KULINER : BERWISATA KULINER DI KAWASAN MAKAM SUNAN




Nama Sunan Ampel, salah seorang dari Wali Songo yang menyebarkan agama Islam di Tanah Jawa sudah tidak asing lagi. Setiap hari, makam Sunan Ampel yang berada di kawasan Jl. Ampel, Surabaya, menjadi tujuan bagi para peziarah yang datang dari berbagai daerah. Selain makam Sunan Ampel dan kerabatnya,  salah satu bangungan yang memiliki nilai history tinggi adalah Masjid Ampel. Letaknya bersebelahan dengan makam sunan yang memiliki nama asli Raden Rahmat yang lahir tahun 1401 dan wafat 1481 tersebut.

Makam Sunan Ampel berlokasi di kawasan kota lama Surabaya yang banyak dihuni oleh etnis Arab. Menariknya, ketika mengunjungi makam dan masjid Sunan Ampel, pengunjung disuguhi aneka macam kerajinan atau busana yang berbau Islami. Tak ketinggalan, tentu kulinernya. Di kawasan Ampel banyak dijumpai penjual makanan dengan menu khas Timur Tengah. Mulai kambing oven, gule maryam, nasi kebuli, sampai kopi arab. Semua jenis makanan yang berbau Timur Tengah ini tidak bisa lepas dari keberadaan makam Sunan Ampel yang letaknya memang tidak jauh.




Salah satu rumah makan dengan menu Timur Tengah yang paling tersohor adalah Rumah Makan Madinah yang terletak di Jl. KH. Mansyur, Surabaya, atau beberapa ratus meter dari makam Sunan Ampel. Rumah makan milik Husni Bahanan ini menyajikan beberapa jenis makanan khas Timur Tengah, mulai dari kambing oven, nasi kebuli, sampai kopi arab. Dari sekian menu, yang paling terkenal adalah kambing oven, bahkan hingga banyak pejabat dan kaum selebritas tanah air yang datang ke rumah makan ini. Termasuk para turis dari luar negeri yang juga sering datang untuk mencicipi.

Husni menuturkan, rumah makan yang dikelolanya ini pertama kali didirikan oleh ayahnya bernama Lutfhi Bayaksut pada tahun 1972. Ceritanya, pada tahun tersebut ayahnya tengah menjalankan ibadah haji ke Mekah bersama ibunya, Chusnah. Ketika di Mekah dan hendak ke Madinah, ayahnya yang sehari-hari sebagai pedagang makanan kering itu melihat ada penjual makanan kambing asap. Cara mengasap atau mengovennya terlihat unik. Kambing dimasukkan ke sejenis gentong gerabah, kemudian gentong itu diasapi dengan api. Melihat itu, ayahnya terinspirasi untuk meniru sepulangnya dari ibadah haji dan ingin menjadikannya sebagai lahan usaha. Bahkan, sang ayah juga sudah memikirkan bumbu rempah-rempah yang akan digunakan dan yakin kambing yang kelak dimasaknya pasti akan lebih lezat. Dengan dibantu ibunya yang jago masak, kedua orangtuanya itu langsung praktik membuat kambing asap di rumah. Tak sekedar meniru, tapi mereka juga menyempurnakan cara pengolahannya.




Caranya, setelah kambing pilihan disembelih, kemudian dipotong-potong dan diberi rempah-rempah pilihan yang sudah diolah. Setelah itu, potongan daging kambing itu dimasukkan dalam oven dengan derajat panas tertentu selama 3 jam. Setelah keluar dari oven, kemudian dibakar lagi selama 5 menit. Baru kemudian disajikan dengan bumbu kacang dan kecap. Dengan olahan seperti itu, ditanggung sama sekali tidak berbau sekaligus tak berlemak. Kedua orangtua Husni itu lalu membuka warung makan Madinah di Jl. KH Mas Mansyur. Usahanya tak sia-sia. Makin lama usaha rumah makannya makin berkembang pesat dan terus bertahan sampai sekarang. Tamu yang datang berasal dari berbagai suku bangsa dan etnis. Orang dari Singapura, Tiongkok, banyak yang datang ke rumah makan ini untuk menikmati menu kambing oven. Husni yang lantas meneruskan usaha ayahnya ini juga menjelaskan, setiap masakan yang ada di rumah makannya sama sekali tak menggunakan santan maupun jeroan sehingga aman untuk kesehatan.

