HOBBY : PARA LELAKI YANG MENGGELUTI DUNIA MERAJUT.


Suhu dingin di sekitar kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, menuntut Mulyana memiliki pakaian hangat. Ia berpikir syal dan kupluk bisa menjadi alat yang baik untuk melawan suhu dingin di tempat kuliahnya itu. Sebuah toko buku dan pusat kegiatan komunitas bernama Tobucil lantas memberi jawaban. Di sana ia berkenalan dengan aktivitas merajut. Mulyana, mulai belajar merajut sejak 2007. Awalnya, ia merajut hanya untuk kebutuhan sendiri. Akan tetapi, beberapa rekan kuliahnya kemudian tertarik dan memesan hasil karya rajutan buatan Mulyana.

Pada 2010, Mulyana lulus dari program studi Pendidikan Seni Rupa UPI. Ia pun mencoba menggabungkan minat merajut dengan latar belakang pendidikannya. Hasilnya adalah karakter bernama Mogus. Mogus adalah gurita yang hidup di sekitar terumbu karang. Baik Mogus maupun terumbu karang itu seluruhnya terbuat dari hasil rajutan Mulyana. Sebagai bentuk tasyakuran setelah lulus kuliah, Mulyana membuat pameran untuk Mogus, yang ternyata mendapatkan respons positif. Beberapa kurator setelah itu lantas mengundangnya untuk membuat pameran serupa di Jakarta dan Yogyakarta.


Proyek Mogus kemudian menjadi lebih serius dengan merambah manca negara. Mulyana membuat pameran di Australia dan Hongkong. Mulyana mengatakan, Mogus adalah karya yang terinspirasi dari kisah-kisah kehidupannya. Ekosistem laut yang menjadi habitat Mogus, bermakna sebagai pengingat. Bahwa, ada banyak mahluk-mahluk di bawah laut yang jarang dilihat manusia. Bentuk-bentuknya unik, menunjukkan kuasa Sang Pencipta yang luar biasa. Ia mengatakan, karakter gurita identik dengan sifat jahat. Akan tetapi, ia justru menafsirkan sebaliknya. Tentakel-tentakel gurita dimaknai sebagai keharusan untuk banyak menolong dan berbuat baik.

Mulyana menambahkan, Mogus dimulai dari karya kerajinan kecil. Kerajinan-kerajinan itu kemudian digabungkan sehingga menciptakan karya seni yang masif. Dalam sebuah proyek pameran, Mulyana dibantu sekitar 15 orang asisten. Seluruhnya adalah ibu rumah tangga. Pada 2013, Mulyana memutuskan untuk menetap di Yogyakarta karena terpikat dengan iklim seni yang tinggi, dan ia kerap bertemu dengan ibu-ibu rumah tangga dalam rangka mengajar rajut.


Menurut Mulyana, rajut bisa melatihnya untuk lebih berkonsentrasi. Merajut adalah kegiatan yang membutuhkan kesabaran karena harus berulang-ulang merangkai benang menjadi satu kesatuan. Bagi beberapa orang yang kurang bersabar, cenderung akan mudah menyerah. Mulyana sendiri mengaku, ia menyukai kegiatan yang melatih fokus dan kesabaran. Tak perlu waktu lama baginya untuk belajar merajut. Bahkan menurutnya, dalam sehari seseorang pun juga sudah bisa menguasai teknik dasar merajut. Teknik rajut lurus bisa dimanfaatkan untuk membuat karya sederhana seperti syal atau kupluk.

Sebuah syal bisa diselesaikan dalam waktu sepekan. Sementara untuk kupluk bisa diselesaikan dalam waktu dua hari. Namun kalau sudah terbiasa, lama pengerjaan bisa berkurang setengahnya. Meski sudah banyak berpengalaman di bidang rajut, Mulyana mengaku tetap belajar dari buku, internet, maupun melihat karya seniman lain dari pameran. Kini, ia justru ingin meningkatkan tantangan dengan meninggalkan pola-pola terumbu karang yang kerap ia pakai dalam proyek Mogus.

