'MENGEBOM' KOTA DEMI KEINDAHAN OLEH KOMUNITAS RAJUT KEJUT


Julia Anna mungkin tak akan pernah melupakan pengalaman pertamanya ‘mengebom’ bersama komunitas Rajut Kejut. Ikut meramaikan Hari Kemerdekaan RI ke-70 tahun 2015 lalu, Anna dan teman-temannya rela bangun pagi-pagi sekali untuk membungkus sebuah bemo dengan rangkaian rajutan granny square bertema Merah Putih. Siapa sangka, di hari itu Anna dan teman-temannya bisa bertemu dengan Mufidah Jusuf Kalla, istri wakil presiden RI, yang sedang berbelanja. Selain berfoto bersama, bemo berhiaskan rajutan hasil kerja keras bersama itu juga mendapatkan apresiasi. Setelah itu, mereka berkeliling dengan bemo itu.

‘Mengebom’ merupakan istilah yang digunakan oleh komunitas Rajut Kejut untuk menghias suatu objek dengan rangkaian rajutan secara diam-diam. Dengan begitu, masyarakat akan merasa terkejut seperti mendengar gelegar bom saat mendapati objek yang biasa mereka lihat sehari-hari menjadi lebih istimewa dan cantik dengan hiasan rajut berwarna-warni. Pengalaman pertama ‘mengebom’ bersama Rajut Kejut membuat Anna merasa ketagihan. Karena, menurut wiraswastawati ini, ada kepuasan tersendiri ketika melihat hasil jerih payah mereka disatukan menjadi sebuah karya besar yang kreatif dan dapat memperindah wajah Ibu Kota.


Setahun setelah itu, di tahun 2016, menjelang HUT RI ke 71, Anna pun kembali dengan aksi ‘mengebom’ ketiganya bersama komunitas Rajut Kejut. Kali ini, objek sasaran ialah tiga buah pohon yang terletak di Taman Pandang Istana. Ketiga pohon tersebut akan dibungkus dengan rangkaian rajutan berwarna-warni bertema Bhinneka Tunggal Ika setinggi 3 meter. Anna turut berpartisipasi dengan membuat rajutan aplikasi yang biasa digunakan untuk menghias baju hingga tas. Aplikasi rajutan yang dibuat wanita asal Ambon ini, berbentuk kupu-kupu berukuran cukup besar. Anna sengaja menggunakan benang polyester berwarna stabilo terang seperti oranye, kuning, dan hijau. Anna mengaku memang senang membuat rajutan aplikasi, karena saat pengerjaannya butuh konsentrasi yang tinggi untuk menghitung pola.

Anna tentu tak sendiri. Puluhan perajut dari berbagai daerah juga turut menyumbangkan karya mereka untuk kemudian disatukan menjadi pembungkus pohon di Taman Pandang Istana. Kegiatan menghias pohon dengan rajutan di Taman Pandang Istana merupakan kegiatan ‘mengebom’ kesembilan yang dilakukan oleh komunitas Rajut Kejut sejak 2014. Menurut pendiri komunitas, Harjuni Rochajati, ide ‘mengebom’ pertama kali muncul karena terinspirasi oleh kegiatan yarn bombing yang sering dilakukan oleh perajut di luar negeri. Oleh karena itu, pada 17 Agustus 2014, wanita yang akrab disapa Ati ini, bersama anggota komunitas Rajut Kejut melakukan aksi pertama ‘mengebom’ dua bangku taman yang terletak di depan Museum Nasional, Jakarta. Bangku yang semula terlihat polos dan tak menarik, seketika berubah menjadi bangku taman yang cantik, penuh warna, dan tentunya unik.


Ati mengatakan, aksi ‘mengebom’ biasanya hasil dari diskusi bersama. Tiap-tiap anggota juga secara sukarela menggunakan dana pribadi untuk merangkai rajutan yang akan digunakan untuk membungkus objek yang akan dihias. Tak jarang pula, Rajut Kejut diminta untuk membuat hiasan rajutan untuk beberapa peringatan besar dengan objek hiasan yang telah ditentukan. Dalam aksi ‘mengebom’ itu, mereka juga tak selalu meminta izin terlebih dahulu. Karena, para perajut ini ingin memberikan kejutan dengan memasang hiasan secara diam-diam. Beruntungnya, hingga saat ini, aksi ‘mengebom’ itu belum pernah bermasalah. Karena kalaupun ada larangan dari aparat yang berwenang di tempat aksinya, mereka tinggal memindahkan ke lokasi lain. Tapi kebanyakan, setelah diberi penjelasan, kegiatan ‘mengebom’ diam-diam itu pun terus berlanjut, Karena tujuan mereka pun untuk memperindah lingkungan, agar pemandangan menjadi lebih cerah.

