MENGINTIP KEHIDUPAN PENGHUNI RUSUNAWA – JAKARTA


Di tengah segala keterbatasan, para penghuni Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) di beberapa kawasan di ibukota kembali menata hidup. Selain menjadi tempat tinggal, lokasi itu juga dijadikan sumber penghasilan tambahan keluarga. Beberapa memilih berdagang, sebagian ada yang memanfaatkan lahan terbuka yang ada untuk bertani.

Hal ini bisa terlihat, misalnya di Rusunawa Pesakih, Jakarta Barat. Suasana yang padat dan hiruk pikuknya Jakarta seakan sirna saat memasuki gerbang Rusunawa. Delapan bangunan Rusunawa berdiri gagah menyambut kedatangan siapa pun yang datang. Tampak anak-anak kecil bermain di antara gedung Rusunawa, sementara para orangtua asik bertukar cerita. Lingkungan kompleks terlihat bersih dan modern, laiknya perumahan masa kini yang biasa terlihat di negeri seberang. Aroma optimisme terlihat dari warga yang bermukim di sana. Salah seorang penghuni Rusunawa Pesakih, Hari Susanto mengaku sudah nyaman tinggal di sini sejak Oktober 2014. Meskipun diakui pria kelahiran Jawa Tengah ini, masih ada beberapa kekurangan yang ditemui. Tapi hal itu tak terlalu dikeluhkan oleh ayah 8 orang anak, kakek 11 cucu, dan buyut dari 2 cicit ini.


Biaya sewa di tempat ini menurut Hari sangat terjangkau. Mulai Rp 187.000 sampai Rp 281.000 per bulan. Harga disesuaikan dengan posisi lantai. Semakin atas, semakin murah. Hanya saja air yang ada sekarang belum bisa untuk dimasak dan minum. Namun oleh pengelola ke depannya akan segera membaik, karena sekarang masih tahap perbaikan. Semua itu memang butuh proses dan kesabaran. Harga sewa itu tentu lebih murah dibandingkan bila mengontrak di luar. Saat ini di Jakarta untuk mengontrak satu kamar saja mungkin bisa sebesar Rp 300.000. Sementara di Rusunawa, dengan harga yang lebih murah, bisa mendapatkan dua kamar tidur. Hanya saja, menurut Hari, kehidupannya di Rusunawa saat ini bisa dibilang belum mapan, karena ia belum tahu ingin membuka usaha apa. Dulunya, ia berdagang nasi untuk para padagang nasi goreng. Sementara saat ini pria yang yang tinggal dengan istri dan dua orang anak ini belum memiliki pekerjaan. Untuk kehidupan sehari-hari ia masih dibantu oleh anak-anaknya yang sudah bekerja. Tapi, mulai pertengahan tahun 2015, Hari mencoba memanfaatkan lahan di bawah gedung tempat tinggalnya untuk bercocok tanam. Awalnya hanya sekedar untuk penghijauan saja. Tapi akhirnya malah keterusan. Bahkan saat ini Hari sudah bisa disebut sebagai petani.

Walau datang dari berbagai wilayah di Jakarta Barat yang berjauhan seperti Rawa Buaya, Palmerah, dan Kebon Jeruk, Hari mengaku di lokasi ini mereka dapat hidup berdampingan dengan damai. Bahkan, Hari mampu mengumpulkan beberapa warga yang memiliki ketertarikan untuk berkebun dan bertani. Bersama, mereka memanfaatkan lahan terbuka untuk menanam sayur, buah, dan tanaman obat. Dan semuanya berjalan dengan baik. Pada awal September 2015, langkahnya didukung Pemkot Jakarta Barat. Sudin Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan (KPKP) Jakbar bekerja sama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian DKI Jakarta mengenalkan teknologi pertanian vertiminaponik. Teknologi ini dianggap cocok untuk dikembangkan di daerah perkotaan dengan lahan terbatas karena menggabungkan pertanian dan perikanan. Selain diberi bimbingan, Hari dan kelompoknya juga mendapat bantuan unit vertiminaponik, pupuk, tanaman toga, bibit sayur dan buah.


