Sulung dua bersaudara kelahiran Pringsewu, 8 November 1984 ini sudah menorehkan banyak prestasi nasional maupun internasional melalui olahraga angkat berat. Ia juga pemegang rekor dunia. Meski tidak setenar atlet cabang olahraga lain, ibu satu anak ini terus menekuni dunia angkat berat yang dicintainya. Sri mulai menekuni dunia angkat berat sekitar usia 12 tahun. Awalnya, saat itu ada atlet angat besi dan angkat berat senior yang mendatangi sekolahnya untuk mencari siapa yang ikut berlatih bersama mereka menjadi atlet. Sri pun tertarik untuk ikut. Alasannya saat itu mereka mengatakan bahwa menjadi atlet itu enak sekali. Selain dapat uang, bisa keliling dunia gratis. Meski belum minta izin orangtuanya, Sri pun nekat mendaftarkan diri.
Awalnya sang
ayah tidak setuju karena sangat mengkhawatirkan dirinya. Sempat beberapa lama
Sri latihan secara sembunyi-sembunyi. Tetapi setelah ia menjelaskan bahwa ingin
serius menekuni olahraga ini dan mungkin juga karena melihat kesungguhannya
dalam berlatih, akhirnya Sri mendapatkan izin. Apalagi saat melihat sekarang ia
berprestasi, orangtuanya pun ikut senang. Sayangnya, pada 2011 lalu, ketika ia
sudah mempunyai uang cukup untuk membangun rumah, ibunya meninggal dunia. Dari
10 orang teman sekolah yang sama-sama ikut berlatih, saat ini tinggal Sri
sendiri yang terus menekuni olahraga ini. Yang memotivasinya untuk berlatih dan
menjadi atlet juga sebenarnya karena ingin mandiri dan dapat membantu keluarga.
Sri sendiri
awalnya tidak punya bayangan apa-apa mengenai dunia olahraga angkat besi atau
angkat berat, semuanya mengalir begitu saja. Kalau mengingat masa itu, menurut
Sri jelas banyak suka dan dukanya. Awalnya ia hanya dilatih teori saja, jumlah
angkatannya pun masih sedikit, sekitar 35 kilogram. Sampai kemudian ia
diharuskan pindah ke angkat berat karena pergelangannya mengalami cidera. Namun
Sri bersyukur, di sini ia bisa menjadi juara dunia. Setelah tiga tahun pertama
hanya berlatih saja, akhirnya Sri pun diperbolehkan mengikuti beberapa
kejuaraan tingkat nasional. Sejak SMP ia mulai tinggal di asrama. Jadi bisa dibilang,
sejak itu pula ia sudah bisa mandiri dan membantu biaya sekolah adiknya.
Untuk menjadi
atlet angkat besi dan angkat berat sebenarnya tidak ada perbedaan antara
perempuan dan pria dalam berlatih. Selain harus menguasai teknik, juga harus
memperkuat bagian-bagian tubuh yang penting. Sri bercerita, memang dulu orang
tuanya agak khawatir ia tidak akan bisa atau susah dapat keturunan karena
menekuni olahraga ini. Namun, dengan latihan dan teknik yang benar ternyata hal
itu tidak terbukti. Jadi, memang di situlah pentingnya memperdalam teknik,
tidak sekedar asal latihan saja. Latihan yang harus dilakukan di antaranya
terus mematangkan teknik dan melakukan gerakan back up, sit up, atau squat. Juga latihan beban yang secara
bertahap ditambah, sampai sekarang.
Untungnya Sri
sering mendapat dispensasi dari sekolahnya saat ingin mengikuti latihan. Ketika
SMP, ia latihan setiap pagi sebelum berangkat sekolah atau pulang sekolah lebih
cepat karena harus latihan. Tetapi menjelang SMA, sekolahnya setiap hari Kamis
saja. Kalau ada ulangan, ia ikut susulan. Jadinya ia harus mengejar ketertinggalan
pelajaran dengan belajar sendiri. Risiko lainnya, Sri yang awalnya termasuk
murid yang kurang pergaulan, setelah memutuskan menjadi atlet, malah jadi
semakin berjarak dengan teman-temannya di sekolah. Mulai tahun 2003, saat masih
berusia 16 tahun, Sri mengikuti kejuaraan remaja angkat besi di Korea Selatan.
Karena itu pengalaman pertamanya ke negeri orang, Sri mengaku waktu itu agak
bingung juga. Kadang berat yang dilombakan harus menyesuaikan dengan kondisi
tubuh orang di negara tersebut.
Ia pun sempat
mengalami jetlag. Maka cara
mengatasinya adalah dengan harus menjaga kondisi tubuhnya, tetap berlatih, dan
minum vitamin. Saat melihat atlet lain
memang kadang sempat terintimidasi, terlebih atlet dari Eropa dengan postur
tubuh yang besar-besar. Untungnya, kebanyakan mereka juga orang-orang yang
sangat baik. Sebelum memulai pertandingan, Sri biasanya melihat lokasinya dulu,
minimal itu bisa mengurangi rasa gugup. Biasanya ia paling grogi menjelang
angkatan pertama. Tetapi pada angkatan kedua dan selanjutnya sudah tidak
terlalu gugup. Selama ini lawannya yang paling kuat adalah dari Rusia, namun
sampai sekarang mereka belum bisa mengalahkan Sri.
