABADIKAN MAKANAN MELALUI SKETSA


Nino Puriando duduk dengan santai di meja restoran sambil menghadap buku sketsa kecil yang terbuka di atas mejanya. Jari-jari Nino terlihat sibuk menorehkan goresan kuas untuk menerjemahkan makanan lezat yang ada di hadapannya menjadi sebuah sketsa penuh warna. Membuat skesta makanan merupakan bagian dari kegemaran Nino dalam membuat sketsa urban sejak 3-4 tahun lalu. Tiap kali bepergian ke luar kota atau pun luar negeri, Nino tak pernah lupa untuk membawa buku skesta mungil dengan ketebalan kertas sekitar 200 gram dan cat air yang ringan di dalam tasnya. Tiap skesta urban, termasuk makanan, yang Nino buat terasa istimewa baginya. Pasalnya, sketsa-sketsa urban tersebut menjadi media Nino untuk berbagi kisah perjalanannya ketika menyambangi suatu tempat baru.

Ketika traveling, pria yang telah melanglang buana ke berbagai kota dan negara ini sudah terbiasa membuat visual journal. Dan menggambar makanan memang bagian dari itu. Nino cenderung memilih makanan yang khas dari suatu daerah sebagai objek sketsanya. Mulai dari Roti Gempol legendaris asal kota Bandung, sushi ala Jepang, hingga makanan dan minuman cantik dari kafe telah menghiasi jurnal-jurnal bergambar milik Nino. Hanya saja, Nino mengatakan tidak semua makanan cocok untuk menjadi objek skestsa yang ideal. Beberapa makanan, biasanya kurang informatif karena memiliki bentuk yang sudah tidak mempertahankan karakter bahan-bahan yang digunakan. Makanan itu, Nino katakan, akan sulit untuk dikenali oleh orang ketika diubah menjadi sebuah sketsa. Yang informatif itu, menurut Nino, adalah yang tidak perlu lagi diberi penjelasan lewat kata-kata. Misalnya ditulis “ini kerupuk”.

Bagi Nino, membuat sketsa makanan juga memberikan ruang kreativitas yang tak terbatas. Pasalnya, beberapa makanan, seperti brownies atau pai, biasanya hadir dengan satu warna yang tentunya tidak akan menarik jika diterjemahkan ke dalam sebuah sketsa makanan. Di sisi lain, penyeketsa juga terdorong untuk mengabadikan makanan tersebut agar terlihat menarik dengan warna yang kaya. Dalam kondisi tersebut, Nino biasanya akan menambahkan elemen warna lain untuk memperkaya warna sketsa makanannya. Pria asal Bandung ini juga akan memanfaatkan pencahayaan agar sketsa makanan yang ia buat terlihat lebih bervolume.


Kegemaran Nino dalam membuat sketsa makanan pun membuatnya dilirik oleh beberapa restoran. Restoran-restoran tersebut meminta Nino untuk datang, membuat skesta makanan dari restoran tersebut, dan mengunggahnya ke akun media sosial sebagai salah satu bentuk promosi. Nino, yang juga tergabung sebagai anggota komunitas Sketchwalker ini menjelaskan, ada dua metode sketsa makanan yang bisa dilakukan, yaitu menggambar langsung di tempat dan memfoto makanan untuk kemudian digambar setelahnya. Nino mengaku lebih suka untuk langsung membuat sketsa makanan di tempat. Dengan begitu, ia akan mendapatkan visual yang lebih detail dan dapat dengan bebas mengatur posisi makanan. Akan tetapi, Nino menyarankan agar proses pembuatan sketsa makanan di tempat tidak lebih dari satu jam agar tidak banyak waktu yang terbuang di satu tempat ketika traveling. Oleh karena itu, Nino menyarankan agar pemula mulai membuat sketsa makanan dengan difoto terlebih dahulu agar proses sketsa bisa dilanjutkan di mana saja.

