TRAVELING : BERWISATA KE KOTABARU, KALIMANTAN SELATAN,- Kuliner, Pantai, dan Kerajinan




“Kotabaru gunungnya bamega, Bamega ombak manabur di sala karang, Ombak manabur di sala karang...”. Sepenggal lirik lagu Paris Barantai ini tepat menggambarkan indahnya kota kabupaten di Pulau Laut, Kalimantan Selatan ini. Bumi Sa-ijaan menjadi sebutan bagi masyarakat kabupaten Kotabaru yang bertempat tinggal di wilayah paling ujung Selatan propinsi Kalimantan Selatan ini. Dengan simbol ikan todak sebagai lambang kota, Sa-ijaan adalah doa agar kota dan warganya memiliki satu hati. Tak heran, kota yang dikelilingi gunung dan laut ini lebih tenang. Di balik keindahan alamnya, ternyata kota ini juga memiliki surga kuliner dan buah tangan yang khas.

AMPLANG RENJANA

Camilan dari tepung dan ikan tenggiri ini menjadi buah tangan wajib untuk oleh-oleh. Pasangan Hj. Adnan YS dan Hj. Antung Ardiah adalah salah satu pionir pembuat amplang sejak tahun 1992. Amplang buatannya menjadi salah satu amplang favorit yang diburu wisatawan. Berawal dari kesulitan ekonomi yang mereka alami, pasangan ini memutuskan membuat usaha camilan amplang. Kebetulan Adnan pernah mendapat kesempatan mengikuti pelatihan membuat camilan ini di Samarinda. Setelah berembug dengan sang istri, Adnan sepakat untuk membuatnya menjadi usaha kecil-kecilan. Amplang buatan mereka diberi nama amplang “Renjana”.

Dengan modal tak kurang dari Rp 150.000, amplang buatan mereka pun mulai dititipkan ke warung-warung sekolah dan kantor. Beruntungnya, pesanan pun semakin banyak menjelang Lebaran, karena banyak yang ingin membawanya ke luar kota sebagai buah tangan. Hingga akhirnya sampai sekarang amplang Renjana berkembang dan menjadi oleh-oleh wajib Kotabaru. Menurut mereka, semua ini tak lepas dari kerja keras dan doa dari asal nama “renjana”. Kata ‘renjana’ itu ada dalam salah satu lagu karya Guruh Soekarnoputra yang artinya harapan. Jadi usaha amplang ini boleh dikata menjadi doa dan harapan bagi keluarga Adnan dan Antung.

Menurut pasangan suami istri yang sudah dikaruniai dua anak ini, amplang Kotabaru sudah banyak dicari dan dijadikan oleh-oleh mereka yang berkunjung ke Kalimantan Selatan. Semakin bertambahnya tahun, perkembangan usaha amplang Renjana ini pun bertambah bagus. Bila dulu produksinya hanya 1 kg amplang, pada puncak penjualan di tahun 1998 sampai 2000, mereka berhasil membuat sampai 1 ton, karena produk selalu saja habis. Menurut Atung, saat itu memang belum banyak kompetitor. Harga ikan juga masih murah. Sementara saat ini, setiap tiga hari mereka memproduksi 100 kg untuk disetor ke beberapa tempat, mulai dari Bandar Udara Syamsudin Noor, hingga tempat oleh-oleh di Kotabaru, Banjarbaru, dan Martapura.

Soal resep, pasangan ini kompak mengaku tak memiliki resep khusus dan hanya mengandalkan bahan alami. Dari dulu resepnya masih sama, tidak ada yang berubah atau dikurangi. Ikan yang digunakan juga masih tenggiri dengan komposisi yang tidak berubah. Beruntung, bahan-bahan utama seperti ikan tenggiri masih banyak ditemukan di Kotabaru. Kendalanya mungkin pada saat harga bahan naik saja. Pasangan ini menawarkan amplang mereka dengan harga Rp 8000 untuk kemasan ukuran 1 ons, sedangkan 1 boks berisi 10 bungkus amplang dijargai Rp 80.000. Hebatnya, amplang Renjana juga sudah sampai ke beberapa kota lain seperti Samarinda, Balikpapan, Surabaya, bahkan Jakarta. Mereka juga melayani pesanan dalam jumlah besar dan kecil di rumahnya yang merangkan workshop di Jl. Jenderal Sudirman, Kotabaru.

BINGKA KENTANG ABAN



Kue manis ini terbuat dari kentang, tepung, telur, dan susu. Namun, kini sudah terbilang agak langka. Pasalnya, kue bingka kentang biasanya muncul hanya pada saat bulan suci tiba. Tak heran, kue ini akhirnya banyak diburu dan dicari karena hanya sedikit yang membuatnya. Salah satunya adalah Nurasiyah, yang membuat bingka kentang dengan merek Aban. Sejak tahun 1998, ibu rumah tangga ini selalu sibuk membuat kue bingka kentang pesanan. Nama “Aban” sendiri, diambil karena merupakan nama panggilan sang suami yang bernama Sabransah.

Nurasiyah mengaku, para pelanggannya suka kue bingka kentang olahannya karena menggunakan bahan-bahan yang masih alami dan tanpa pengawet. Atas permintaan pelangganya pula, ia juga tidak mengganti alat pembakar kayu dengan kompor. Karena bila dimasak dalam tungku api dengan bahan kayu bakar, menurut pelanggannya rasanya lebih enak, begitu pula dengan kehangatannya, terasa beda bila dibandingkan dimasak dengan menggunakan kompor.