Menjelang
pertandingan, biasanya Sri hanya menyiapkan kondisi tubuh dan mematangkan teknik
sejak 3 bulan sebelumnya. Makannya pun juga harus dijaga. Biasanya ia memilih
makanan yang tinggi protein, dan dalam sehari bisa beberapa kali makan. Jadi
ketika berlomba ia hanya fokus pada angkatan, bukan kepada penonton atau hal
lain. Sebisa mungkin Sri harus bisa mengangkat beban yang diberikan. Bila di
angkat berat ada tiga kali angkatan dari beberapa jenis, seperti Squat, Bench Press dan Deadlift.
Contoh kalau Squat, ia mulai di
angkatan pertama 200 atau 205 kilogram. Di situ Sri dapat merasakan sendiri
apakah masih bisa ditambah atau tidak. Kalau bisa ditambah, berapa kilogram
lagi yang bisa ditambah itu Sri yang menentukan. Jumlahnya juga dapat
disesuaikan dari pertimbangan angkatan pertama dari lawan lain. Dalam olahraga
ini yang menentukan kemenangan adalah total angkatannya. Jadi harus memakai
strategi juga.
Sri mengaku,
tentu pernah merasakan jenuh berlatih. Apalagi bila masuk masa persiapan
tanding, ia bisa setiap hari ada di tempat latihan dan berlatih 2 jam selama
dua kali dalam sehari. Seminggu sekali ia berlatih mengangkat beban maksimal.
Bila kejenuhan sedang melanda, ia hanya mengobatinya dengan jalan-jalan bersama
teman atau keluarganya. Semua pertandingan yang pernah diikuti Sri, memiliki
pengalaman berkesan sendiri. Namun yang paling membuatnya terkesan adalah
ketika bertanding di ajang kejuaraan dunia dan menjadi pemenangnya. Misanya di
Afrika Selatan, Norwegia, Puertorico, juga saat mengikuti Asia-Oceania Champioship
2014 di Melbourne, Australia. Rekor dunianya di benchpress dengan angkatan 141 kilogram belum terpecahkan sampai saat
ini. Sementara rekor Squat-nya yang
116 kilogram sudah dipecahkan oleh atlit Rusia dengan angkatan 117 kilogram.
Berbeda dengan
olahraga angkat besi, olahraga angkat berat ini tidak masuk dalam olimpiade.
Jadi ada kejuaraan-kejuaraan khusus sendiri. Awalnya, Sri mengikuti angkat
besi, sampai waktu SMA pergelangan tangannya cidera, dan akhirnya berpindah ke
angkat berat. Saat itu ia sempat sedih, dan memaksa tidak mau pindah dari
angkat besi. Karena bila di angkat besi ia bisa mengikuti Sea Games dan
Olimpiade, yang bonusnya juga besar.
Sampai
sekarang pun, cidera yang ia alami itu masih terasa sakit. Terlebih usai angkat
maksimal sekitar 300 kilogram ke atas. Namun dengan akupunktur, bisa mengurangi
rasa sakitnya. Akibat cidera itu pula, ketika SMA ia sempat dirumahkan selama 3
bulan dalam masa penyembuhan. Tapi di situlah justru ia bisa berkenalan dengan
seorang pria tetangga rumahnya, yang kemudian menjadi suami dan ayah dari
anaknya. Sri menikah tahun 2005. Gara-gara menikah itulah ia menjadi semakin
termotivasi dan terus menjadi juara di berbagai kejuaraan, agar bisa dihargai
suaminya.
Sang suami pun
terus memberikannya support agar bisa
terus jadi juara. Berbeda dengan anaknya, yang justru menginginkannya segera pensiun
dan di rumah saja. Kadang-kadang anaknya juga suka mengikutinya latihan, tapi
sudah tidak mau lagi ikut berlatih karena kapok. Dari tahun 2008 sampai
sekarang suaminya rajin memberikan terapi tusuk jarum. Gara-garanya, ketika ia
mengalami cidera harus mengikuti terapi tusuk jarum, dan ternyata sang suami
pun bisa melakukan hal itu. Jadi lumayan, ia tidak perlu membayar lagi, atau
pergi ke tempat terapi yang jauh dari rumahnya.
Sampai
sekarang, Sri masih ingin terus menekuni olahraga ini, selama masih bisa
berprestasi. Belum ada keinginan untuk pensiun atau menjadi pelatih. Ke depan,
untuk menambah pemasukan keluarga, ia ingin membuat rumah kos. Sementara ini ia
masih mencari tanah yang sesuai untuk lokasinya.
Komentar
Posting Komentar