HOBBY : Mengajak Si Kecil Mendaki Gunung Untuk Mengenalkan Cinta Alam.


Kondisi cuaca ekstrem pada Desember 2010 membuat Nouf Zahrah Anastasia deg-degan. Ketika itu, ia hendak mengajak anak semata wayangnya, Azzam, yang berusia dua setengah tahun, untuk mendaki Gunung Gede. Prediksi itu benar-benar terjadi. Hujan, angin, dan kabut menjadi satu, menciptakan tantangan berat tak hanya untuk orang dewasa, tapi juga si kecil. Untungnya, wanita yang biasa disapa Tasya ini membawa tim yang lengkap, yakni teman-teman yang berpengalaman dan juga menyewa porter. Jadi, bila terjadi sesuatu hal yang di luar kendalinya, sudah ada yang mem-back up. Dan Tasya bersyukur, si anak pun bisa bertahan dalam kondisi seperti itu.

Tasya memang tidak serta merta membawa anaknya ke gunung tanpa persiapan. Sejak usia satu setengah tahun, Azzam sudah dikenalkan dengan alam, seperti pegunungan, pantai, dan air terjun. Hal itu dilakukan untuk melihat minat anak pada aktivitas jalan-jalan ke alam. Tasya yang sudah jatuh cinta pada kegiatan pencinta alam sejak duduk di bangku SMA mengaku, gunung menawarkan panorama yang indah. Ia pun ingin anaknya berkesempatan merasakan keindahan tersebut.


Nyoman Sakyarsih juga membawa anaknya ke gunung sejak usia dini. Bahkan, ia sudah membawa anaknya ke gunung ketika masih berusia lima bulan. Namun, Nyomi, sapaan akrabnya, menyadari bahwa usia tersebut masih terlalu dini dan tidak untuk ditiru jika memang belum benar-benar siap. Nyomi mempersiapkan banyak hal untuk pendakian pertama anaknya tersbeut. Saat itu, ia mengajak anaknya, Max, mendaki Gunung Bromo yang memiliki medan tempuh relatif ringan. Meski begitu, Nyomi tetap mempersiapkan perlengkapan untuk menghadapi dingin, debu, dan kebutuhan makanan secara detail.

Nyomi mengaku, anaknya justru merasa senang ketika diajak mendaki gunung. Hal itu ia rasakan karena setiap kali beristirahat, Max akan menghentak-hentakkan kakinya, seakan menyuruh sang bunda untuk jalan terus. Max pun juga senang selama perjalanan terkena angin sampai tertidur pulas. Mulai saat itu, Nyomi merasa anaknya memang suka dengan alam. Sampai usia Max empat tahun, bocah itu sudah menjelajah berbagai gunung di Indonesia. Meski tak terlalu memprioritaskan sampai di puncak, tapi si kecil Max sudah bisa merasakan 21 puncak gunung.


Selain Tasya dan Nyomi, di Yogyakarta juga ada Mila Prastina Widyastuti yang menjadikan gunung sebagai tempat agar anak tidak kecanduan dengan gawai. Mila mengaku bukan orang yang anti teknologi. Namun menurutnya, anak akan lebih baik bisa banyak bergerak dengan berbagai kegiatan yang dilakukan di alam seperti mendaki gunung. Ia pun yakin aktivitas itu bisa membawa dampak positif pada tumbuh kembang anak.

Tasya mengatakan, saat ini sudah banyak keluarga yang membawa anaknya naik gunung. Menurutnya, kegiatan ini memang baik, tetapi memerlukan persiapan yang matang. Orangtua adalah pendamping utama anak ketika mendaki gunung. Oleh karena itu, penting untuk melihat kesiapan orangtua dalam mendaki. Jangan sampai memaksakan diri karena ikut tren. Tasya menceritakan, pernah menemui keluarga yang naik gunung dengan persiapan yang minim. Ketika itu hujan deras dan cadangan baju menjadi basah karena tidak terbungkus plastik. Hal itu tentu sangat berbahaya baik untuk orang dewasa, bahkan anak.


Tasya menjelaskan, orangtua perlu memahami apa saja tantangan yang ada di gunung. Menurutnya, orangtua yang belum pernah mendaki gunung perlu mencoba sendiri sebelum membawa anaknya. Kalau dia sudah yakin ini aktivitas yang menyenangkan untuk dirinya, baru bisa ditularkan ke anak. Tasya mengatakan, tidak ada batasan usia yang pasti untuk membawa anak ke gunung. Yang jelas, seorang anak sudah bisa dibawa ke gunung ketika ia sudah bisa duduk dengan tenang. Untuk anak yang belum bisa jalan sendiri akan digendong orangtuanya. Sementara, gendongan anak didesain untuk anak yang sudah bisa duduk. Kalau anak belum bisa duduk dengan tenang, justru akan merepotkan perjalanan.

Mila mengaku, perlengkapan wajib untuk orang dewasa juga harus diberikan pada anak yang akan mendaki gunung. Hal itu mencakup pakaian, jaket, sepatu, tenda, dan logistik yang cukup. Selain itu P3K dan pendamping sesuai kebutuhan juga harus ada dalam pendakian, tidak hanya untuk anak saja, tetapi juga untuk orang dewasa yang mendampinginya.


