BELANJA : Berburu Piringan Hitam Yang Kian Langka Dan Alat Pemutarnya.


Menikmati musik, saat ini jauh lebih mudah. Cukup berbekal smartphone dan paket data, streaming musik dapat dinikmati kapan saja dan di mana saja. Tapi, kalau kita mengingat kembali ke belakang, musik telah melalui evolusi yang begitu panjang, sebelum akhirnya berwujud digital seperti sekarang. Di awal 2000-an ada MP3 Player, kemudian di era 90-an ada kaset, compact disc CD dan radio tape. Namun, bicara sejarah alat pemutar musik, tentu tak bisa lepas dari phonograph record atau istilah populernya, vinyl record dan gramophone record.

Media penyimpan suara analog ini hadir sekitar tahun 1940-an. Sekarang, vinyl atau piringan hitam juga gramofon sebagai perangkat putarnya telah menjadi barang antik yang banyak diburu kolektor. Perekam suara yang satu ini memang menyuguhkan sensasi menikmati musik yang berbeda dibanding dengan media pemutar musik lainnya. Kekhasan dan keunikan suaranya,  mampu membuat pencarinya rela merogoh kocek berapa pun untuk mendapatkan benda klasik ini.

Jika tertarik berburu piringan hitam dan gramofon, bisa mencoba mencarinya di pasar barang antik Triwindu, Solo. Di pasar yang berada di Jalan Diponegoro, Keprabon, Banjarsari ini, ada beberapa toko yang menjual piringan hitam lengkap dengan pemutarnya. Salah satunya, toko barang antik milik Wisnu Kusuma. Di tokonya ini, Wisnu masih menyimpan lebih dari 100 keping piringan hitam. Isinya merupakan lagu-lagu klasik mencanegara, seperti Elvis Presley dan The Beatles, yang memang termasuk langka. Wisnu mengaku, untuk lagu-lagu golden memory dari dalam negeri bahkan sudah sangat susah mencarinya.


Wisni menjual piringan hitam berdiameter 30 sentimeter seharga Rp 100 ribu per keping. Tak hanya itu, dia juga menjual gramofon dengan bentuk trompet menjulang ke atas. Memang ada beberapa bentuk gramofon klasik, di antaranya berbentuk portabel, lemari kecil, kotak dengan trompet yang terletak di samping atau di bagian atas. Untuk alat pemutar musik ini, Wisnu membanderolnya seharga Rp 4 juta. Sebab, dia mengaku, gramofon yang dijualnya telah melalui beberapa perbaikan seperti pada tubuh gramofon dan trompet. Jika gramofonnya klasik orisinil dan tidak ada bagian yang diperbaiki atau diubah, harganya bisa mencapai Rp 15 juta per unit. Saat diputar, suara yang dihasilkan dari sound box akan masih terdengar jelas dengan kekhasannya.

Selain di Pasar Triwindu, berburu piringan hitam juga bisa dilakukan di Gedung Lokananta. Perusahaan rekaman musik pertama di Indonesia yang berdiri pada 1956 ini, hingga kini masih menyimpan sekitar 40 ribu piringan hitam dengan berbagai koleksi musik-musik lokal. Di sini, tiap pengunjung dapat mendengarkan merdu dan orisinalnya lagu-lagu klasik nusantara dari piringan hitam koleksi Lokananta. Pada 1958, Lokananta memang telah memulai menjual piringan hitam produksinya sendiri. Namun, karena sudah tidak memproduksi lagi dan jumlahnya makin sedikit, piringan hitam itu kini disimpan di ruangan khusus. Lokananta masih menjual beberapa koleksi keping piringan hitam kepada pengunjung, tapi harga koleksi yang dijual di sini, paling murah Rp 1 juta.


Sementara itu, di Jakarta untuk berburu piringan hitam sebenarnya tidak sulit. Ada banyak toko musik daring atau pun fisik yang menyediakan lagu-lagu dari artis terkenal dalam bentuk versi piringan hitam. Di kawasan perbelanjaan Blok M Square, contohnya. Terdapat belasan kios yang menjual beragam piringan hitam bekas mulai dari penyanyi luar negeri hingga dalam negeri. Salah satunya toko ATD milik Donal Wilson. Piringan hitam yang dijual oleh Donal umumnya adalah koleksinya pribadi yang ia kumpulkan sejak masih muda dulu. Pria paruh baya ini dulunya sempat memiliki koleksi piringan hitam hampir 1000 lebih. Namun sekarang sudah berkurang karena ia jual sejak 2012.