Yang tak kalah pentingnya, kelezatan masakan juga ditentukan jenis usia kambing yang akan disembelih.  Tehnik menyembelihnya pun juga harus benar. Khusus bagian penyembelihan ini, Husni sudah punya langganan sendiri. Saat ini dalam sehari rata-rata ia bisa menghabiskan seekor kambing. Selain berbagai menu masakan, di Rumah Makan Madinah juga terdapat satu menu minuman yakni kopi Arab. Secara fisik, kopi Arab memang tidak beda jauh dengan kopi pada umumnya. Namun, kopi Arab punya citarasa berbeda. Ketika diseruput, di balik kehangatannya ada rempah-rempah, mulai dari kapulaga, jahe, kayu manis, dan berbagai jenis rempah-rempah lainnya.  Bahkan kapulaganya sengaja diimpor dari Guatemala. Jadi meminum kopi Arab bisa membuat badan terasa makin segar.




Jenis kuliner lain yang juga populer di kawasan Sunan Ampel atau yang identik dengan makanan Timur Tengah adalah gule kacang hijau dan gule maryam. Rasa gule kacang hijau berbeda dari gule pada umumnya. Bahannya dari daging sapi dengan rempah-rempah, dan tentu memakai kacang hijau sebagai salah satu campuran kuahnya. Salah satu pedagang gule maryam yang cukup ramai di kawasan Sunan Ampel adalah Sunarto. Sejak dibuka pukul 17.00, pembeli sudah antre menyerbu di tempat makan kaki lima miliknya. Bapak satu anak ini mengatakan, paling lama ia membuka dagangannya empat jam. Dalam waktu sesingkat itu gulenya sudah hampir pasti habis.

Lelaki asal Gresik, Jawa Timur ini menjelaskan, bahwa usaha membuat gule maryam adalah pekerjaan turunan. Sebelumnya, yang berjualan adalah ayah dan kakak-kakaknya. Sunarto sendiri baru berjualan sejak 2010. Dalam sehari ia bisa menghabiskan enam kilogram daging sapi segar. Rasa kuah yang begitu kuat dalam masakan gulenya didapat dari bahan rempah-rempah yang beragam. Karena itu, memasak gule Maryam membutuhkan proses yang lebih panjang daripada membuat olahan gule biasa. Salah satu yang membuat warungnya cukup ramai dibanding yang lainnya adalah, Sunarto sangat menjaga kualitas rasa. Harganya pun relatif murah. Untuk bisa menikmati gule di sini memang tidak mahal. Cukup Rp 10.000 bisa menyantap lengkap dengan minumnya. 




Bertetangga dengan Surabaya, kota Gresik juga memiliki cerita sejarah yang tak jauh berbeda.  Di Gresik, juga ada lokasi wisata religius yakni Makam Sunan Giri. Makam penyebar agama Islam yang masuk dalam jajaran Wali Songo ini selalu dipenuhi pengunjung yang datang dari berbagai daerah di tanah air. Mengaji di pusara dan beritikaf di pusara sang wali menjadi bagian dari kegiatan para peziarah. Menurut sang juru kunci makam Sunan Giri, H. Mashamim Hasyim, pengunjung yang datang ke makam ini memang makin lama makin banyak jumlahnya. Bahkan rombongan pengantar jamaah haji sepulang dari bandara, biasanya selalu mampir ke tempat ini.