Nyomi mengatakan, orangtua juga perlu memahami karakter anak ketika memilih gunung. Menurutnya, orangtua perlu mempersiapkan medan yang dihadapi dan jarak tempuhnya. Untuk mengetahuinya, orangtua bisa mengajak anak berjalan lintas alam. Kalau anak tidak betah berjalan, bisa diakali dengan menggendongnya. Selain itu, orangtua juga perlu memperhatikan pakaian yang dikenakan anak, terutama dalam kondisi gunung yang dingin. Anak harus memakai jaket agar suhu tubuhnya tetap hangat. Memang terkadang ada anak yang tidak suka memakai jaket. Namun, dengan membuka jaket itu juga bukan berarti anak hebat dan tahan dingin. Jadi, pilihlah jaket yang paing nyaman dikenakan anak.

Tantangan terbesar dalam mendaki gunung menurut Tasya adalah hipotermia. Ia mengatakan, naik gunung itu memang melelahkan. Orang yang lelah cenderung malas melakukan banyak hal, seperti makan atau bergerak. Padahal, di gunung itu penting untuk terus bergerak dan makan. Suhu tubuh orang yang tidak bergerak akan turun. Sementara, makanan adalah bahan bakar utama untuk menghangatkan tubuh. Hal inilah yang bisa menyebabkan hipotermia. Orang dewasa saja sangat bahaya bila mengalami hal ini, apalagi anak. Orangtua pun juga dituntut untuk bisa memastikan anak tetap bergerak dan mau makan. Asupan gizi adalah hal penting untuk menjaga stamina anak. Untuk mengatasi anak susah makan, bisa diakali dengan membawa cemilan kaya kalori seperti cokelat batang yang disukai anak.


Pendakian gunung sejatinya bisa mendidik karakter anak. Tasya yang merupakan praktisi psikolog anak mengaku, kegiatan tersebut memiliki dampak positif dalam pertumbuhan anak jangka panjang. Ada latihan disiplin dan kemandirian lewat proses jatuh bangun di sana. Menurut Tasya, karakter seseorang memang perlu dibangun sejak kecil dan bukan ketika seseorang itu sudah dewasa. Oleh karena itu, Tasya ingin mengenalkan alam kepada anaknya sedini mungkin.

Tasya mengatakan, gunung memberi banyak pelajaran. Salah satunya, ketika mendaki seseorang cenderung menunduk untuk menjaga keseimbangan tubuhnya. Menurutnya, itu mengajarkan agar seseorang tidak pongah pada kekuatan alam. Sementara, ketika turun, orang tidak mungkin menunduk karena pasti jatuh, bahkan menggelundung. Artinya, ketika kita dalam posisi di bawah atau dalam kesusahan, tetap angkat kepala kita dan optimis. Bisa mencapai puncak juga adalah kebanggaan yang bisa dirasakan anak. Tasya sendiri mengaku, anaknya bangga karena bisa menceritakan pengalamannya kepada guru dan teman-temannya. Meski begitu, Tasya menekankan, puncak gunung bukanlah segalanya. Anak pun juga bisa bergembira meski hanya sampai di lembah atau dataran sebelum puncak. Karena yang terpenting itu adalah perjalanannya.


Menurut Tasya, anaknya sangat senang dengan air, batu, dan tanah. Ketika melihat ketiga benda itu, anaknya bisa langsung bermain. Jadi, tanpa perlu gawai anak tetap bisa bersenang-senang. Secara mental, anak pun menjadi lebih berani dan mudah bersosialisasi. Sementara Mila mengaku, dalam pendakian gunung, dua anaknya kerap bertemu dengan pendaki lain yang mayoritas adalah orang dewasa. Keberadaan anak-anak kerap kali diapresiasi pendaki lain. Hal itu pun menjadi penyemangat untuk si anak. Dampaknya, anak jadi mudah bersosialisasi di sekolah dan punya kepercayaan diri tinggi.

Keberadaan anak juga bisa memberi semangat tim pendaki. Nyomi mengisahkan, ketika mendaki Gunung Raung terjadi badai. Hal itu pun cukup membuat ciut nyali orang dewasa untuk menaklukkan Raung. Tetapi, kehadiran Max justru bisa memberikan suntikan semangat dengan keceriaannya. Nyomi mengaku, anaknya memiliki kecenderungan aktif berlebih. Dengan sering mengajak naik gunung, bisa melatih anak menjadi lebih tenang dan belajar disiplin seperti buang sampah tidak sembarangan.


Komentar

  1. SAMBAL ROA JUDES adalah salah satu sambal dengan citarasa terbaik di Indonesia. Kehebatan rasa sambal ini pun bahkan sudah melanglang dunia karena digemari pula oleh masyarakat luar negeri. Terbuat dari bahan-bahan berkualitas dengan bahan utama ikan Roa yang khusus didatangkan dari Manado, Sulawesi Utara. Sambal siap saji ini dibuat dengan kemasan food grade (135 gram), tahan lama, cocok untuk teman bepergian atau oleh-oleh. Nikmat disantap dengan jenis lauk apa pun, yang pastinya akan menambah nafsu selera makan anda. Pemesanan Sambal ROA JUDES untuk wilayah Jakarta, hubungi Delivery SAMBAL ROA JUDES, melalui sms/whats app 085695138867. atau BBM 5F3EF4E3

    BalasHapus

Posting Komentar