Sayangnya, Nurasiyah kini sudah tak terlalu banyak memproduksi kue ini lantaran kekurangan sumber daya manusia. Saat ini ia memang tidak memiliki tenaga kerja lain selain dirinya sendiri yang membuat kue bingka ini. Pun demikian, kue ini sejatinya memang harus diolah sendiri karena butuh ketelatenan, mulai dari membuat santannya, sampai komposisi bahan-bahannya.

Nurasiyah mengaku kini hanya membuat bingka kentang dalam jumlah terbatas. Untuk bisa menikmati kue bingka kentang “Aban” ini, minimal pemesanan harus 3 sampai 4 buah, yang pembuatannya bisa sekaligus dilakukan dalam satu kali, karena saat ini ongkos kayu bakarnya juga mahal. Namun Nurasiyah menjelaskan, bisa saja bila ada yang ingin memesan dalam jumlah banyak. Tapi harus menunggu minimal 1 sampai 2 hari. Biasanya kue bingka kentang ini dijadikan oleh-oleh dan dimasukkan ke dalam kemasan plastik. Kue ini bisa bertahan selama seminggu jika dimasukkan kulkas.

Kue bingka kentang “Aban” ini dihargai mulai dari Rp 25.000 hingga Rp 35.000. Namun harga bisa terus berubah menyesuaikan harga bahan baku di pasaran. Jika harga bahan baku naik, biasanya harga kue ini juga naik, disesuaikan dengan ongkos produksinya.


PANTAI GEDAMBAAN



Jika anda menyukai wisata alam, Kotabaru bisa menjadi salah satu destinasi wisata pilihan. Kota ini menawarkan banyak pantai yang indah untuk dikunjungi. Salah satu yang paling ramai dikunjungi adalah pantai Gedambaan. Tak hanya ramai saat akhir pekan, pantai ini juga banyak dikunjungi pada hari-hari biasa. Berbagai fasilitas disediakan di tempat wisata keluarga ini, mulai pantai yang memiliki pemandangan indah, cottage yang bisa disewa lengkap dengan kolam renang, playground sebagai tempat bermain anak, serta camping ground. Di pinggir pantai juga terdapat beberapa jasa sewa ban untuk berenang dengan biaya hanya Rp 5000 hingga Rp 10.000.


Soal makan tak perlu khawatir. Deretan warung yang menawarkan sajian ikan bakar segar serta es kelapa muda pun juga enak dicoba. Pantai berpasir putih ini juga bisa menjadi tempat diselenggarakannya sedekah laut yang digelar rutin setiap Desember. Selain pantai Gedambaan, masih banyak pantai lain yang bisa dikunjungi, seperti pantai Kerayaan, pantai Cinta, serta pantai Sambar Gelap.


KERAJINAN KERANG




Tak berapa jauh dari lokasi wisata pantai, terdapat workshop kerajinan laut yang cantik. Di bawah bimbingan Dekranas, kerajinan kerang laut yang dibuat ibu-ibu PKK Desa Gedambaan ini layak dijadikan satu buah tangan para wisatawan. Menurut Hj. Sri Maria Ningsih Irhami, selaku ketua Dekranas Kabupaten Kotabaru, kerajinan laut Kotabaru ini sangat besar potensinya untuk dikembangkan. Ide ini bermula saat dirinya mengikuti acara ulangtahun Dekranasda di Jakarta. Saat itu ia melihat ada stand dari Sleman yang memajang hiasan dari sampah kerang. Ia berpikir, kebetulan sampah kerang ini banyak terdapat di daerahnya dan tidak dimanfaatkan. Ia pun kemudian meminta pelatihan mengolah sampah kerang untuk dibuat kerajinan.


Desember 2013, datang pengrajin dari Yogyakarta untuk memberikan pelatihan kepada masyarakat dan ibu-ibu PKK desa Gedambaan dan Dekranas. Pelatihan berlangsung selama seminggu. Hasilnya, kini ibu-ibu PKK Gedambaan memiliki keterampilan membuat lampu hias, kotak tisu dan aksesori lain dari kerang laut. Selain itu dengan keterampilan yang dimiliki pula, perekonomian masyarakat sekitar pun ikut terangkat juga. Saat ini, masyarakat Gedambaan dan ibu-ibu PKK rutin membuat hiasan lampu dari kerang. Ketika kota ini menggelar agenda Hari Nusantara pada bulan Desember 2014, kerajinan hasil laut inilah yang dijadikan oleh-oleh bagi para tamu yang datang meramaikan.


Biasanya, para ibu rumah tangga datang ke tempat workshop setelah pekerjaan rumahnya selesai. Waktunya juga singkat, hanya sekitar 3 jam, bisa menghasilkan 1 hingga 2 unit kap lampu hias. Harga kerajinan laut ini beragam. Mulai Rp 50.000 hingga Rp 250.000, tergantung besar kecilnya barang kerajinan. Ke depan, jika permintaan cukup banyak, berbagai rencana sudah dipersiapkan. Dengan dukungan pemerintah daerah, potensi kerajinan laut ini tak hanya menjadi tanda mata, tapi juga bisa mengangkat perekonomian masyarakat dan jadi kebanggaan warga.

Komentar

  1. Ingin Cari Kaos Dakwah Terbaik, Disini tempatnya:
    Tshirt Dakwah Online

    Mau Cari Bacaan Cinta Generasi Milenia Indonesia mengasikkan, disini tempatnya:
    Berdoalah Bila Rindu, Agar Hati Tetap Dekat Meski Raga Berjauhan

    BalasHapus

Posting Komentar