Pada aksi menghias pohon di Taman Pandang Istana itu diikuti sekitar 30 anggota komunitas Rajut Kejut. Mereka berasal dari Jakarta, Bandung, Surabaya, hingga Yogyakarta. Para perajut yang berasal dari luar Jakarta mengirimkan rajutan mereka melalui jasa ekspedisi. Tiap relawan perajut yang ikut menyumbangkan rajutan bebas menentukan pola rajutan. Para relawan pun bebas untuk membuat rajutan berapa pun jumlahnya. Karena itulah, tiap rajutan granny square yang dibuat oleh perajut memiliki ciri khas masing-masing. Beberapa rajutan terlihat bermain dengan kombinasi warna, beberapa rajutan lain menonjol dengan hiasan tiga dimensi, dan yang lain lagi hadir dengan pola yang unik.


Potongan-potongan rajut granny square ini kemudian disatukan dengan jahitan benang polyester. Keragaman pola yang menjadi satu kesatuan ini tentu sangat sesuai dengan tema Bhinneka Tunggal Ika yang diusung. Dalam aksi yang bekerja sama dengan JakARTspirasi itu, terkumpul lebih dari 200 rajutan kotak atau granny square berukuran 20x20 cm. Jumlah tersebut cukup untuk membungkus tiga buah pohon di Taman Pandang Istana hingga setinggi 3 meter untuk masing-masing pohon. Setelah sebelumnya menghitung keliling pohon, dibutuhkan sekitar 70 rajut granny square berukuran 20x20 cm untuk membalut satu pohon.

Semua rajutan yang dibuat oleh para perajut di komunitas Rajut Kejut diberikan sepenuhnya untuk menghias kota. Bahan benang polyester yang digunakan untuk merajut biasanya akan tahan berada terhadap perubahan cuaca, seperti hujan dan terik matahari, di ruang terbuka hingga tiga bulan atau lebih. Hanya saja, terkadang mereka memang kerap menemukan rajutan yang dipasang itu hilang atau dicopot pihak lain sebelum sampai tiga bulan.


Perajut dari Rajut Kejut memang didominasi oleh perempuan dari berbagai latar belakang, profesi, dan usia. Akan tetapi, di antara para perempuan perajut itu ada pula dua anak laki-laki yang ikut menjadi relawan perajut dalam misi menghias tiga pohon di Taman Pandang Istana ini. Kedua anak laki-laki tersebut ialah Ridwan Januar Zaputra dan adiknya Zakaria Khomsa Zaputra. Jari-jari mungil keduanya sudah sangat lihai membuat rajutan granny square untuk diberikan kepada Rajut Kejut. Meski usianya jauh lebih muda dibandingkan relawan lainnya, ketekunan Ridwan dan Zakaria dalam mempelajari rajut membuat karya yang mereka hasilkan tak kalah dengan para ‘senior’-nya.

Dengan bimbingan dari sang ibu, mereka pun berhasil mempelajari cara membaca pola dan mengkreasikan pola rajutannya menjadi sebuah karya yang menarik. Bagi Ridwan, kegiatan merajut berhasil memberikannya kesenangan tersendiri, seperti halnya bermain bola yang menjadi kegemarannya. Oleh karena itu, Ridwan merasa antusias untuk ikut berpartisipasi dalam aksi ‘mengebom’ rajutan bersama dengan ibu, adik, dan relawan perajut lainnya. Apalagi setelah ia melihat, saat karyanya disatukan dengan hasil rajutan relawan lain, ternyata sangat bagus hasilnya.


Awal mula ketertarikan mereka terhadap rajutan, karena sering melihat ibu mereka Sinthia Poormarryone,  yang gemar membuat boneka kecil dari rajutan, atau amigurami. Lalu, Shintia pun mulai mengajarkan cara-cara dasar membaca pola rajutan melalui buku kepada anak keempat dan kelimanya itu. Dari buku tersebut, mereka pun mulai memahami cara membuat pola, lalu mulai belajar merajut dengan cara meniru Sinthia membuat rajutan. Walau mulanya hanya menguasai teknik dasar merajut, namun dengan berbekal mempelajari buku dasar-dasar merajut, mereka pun akhirnya bisa membuat sepatu rajut dengan pola karangan sendiri. Sinthia lalu mengajak kedua anaknya itu untuk mengikuti komunitas merajut. Luasnya lingkup komunitas merajut juga membuat mereka semakin bersemangat. Oleh karena itu, mereka pun antusias mengikuti kegiatan ‘mengebom’ di Taman Istana Pandang, menyambut HUT RI ke 71. Dengan memanfaatkan waktu luang di tengah jadwal sekolah, bersama sang ibu, mereka berhasil membuat lebih dari 10 buah rajutan granny square. Dan mereka pun bangga karya mereka akhirnya bisa turut menghiasi pohon di Taman Pandang Istana.

Komentar