Toko yang berlokasi di basement blok B ini kebanyakan menjual piringan hitam dari grup band dan penyanyi lawas tahun 60 - 70-an, seperti The Beatles, The Temptation, Koes Bersaudara, hingga D'Bijis. Menurut Donal, pengunjung yang membeli piringan hitam di tokonya tidak hanya dari kalangan bapak-bapak, tetapi juga anak muda, baik laki-laki maupun perempuan. Harga yang ditawarkan di toko ini pun bervariasi tergantung pada kondisi fisiknya. Semakin mulus kondisi piringan hitam, akan semakin mahal. Tapi, apabila banyak goresannya, harganya akan semakin murah. Dalam kondisi mulus, satu piringan hitam bisa dijual mulai Rp 350 ribu hingga Rp 450 ribu.


Murah atau mahalnya harga piringan hitam juga ditentukan oleh cetakan keberapanya. Piringan hitam cetakan pertama biasanya dijual dengan harga lebih tinggi. Harga akan semakin mahal jika piringan hitam cetakan pertama itu milik musisi terkenal yang kualitasnya terbaik. Harganya bisa dijual sampai jutaan. Untuk mengantisipasi harga yang tinggi, piringan hitam biasanya akan dirilis ulang. Piringan hitam milik grup band The Beatles, Led Zappelin, dan Rolling Stone, adalah paling banyak yang dirilis ulang karena permintaan pasar.

Seiring meningkatnya popularitas piringan hitam beberapa tahun belakang, alat pemutarnya pun juga kembali menjadi perburuan pecinta musik. Dulu, untuk mendengarkan rekaman dari piringan hitam ini, orang masih menggunakan gramofon. Namun kini gramofon sudah jarang digunakan. Untuk memutar piringan hitam orang sudah beralih menggunakan alat pemutar yang disebut turntable. Menurut jenisnya, turntable terdiri dari dua tipe yaitu single turntable untuk pemakaian di rumah dengan menggunalan listrik dan portable turntable yang menggunakan baterai serta bisa dibawa-bawa.


Dari segi kualitas suaranya, single turntable memiliki kualitas suara yang jauh lebih baik dari yang portabel. Karena fungsi yang portabel memang hanya sekedar untuk mengetes saja saat akan membeli piringan hitam, untuk berjaga-jaga bila seandainya toko yang menjual piringan hitam itu tidak punya alat pemutar. Bagi pemula yang baru akan menggeluti dunia piringan hitam, ada baiknya melakukan survei terlebih dahulu sebelum menentukan turntable apa yang akan dibeli. Beberapa toko musik yang menjual piringan hitam, seperti Piringan Hitam Recordstoe (PHR), yang juga berlokasi di Blok M Square, biasanya juga menjual alat pemutar piringan hitam sekaligus. Untuk single turntable, PHR menawarkan harga yang beragam tergantung pada mereknya, mulai Rp 2,3 juta hingga Rp 4,6 juta. Merek yang tersedia, yaitu Auido Technica, Crosley Cruiser, Karcher KA 8050. Selain itu untuk portable turntable dengan merek Auna TBA 298, dibanderol Rp 2,5 juta.

Bagi pemula yang ingin mencari turntable dengan tampilan lebih menarik bisa memilih turntable wooden case. Beberapa kios di Jalan Surabaya, Menteng, Jakarta Pusat, menyediakannya dengan harga miring. Kebanyakan turntable yang dijual di sini adalah barang bekas, tapi kualitas suara yang dihasilkan tidak kalah dengan yang baru. Turntable wooden-case merek Sony produksi Jepang rata-rata dijual dengan harga Rp 2,5 juta. Sementara, untuk turbtable tampilan biasa dijual seharga rata Rp 1,5 juta. Jika masih terasa mahal, pembeli juga diperbolehkan untuk menawarnya.


Komentar

  1. SAMBAL ROA JUDES adalah salah satu sambal dengan citarasa terbaik di Indonesia. Kehebatan rasa sambal ini pun bahkan sudah melanglang dunia karena digemari pula oleh masyarakat luar negeri. Terbuat dari bahan-bahan berkualitas dengan bahan utama ikan Roa yang khusus didatangkan dari Manado, Sulawesi Utara. Sambal siap saji ini dibuat dengan kemasan food grade (135 gram), tahan lama, cocok untuk teman bepergian atau oleh-oleh. Nikmat disantap dengan jenis lauk apa pun, yang pastinya akan menambah nafsu selera makan anda. Pemesanan Sambal ROA JUDES untuk wilayah Jakarta, hubungi Delivery SAMBAL ROA JUDES, melalui sms/whats app 085695138867. atau BBM 5F3EF4E3

    BalasHapus

Posting Komentar