Dalam proses pembuatan skesta makanan, Nino juga menyarankan agar perut sudah dalam keadaan kenyang. Dengan begitu, proses pembuatan skesta akan menjadi lebih santai dan tidak terburu-buru. Media cat air biasanya dipilih oleh banyak urban sketcher karena cepat kering dibandingkan cat minyak dan dapat menyapu banyak area lebih cepat dibandingkan pensil warna. Penggunaan cat air memang memiliki teknik-teknik dasar yang dapat mempermudah proses membuat sketsa, seperti menyapukan warna terang terlebih dahulu baru warna gelap. Akan tetapi, pria yang kini bergelut di bidang produksi animasi ini mengatakan, kunci dari membuat sketsa ialah tidak takut salah. Pasalnya, tidak ada batasan kreasi dalam gaya menggambar atau pun penggunaan alat untuk menggambar.

Seperti halnya Nino, Yandi Prayudhi juga memiliki kegemaran membuat sketsa urban, termasuk makanan, setiap kali ia melakukan traveling. Bagi Yandi, membuat sketsa dengan objek urban akan meninggalkan kesan yang lebih mendalam dibandingkan foto. Hampir semua gambar sketsa yang ia buat ketika jalan-jalan, masih teringat lumayan jelas. Baik suasananya, cuacanya, dan interaksi dengan orang-orang ketika sedang menggambar.


Kegemaran alumni FSRD Institut Teknologi Bandung dalam membuat skesta dengan objek urban seperti makanan hingga sisi perkotaan ini, berawal dari buku karangan penulis Danny Gregory mengenai sketsa kehidupan dan benda sehari-hari yang digambar dengan menarik. Buku tersebut berhasil membuat Yandi tertarik untuk mulai membuat sketsa tentang kehidupan dan benda-benda sehari-hari versinya sendiri. Apa pun objeknya, bisa jadi menarik buat diganbar. Dari situ ia mulai menggambar apa saja, termasuk makanan dan minuman kalau sedang nongkrong di kafe atau resto.

Dalam membuat sketsa makanan, Yandi biasanya mengambil objek makanan yang biasa tersaji di kafe. Beberapa di antaranya ialah pizza, burger, dan spaghetti. Akan tetapi, Yandi juga tak melewatkan objek makanan yang khas ketika menyambangi kota atau negara baru. Ketika mengunjungi Turki, misalnya, Yandi membuat satu sketsa makanan khas Turki yaitu turkish delight. Dalam sketsa tersebut, Yandi menggambarkan turkish delight yang berwarna putih di atas sebuah piring biru lengkap dengan teko dan dua cangkir teh di sampingnya.

Bagi Yandi, membuat sketsa ketika bepergian tak hanya membantunya membuat memori yang unik dan menarik. Lebih dari itu, kebiasaannya membuat skesta selama bepergian juga mendatangkan teman-teman baru bagi pria yang berprofesi sebagai desainer interior ini. Saat menggambar di Turki misalnya, ada beberapa orang yang melihat prosesnya, kemudian mereka jadi mengobrol. Cara ini menurutnya, lumayan efektif untuk berinteraksi dengan orang lokal.


Seperti halnya Nino, Yandi pun lebih suka untuk membuat langsung sketsa makanan di tempat. Ia membatasi proses pembuatan sketsa makanan maksimal 1 jam agar lebih menghemat waktu. Dengan begitu, waktu perjalanan Yandi dapat dimanfaatkan untuk mengunjungi banyak tempat dan menggambar di banyak lokasi. Berbekal buku sketsa kecil, fountain pen, dan kotak cat air khusus traveling, Yandi tak pernah berhenti membuat sketsa-sketsa urban sejak akhir 2011 lalu. Hingga kini, tak terhitung berapa jumlah karya sketsa yang telah dihasilkan Yandi. Pemilik akun Instagram @yandi_p ini juga mengatakan, sketsa dengan objek urban tidak harus dilakukan dengan bepergian ke luar kota atau negara terlebih dahulu. Kebiasaan membuat sketsa dengan objek urban, termasuk makanan, dapat dimulai dari objek yang paling sederhana terlebih dahulu. Karena objek yang simpel pun, kalau digambar sketsa, hasilnya jadi unik dan menarik.  

Komentar