Yayasan yang
berada di Cilandak, Jakarta, ini tak hanya menyediakan perawatan untuk Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK), tetapi juga menjadi titik kumpul para orangtua
dengan ABK sehingga lahirlah sebuah komunitas. Komunitas yang terdiri dari
orangtua, terapis, dan dokter ini memiliki banyak efek positif. Anggota
komunitas dilatih melakukan beberapa gerakan terapi sederhana, mudah, dan tidak
membahayakan. Ini berguna bagi orangtua yang tidak ada akses untuk datang
secara rutin ke tempat terapi. Dengan menerapkan sendiri di rumah, minimal
berguna untuk maintenance. Sehingga
kondisi anak tidak bertambah buruk.
Memang,
kondisi orangtua ABK terutama Cerebral
Palsy (CP) memiliki beberapa kendala. Selain jarak dan kemampuan ekonomi,
jumlah fisioterapis ABK juga masih sedikit, paling hanya 10 persen dari total
terapis yang ada saat ini. Untuk itu, dalam setiap kesempatan pertemuan,
yayasan ini rajin mengkampanyekan pentingnya pencegahan. Karena CP memang dapat
dicegah atau paling tidak efeknya dapat diminimalisir jika ditangani dengan
cepat dan tepat.
Salah satu
anggota Yayasan Rumah Cerebral Palsy, Nur Rahmah Desiana, mengaku mendapat
banyak keuntungan sejak bergabung dalam komunitas yang berbentuk yayasan ini,
sejak Mei 2012. Ia dan beberapa anggota lain kerap bertemu lewat media sosial. Perempuan
kelahiran Jakarta, 29 Desember 1981 ini mengatakan, sekarang anggota komunitas
lebih kurang mencapai 1.500 orang. Lewat komunitas ini, para orangtua anak CP
merasa terbantu, karena di sini mereka bisa saling menguatkan. Menjadi orangtua
anak CP memang sangat berat, baik secara fisik maupun psikis. Tidak mudah
ketika mengajak anak jalan-jalan di tempat umum dan menghadapi tatapan
orang-orang.
Terapis yang
ada di Yayasan Rumah Cerebral Palsy juga tak pelit dalam menebar informasi
penting yang perlu diketahui anggota komunitas. Selain masing-masing anggota
bisa sharing pengalaman, di sini mereka
memang bisa pula berbagi informasi, misalnya seputar nutrisi. Nutrisi yang
diperlukan anak CP itu memang berbeda-beda. Tergantung tipe CP-nya. Misalnya,
CP yang hipertone butuh intake nutrisi yang lebih. Karena dia
menegangkan ototnya sepanjang hari, seperti orang normal yang berolahraga
setiap hari.
Ke depan, para
anggota tentu berharap komunitas ini dapat membantu orangtua yang kekurangan
biaya. Karena, problem dasar yang dihadapi orangtua dengan ABK CP adalah
ketersediaan alat bantu seperti sepatu dan kursi roda. Tentu sepatu dan kursi roda
yang digunakan harus disesuaikan dengan kondisi. Karena setiap kondisi anak CP
berbeda-beda, jadi tidak bisa menggunakan alat bantu bekas. Sebenarnya, ada
banyak hal yang ini dilakukan para orangtua yang bergabung di komunitas ini.
Tapi sayangnya, orangtua dengan anak CP juga mempunyai urusan yang banyak.
Mulai urusan rumah, anak, terapi, sekolah, dan lain-lain. Belum lagi beban
pikiran dan biaya. Jada sementara ini mereka hanya bisa berkumpul dan berbagi
cerita dengan sesama anggota saja. Itu pun sudah sangat menyenangkan.
Dengan
seringnya berbagi, para orangtua anak CP diharapkan mampu mengoptimalkan
kondisi sang anak. Termasuk mengasah bakat yang mereka miliki. Karena anak CP pun
juga ada yang memiliki bakat atau kemampuan seperti menghafal Al-Quran,
menyanyi, atau melukis. Pemerintah pun juga diharapkan memperhatikan kondisi
ABK. Misalnya dengan menyediakan fasilitas umum untuk mereka, sekolah, bahkan
kalau bisa ada terapi gratis. Apalagi, ada anak dengan CP yang membutuhkan
suntik botox. Sayangnya, di Indonesia
suntik botox hanya untuk kecantikan. Padahal
itu berguna juga untuk melemaskan otot. Sekali suntik harganya hampir 10 juta,
dan tidak bisa memakai asuransi ata BPJS.
Komentar
Posting Komentar