Di daerah pesisir tersebut ada beberapa makanan khas, dua di antaranya adalah nasi krawu dan nasi romo. Makanan yang sangat khas ini, bahkan jarang ditemui di daerah lain. Bahkan pamor dari nasi krawu kini sudah menyebar ke berbagai daerah lain. Salah satu penjual nasi krawu yang cukup terkenal di Gresik adalah Juwariyah, atau yang akrab disapa dengan Ria. Nasi Krawu Bu Ria yang berlokasi di perempatan Jl. JA. Suprapto, sehari-hari menjadi tujuan para pecinta kuliner jika bertandang ke Gresik. Nasi krawu yang terdiri dari nasi putih punel dengan lauk daging sapi plus jerohan ini, rasanya begitu khas. Yakni perpaduan antara manis, asin, dan gurihnya sangat pas tanpa ada kuah. Sebagai pelengkap, masih ditambah dengan serundeng. Pembeli juga bisa menentukan sendiri, mau memakai jeroan, atau tidak. 




Menurut Ria, nasi krawu sudah ada sejak lama dan menjadi ciri khas Gresik. Berdasarkan sejarah, nasi krawu biasa dijual keliling. Lama kelamaan, ‘kasta’ nasi krawu meningkat Ria sendiri memulai usaha warung makannya ini benar-benar dari nol. Dulunya, ia adalah seorang produsen tas. Tapi usahanya itu terpaksa gulung tikar karena krisis moneter. Selanjutnya, ia mulai menjual nasi krawu di pinggir jalan. Pada awal mula berdiri, ibu dua anak yang memang hobi memasak ini, hanya menghabiskan satu kilogram daging dalam sehari. Tapi berkat ketekunan, usahanya makin meningkat. Kini, dalam sehari ia bisa menghabiskan daging antara 25 sampai 30 kilogram. Tempat jualannya pun sudah permanen di lokasi yang strategis. Kalau pas hari libur atau Lebaran, makin banyak permintaan yang datang kepadanya. Karena, orang Gresik yang ada di luar kota saat pulang kampung akan mencari masakan khas kota Gresik di tempatnya. Para pejabat pun juga tak segan menyantap nasi krawu. Bahkan kalau ada acara di kantor pemerintah, nasi krawu menjadi salah satu kuliner yang disajikan. Termasuk acara di kantor gubernur, yang biasanya juga kerap memesan di warung Ria. Saat ini Ria sudah bisa memperoleh penghasilan mencapai sekitar Rp 30 juta per bulan dari berjualan nasi krawu.

Selain nasi krawu, Gresik juga memiliki kekhasan menu makanan yaitu nasi romo. Disebut romo karena dulu yang pertama kali menciptakan nasi tersebut adalah warga Desa Romo, Gresik. Penjual nasi romo lebih banyak keliling. Sang penjual menggunakan keranjang anyaman bambu untuk membawa dagangannya. Nasi romo sangat unik, yaitu nasi putih disajikan di atas daun pisang. Di atas nasi lalu diberi sayuran dari daun bakau rebus, selanjutnya diberi kerupuk yang sudah diremas kemudian ditaburkan di atas nasi.  Sebagai toping diberi bubur dari tepung beras warna merah kekuningan. Bubur itu dibuat dari tepung beras, yang dimasak dengan berbagai bumbu. Warna kuning kemerahan berasal dari cabai merah besar yang dihaluskan. Sementara soal lauk tidak menjadi keharusan. Pembeli pun juga bisa kalau mau ditambahkan rempeyek udang sebagai pelengkap.




Nasi romo sebagai salah satu kuliner khas Gresik, biasanya selalu dijual pagi hari, disantap menjelang melakukan pekerjaan. Bila menjelang siang atau sore hari, pasti sudah tidak ada yang menjual. Dewi, adalah salah satu penjual nasi romo di daerah Kampung Karangpoh, Gresik. Ia mengaku mewarisi usaha ibunya yang sudah puluhan tahun silam berjualan nasi romo. Setelah ibunya pensiun, Dewi lalu melanjutkan usahanya sejak tahun 2010.

Komentar