Muhammad Mubarak Aziz Malinggi, berkenalan dengan rajut dari sebuah perpustakaan di kampung halamannya, Makassar, pada 2011. Di perpustakaan itu terdapat komunitas belajar rajut. Ia pun mencoba untuk belajar dan ternyata bisa, lalu menjadi keterusan. Lelaki yang akrab disapa Barack ini mengakui ada kesan kegiatan merajut sebagai aktivitas yang identik dengan orang tua dan perempuan. Akan tetapi, setelah mengenal ragam jenis benang dan kerumitan dalam membuat pola, ia merasa merajut merupakan kegiatan yang cukup menantang.


Bagi Barack, rajut bisa menjadi sarana untuk menyuarakan pendapat. Barack, bersama komunitas Quiqui di Makassar pernah mengadakan kegiatan membungkus pohon dengan rajutan pada 2014. Ketika itu, ia berkampanye terkait pemanfaatan ruang publik. Pada 2015, Barack juga berkesempatan mengikuti Festival Seni Rupa Jakarta Biennale. Ia bersama Quiqui membuat instalasi serupa di Penjaringan, Jakarta Utara. Ketika itu, ia mengusung tema kunang-kunang. Rajutan kemudian dilapisi fosfor untuk menimbulkan efek bercahaya dalam gelap. Dengan mengusung tema kunang-kunang, karya itu berusaha mengingatkan masyarakat terkait kondisi lingkungan Jakarta. Kunang-kunang digambarkan sebagai hewan yang hidupnya di tempat bersih. Maka, dia bisa menjadi indikator kebersihan suatu wilayah.

Merajut juga bisa memberikannya banyak teman. Barack bahkan telah memperluas jaringan pertemanannya ketika bertemu dengan Komunitas Rajut Kejut di Sukabumi, Jawa Barat. Saat itu kebetulan, ia memang sedang ada pekerjaan yang mengharuskannya berada di kota itu. Dan di waktu senggang ia manfaatkan untuk mengajar merajut. Dari situlah justru ia bertemu dengan anggota Rajut Kejut, dan akhirnya ikut beraktivitas juga di komunitas itu. 


Pria yang berprofesi sebagai peneliti di sebuah lembaga konsultan di Jakarta ini mengaku, belakangan ini ia memang sudah tidak banyak merajut, karena minimnya waktu senggang dan kurangnya inspirasi berkarya juga membuatnya cukup sulit untuk merajut kembali. Meski begitu, jika ada undangan merajut atau mengerjakan proyek besar bersama komunitas, ia masih sering membantu.

Barack mengatakan, merajut bisa membuatnya lebih tenang. Karena melatih fokus dan ketenangan itulah, membuat rajut sering dimanfaatkan untuk terapi pada orang lanjut usia. Selain itu, kegiatan merajut juga bisa melatih kemampuan dalam mengatur rencana. Karena merajut memang perlu perencanaan matang, mulai dari pemilihan bahan, jarum, hingga menentukan pola, sebelum mulai merajut. Kalau perencanaannya salah, pola yang diinginkan pun tidak akan tercapai. Menurutnya, merajut memang tampak rumit ketika baru belajar. Akan tetapi, jika sudah terbiasa, merajut bisa menjadi kegiatan yang adiktif. Bahkan Barack mengaku, ia bisa merajut di dalam angkot yang ia gunakan untuk berkuliah.



Komentar

  1. SAMBAL ROA JUDES adalah salah satu sambal dengan citarasa terbaik di Indonesia. Kehebatan rasa sambal ini pun bahkan sudah melanglang dunia karena digemari pula oleh masyarakat luar negeri. Terbuat dari bahan-bahan berkualitas dengan bahan utama ikan Roa yang khusus didatangkan dari Manado, Sulawesi Utara. Sambal siap saji ini dibuat dengan kemasan food grade (135 gram), tahan lama, cocok untuk teman bepergian atau oleh-oleh. Nikmat disantap dengan jenis lauk apa pun, yang pastinya akan menambah nafsu selera makan anda. Pemesanan Sambal ROA JUDES untuk wilayah Jakarta, hubungi Delivery SAMBAL ROA JUDES, melalui sms/whats app 085695138867. atau BBM 5F3EF4E3

    BalasHapus

Posting Komentar