Sebelum mulai bertani sayur, Hari yang dulu menghuni rumah di kawasan Stasiun Kereta Api Pos Duri, Jakarta Barat ini, menanam beragam tumbuhan obat agar dapat digunakan mereka yang membutuhkan secara cuma-cuma. Bahkan menurutnya, yang meminta tanaman obat itu bukan hanya mereka yang tinggal di Rusunawa Pesakih saja, tapi ia juga pernah mengirim sampai ke Sumatera. Tapi Hari tetap tidak menjual tanaman obat itu, ia hanya berharap dengan tanaman obat itu, orang yang meminta bisa sembuh dan semakin bersyukur pada Tuhan. Hari tidak pernah membayangkan upayanya akan menjadi seperti sekarang. Karena, saat mulai menanam tanaman obat ini ia mengaku justru sempat dizalimi. Ia pernah dilaporkan ke Dinas Perumahan karena perbuatannya dianggap melanggar aturan bahkan dibilang merusak. Namun, sekarang ia bersyukur sekali karena telah mendapat dukungan dari Dinas. Kini dari apa yang telah ia lakukan, bisa dilihat halaman Rusunawa yang dulu gersang sekarang sudah nampak hijau. Pada panen sayur pertama dan kedua, seluruh warga dapat menikmati secara gratis. Tapi untuk panen yang ketiga sudah tidak lagi gratis. Karena sebelumnya, Hari hanya ingin memberi contoh sekaligus mengajak warga yang ingin bertani.

Selain membangun komunitas pertanian, Rusunawa Pesakih juga memiliki berbagai kegiatan positif, mulai dari olahraga sampai kegiatan keagamaan. Contohnya pengajian rutin malam Senin dan malam Jumat yang digelar bergantian dari blok ke blok. Kerja bakti juga rutin dilakukan setiap akhir bulan untuk menjamin kebersihan lingkungan.



Seperti Rusunawa Pesakih, Rusunawa Jatinegara juga masih terus berbenah. Rusunawa yang terdiri dari dua menara dengan 16 lantai itu dihuni oleh mantan warga Kampung Pulo. Lantai tiga hingga lantai 16 dijadikan tempat tinggal, sementara lantai satu dan dua digunakan sebagai musala, PAUD, taman bermain, Posyandu, food court, lokasi niaga, dan untuk kegiatan umum lainnya. Desain bangunan Rusunawa ini minimalis, sederhana namun tetap terlihat mewah. Walau tidak ada perangkat pengatur suhu ruangan atau AC, setiap sudut bangunan terasa sejuk dan jauh dari pengap. Konsep rancang gedung ini sepertinya memang sengaja membuat sirkulasi udara segar mengalir dengan baik dan bebas.

Demi menambah dan menjamin rasa aman penghuninya, Rusunawa Jatinegara juga sudah dilengkapi dengan alarm asap yang akan segera memberi sinyal ketika terjadi kebakaran. Selain telah memberi pelatihan kepada penghuni, pemerintah juga menyiapkan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) di beberapa titik strategis. Untuk bisa tinggal di tempat ini, warga dipungut biaya sebesar Rp 300.000 setiap bulan. Biaya tersebut digunakan untuk Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) seperti kebersihan dan keamanan, tidak termasuk listrik dan air. Namun selama 3 bulan pertama menempati Rusunawa ini, para penghuni masih belum diwajibkan membayar uang sewa, alias masih diberi gratis.


Serupa dengan Rusunawa Pesakih, setiap unit di Rusunawa Jatinegara ini juga memiliki dua kamar tidur, satu kamar mandi, satu ruang tamu yang juga lengkap dengan dapur dan tempat menjemur pakaian. Karena terhitung tinggi dan demi memudahkan penghuni beraktivitas, masing-masing menara di Rusunawa ini memiliki fasilitas lift penumpang dan barang. Menurut Uming, salah satu penghuni menara B Rusunawa Jatinegara, karena baru merasakan tinggal di hunian vertikal, ia butuh waktu untuk beradaptasi dengan tempat tinggal barunya ini. Suasana di Rusunawa ini memang berbeda sekali dengan rumahnya dahulu. Ia mengaku, sempat memiliki rasa was-was tinggal di dalam gedung bertingkat. Selain itu, karena untuk penempatannya harus melalui undian, akhirnya ia tidak bisa tinggal berdekatan dengan anaknya yang kebagian tempat di tower A. Di Rusunawa ini, kini Uming merintis usaha baru demi menghidupi keluarganya. Dulunya ia pernah memiliki warung kopi. Sekarang ia dan istrinya membuka warung kecil-kecilan. Hasilnya lumayan meski masih sedikit. Selain itu, saat ini belum ada kegiatan lain yang ia lakukan, dan ia juga masih belum tahu apa yang bisa ia kerjakan lagi selain berdagang di warung. Uming pun berharap kelak ada peluang usaha lain guna meningkatkan perekonomian keluarganya.   

Komentar